Ikhbar.com: Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 menjadi momentum penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Melalui proses ini, rakyat memiliki hak untuk menentukan siapa yang akan memimpin mereka di masa mendatang. Namun, kewajiban umat Islam tidak berhenti setelah memberikan suara.
Tugas mendukung dan mengawasi pemimpin terpilih adalah amanah yang tidak boleh diabaikan. Dukungan kepada pemimpin bukan hanya soal loyalitas, tetapi juga memastikan kepemimpinannya berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan untuk semua.
Dalam QS. An-Nisa: 58, Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyerahkan amanat kepada yang berhak menerimanya.”
Kepemimpinan dipandang sebagai tanggung jawab yang berat dalam ajaran Islam. Jabatan bukan sekadar posisi strategis, melainkan amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan umat.
Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فالإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
“Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang imam (pemimpin) adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya,” (HR Bukhari dan Muslim).
Imam Al-Mawardi, dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah menegaskan, pada hakikatnya kepemimpinan adalah tanggung jawab untuk meneruskan perjuangan Nabi Saw dalam memelihara agama dan mengelola kesejahteraan umat.
الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به
“Kepemimpinan diadakan sebagai pengganti kenabian dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia dengannya.”
Petunjuk-petunjuk tersebut menyiratkan bahwa dukungan terhadap pemimpin harus diarahkan untuk memastikan mereka menjalankan amanah secara adil dan sesuai dengan syariat.
Baca: Ayat-ayat Rekonsiliasi dan Pemulihan Silaturahmi Pasca-Pilkada
Pemimpin sebagai teladan keadilan
Islam menetapkan standar tinggi bagi pemimpin untuk berlaku adil dalam setiap tindakannya. Contoh nyata adalah kepemimpinan Umar bin Khattab R.a. Dalam Siyar A’lam an-Nubala‘, Imam Adz-Dzahabi mencatat bahwa Khalifah Umar sering berkeliling malam untuk memastikan kesejahteraan rakyatnyatanpa membeda-bedakan status sosial.
Keadilan semacam ini tidak hanya menjadi teladan manusia, tetapi juga merupakan perintah yang datang langsung dari Allah Swt.
Dalam firman-Nya, Allah Swt memerintahkan:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90).
Perintah ini menegaskan bahwa keadilan bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban yang harus menjadi landasan kepemimpinan. Pemimpin yang adil akan mampu memberikan manfaat bagi rakyatnya, sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah Saw:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad).
Baca: [Indana] Pemilihan ‘Ayah’ Daerah
Pemimpin melayani, rakyat mengawasi
Seorang pemimpin tidak hanya diberi amanah untuk memimpin, tetapi juga wajib melayani rakyatnya dengan menjaga keadilan dan memastikan kesejahteraan tanpa diskriminasi. Keadilan adalah prinsip utama dalam Islam, dan pemimpin memiliki tanggung jawab besar untuk menjadikannya sebagai landasan dalam setiap kebijakan.
Namun, tanggung jawab ini tidak hanya berada di pundak pemimpin. Rakyat juga memiliki peran penting sebagai pengawal aktif, yang tidak hanya mendukung kebijakan yang sesuai syariat, tetapi juga memberikan koreksi bila terjadi penyimpangan.
Allah Swt berfirman:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2).
Ayat ini menegaskan pentingnya kerja sama antara pemimpin dan rakyat dalam menciptakan kebijakan yang adil, serta mengingatkan jika ada penyimpangan. Pemimpin yang adil dan amanah adalah fondasi masyarakat yang sejahtera, tetapi rakyat juga wajib mendukungnya dengan kritik yang membangun. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw mengingatkan pentingnya menyampaikan kritik secara personal sebagai tanda kepedulian:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانٍ فَلَا يُبْدِهِ عَلَانِيَةً، وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُوا بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
“Barang siapa ingin menasihati pemimpin, janganlah ia menampakkannya di depan umum. Akan tetapi, bimbinglah dia secara pribadi. Jika pemimpin menerima nasihat itu, maka itu baik. Namun, jika ia tidak menerima, maka ia (yang menasihati) telah menunaikan kewajibannya, “(HR. Ahmad).
Selain kritik yang membangun, umat Islam dianjurkan menjaga kehormatan pemimpin, bahkan ketika kebijakan yang diambil tidak sesuai ekspektasi. Hal ini bertujuan agar hubungan baik antara rakyat dan pemimpin tetap terjaga sehingga proses pengawasan dapat berjalan efektif.
Islam juga menekankan perlunya partisipasi aktif rakyat dalam mengawal program-program pemimpin terpilih. Ini dapat dilakukan dengan memantau pelaksanaan kebijakan, memastikan transparansi, dan menuntut akuntabilitas.
Transparansi dalam Islam mencakup keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan pelaporan anggaran. Sedangkan akuntabilitas menjadi tolok ukur seberapa jauh seorang pemimpin mampu mempertanggungjawabkan kebijakannya.
Pemimpin yang bertanggung jawab akan mendahulukan kepentingan umum, sebagaimana prinsip dalam kaidah fikih:
المصلحة العامة مقدمة على المصلحة الخاصة
“Kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.”
Baca: Sikap Khalifah Utsman saat Dikritik Gubernur
Selain berpartisipasi aktif, doa juga menjadi elemen penting dalam mendukung pemimpin. Rasulullah Saw menganjurkan umatnya untuk mendoakan kebaikan bagi pemimpin, agar mereka senantiasa diberikan petunjuk dalam menjalankan amanah.
Dengan kombinasi antara kritik, dukungan nyata, dan doa, rakyat tidak hanya menjadi pengamat pasif, tetapi juga mitra aktif dalam menciptakan masyarakat yang harmonis.
Pilkada Serentak 2024 dapat menjadi momentum penting bagi umat Islam untuk memilih pemimpin yang adil dan amanah, sekaligus memperkuat peran mereka dalam mengawal demokrasi yang sehat. Dengan menerapkan nilai-nilai keislaman, umat dapat berkontribusi menciptakan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.