Ikhbar.com: Banyak orang menganggap bahwa Islam tidak memiliki peran besar dalam perkembangan sains atau ilmu pengetahuan. Stigma ini muncul lantaran tidak populernya nama-nama ilmuwan Muslim, terlebih dari kalangan perempuan.
Professor emeritus teknik mesin dan sains dari University of Manchester, Salim TS. Al-Hassani menjelaskan, ketiadaan nama ilmuwan Muslim perempuan bukan berarti mereka benar-benar tidak ada. Akan tetapi, itu hanya dampak dari kelangkaan informasi yang mengangkat eksistensi mereka.
“Ada titik buta dalam buku-buku pelajaran Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) di sekolah-sekolah, serta dalam mata kuliah Sains dan Teknik di universitas. Ini merupakan bagian dari kurangnya informasi secara umum mengenai kontribusi masyarakat non-Eropa terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan kedokteran,” katanya, saat menyampaikan materi dalam Ijtimak Ilmuwan Islam Antarabangsa, di Malaysia pada Juli lalu, seperti dikutip dari Muslim Heritage, pada Sabtu, 26 Agustus 2023.
Al-Hassani melanjutkan, dalam survei terbaru yang Foundation for Science, Technology, and Civilization (FSTC) di Inggris Raya, kelangkaan informasi juga terjadi akibat lompatan urutan dan kesenjangan yang merentang lebih dari seribu tahun.
Baca: Dari Al-Farghani hingga Al-Biruni, Para Ilmuwan Muslim Peletak Dasar Astronomi Dunia
“Kesenjangan itu bertepatan dengan apa yang kadang-kadang disebut sebagai Abad Kegelapan atau Abad Pertengahan,” kata dia.
Dia mencontohkan, buku populer yang terbit pada 1989, karya Anthony Feldman dan Peter Ford dengan judul Scientists and Inventors: The People Who Made ‘The Technology from the Early Times to Present Day’ (1989), buku ini memuat daftar lompatan dari Archimedes pada 287 SM ke Johannes Gutenburg pada 1400 M, yang kemudian diikuti Leonardo de Vinci pada 1452 M. Kesenjangan ini mewakili periode antara era Yunani/Romawi dan Renaisans Eropa.
Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada buku-buku terbitan baru. Al-Hassani mengatakan, belum ada perkembangan yang baik dalam merepresentasikan kontribusi perempuan secara lebih beragam di sepanjang perjalanan sejarah manusia.
“Buku yang terbit pada 2016, misalnya, karya Rachel Ignotofsky yang berjudul ‘Women in Science: 50 Fearless Pioneers Who Changed the World’ melompat dari Hypatia, sebagai matematikawan perempuan pertama dari Alexandria pada 400 M, hingga Elina Piscopia, pada 1678 sebagai wanita pertama yang menerima gelar doktor,” katanya.
“Kemudian karya Kate Pankhurst pada 2016 yang berjudul ‘Fantastically Great Women who changing the World’ hanya menampilkan perempuan Bara terkini, dengan pengecualian tiga wanita non-kulit putih,” sambung Al-Hassani.
“Dan tentu, tidak ada satu pun perempuan Muslimah yang masuk dalam daftar itu,” tegasnya.
Baca: Beban Ganda Atlet Perempuan Muslim Dunia
Tersingkir sejarah
Secara lebih lanjut, Inisiator Pendidikan Global 1001 Inventions itu menjelaskan, ketidakhadiran nama perempuan Islam tersebut menjadi sebab meluasnya superioritas di kalangan perempuan Barat.
“Dan pada saat yang sama memperluas kompleks inferioritas di antara perempuan dari budaya lain. Selain tersingkir dari sejarah, perempuan Muslim juga digambarkan secara keliru di media Barat modern dan sering kali terlihat diremehkan dalam sorotan publik,” katanua.
Al-Hassani menyatakan, harapan itu hanya bisa ditemukan pada literatur-literatur berbahasa Arab. itu pun baru dilakukan dalam kurun 30 tahun terakhir.
“Yang pertama, karya Abdel Halim Abu Shaqqa berjudul ‘Tahrir al-Mar’ah fi ‘Asr al-Risalah’ (Emansipasi Wanita Semasa Hidup Nabi). Buku ini pertama kali diterbitkan dalam enam jilid oleh Dar al-Qalam, Kuwait pada 1990,” katanya.
Kontribusi yang lebih baru, kata Al-Hassani, diberikan Mohammad Akram Nadwi lewat karyanya yang berjudul Women Scholars in Islam (Ulama Perempuan dalam Islam): Al-Muhadithat. Buku ini diterbitkan dalam 40 jilid dalam bahasa Arab, tetapi ringkasan satu jilid pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Interface Publications pada 2007. Buku ini merupakan karya ilmiah berdasarkan sumber utama hadis dan kronik,” katanya.
Di dalam buku itu, diidentifikasi sebanyak 8.000 perempuan yang telah meriwayatkan hadis sepanjang sejarah. Buku Nadwi merupakan terobosan baru di antara buku-buku berbahasa Inggris, serta membawa tradisi kesarjanaan perempuan dalam Islam yang kaya di saat mereka terus diabaikan sejarah.
“Namun, karya Nadwi itu juga tidak menawarkan banyak hal di luar keilmuan agama untuk mengatasi kurangnya keilmuan seputar perempuan di bidang sains, kedokteran, seni, dan manajemen,” ujarnya.
Daftar Muslimah berpengaruh
Pada akhirnya, problem itu mendorong kelahiran buku-buku akademis yang tiap-tiap judulnya mengeksplorasi tema-tema beragam terkait kehidupan perempuan dalam peradaban Islam. Namun, menurut Al-Hassani, belum ada satu pun dari buku-buku tersebut yang sepenuhnya mampu mengungkap nama-nama yang hilang dalam sejarah perempuan di bidang sains, kedokteran, seni, dan manajemen secara kolektif, sembari memberikan pembaca sebuah pemahaman kontekstual yang luas tentang individu-individu perempuan itu.
“Kini terdapat jutaan manuskrip yang belum diedit dan mungkin berisi banyak sekali materi mengenai subjek tersebut. Sumber-sumber utama yang kami miliki tetap menjadi sumber yang sangat berharga bagi para sejarawan perempuan dalam peradaban Muslim. Contohnya, banyak koleksi biografi klasik berbahasa Arab yang khusus membahas perempuan,” :
Al-Hassani menyebutkan di antaranya, Tabaqat Ibnu Sa’d, An-Nisa’ karya Al-Sakhawi, atau pun Al-Aghani karya Abu’l-Faraj Al-Isbahani merupakan sumber utama bagi para penyanyi, vokalis, dan pelantun.
“Sumber modern yang bagus adalah A’lam an-Nisa‘ karya ‘Umar Rida Kahhala yang terdiri dari lima jilid yang memuat daftar wanita-wanita terkemuka, tetapi sama sekali tidak lengkap,” katanya.
Di sisi lain, Al-Hassani menyebut sejumlah cendekiawan Islam terkemuka di masa lalu mengakui bahwa mereka sempat berguru kepada sejumlah tokoh perempuan.
“Seperti ulama Andalusia Ibnu Hazm yang gurunya sebagian besar perempuan, Ibnu Hajar belajar dengan 53 perempuan, As-Sakhawi yang berijazah dari 68 wanita, dan As-Suyuti yang belajar dengan 33 syaikhah (guru perempuan),” ungkapnya.
Pada sesi akhir, Al-Hassani menyebutkan sederet nama-nama ilmuwan Muslimah yang tidak banyak tercatat dalam sejarah:
- Rayhana binti Al-Hasan
Al-Biruni menulis Al-Tafhim li-Awa’il Sina’at al-Tanjim (Kitab Petunjuk Unsur Seni Astrologi) atas permintaan Rayhana dari Kota Ghazna pada tahun 1029.
- Lubna
Lubna merupakan matematikawan yang dikenal begitu berpengalaman dalam ilmu eksakta, geometri, aljabar, dan literatur umum. Ia menjadi sekretaris pribadi Khalifah Bani Umayyah, Al-Hakam II yang memerintah pada 961-–976.
- Buran dari Bagdad
Istri Khalifah Abbasiyah, Al-Ma’mun (memerintah 813–833). Buran merupakan perempuan yang dikenal sebagai ahli astrologi.
- Fatima Al-Majriti
Al-Majriti merupakan perempuan ahli astronomi dari Andalusia sekaligus putri astronom dan matematikawan Maslama Al-Majriti semasa Khalifah Al-Hakam Al-Mustansir Billah yang memerintah pada 961-–976.
- Maryam Al-Ijliyyah
Al-Ijliyyah adalah seorang pembuat astrolabe yang bekerja di Istana Sayf al-Dawla di Aleppo (memerintah pada 944–-967).
- Maryam Al-Zenatiyyah
Dia dikenal sangat mahir dalam ilmu kimia dan puisi. Al-Zenatiyyah berasal dari suku Zenat Berber Amazighi yang terkenal di Qairawan.
- Dahma binti Yahya bin Al-Murtadha
Tinggal di Kota Thila, Yaman, tempat Dahma dikenal mahir dalam berbagai ilmu, unggul dalam tata bahasa, ushul, logika, astronomi, kimia, dan puisi.
- Umm al-Hasan binti Abu Ja’far Al-Tanjali
Hidup pada masa Dinasti Nasrid pada Abad Pertengahan Akhir yang menjadikannya sezaman dengan polimatik Andalusia, Ibn Al-Khatib dan Ibnu Khaldun. Ibnu Al-Khatib diketahui telah mengembangkan teori penularan atas sumbangsih Umm Al-Hasan.
- A’ishah binti Al-Jayyar Al-Sabtiyyah
Seorang dokter yang fasih dalam berbicara dan seorang dermawan yang menyumbangkan hasil kebun besarnya sebagai amal abadi.
- Sarah Al-Halabiyyah
Dokter dan penyair perempuan yang karangannya dibacakan di hadapan raja-raja pada masanya. Berasal dari Aleppo, kemudian merantau ke Tunisia pada masa dinasti Berber Hafsid.
- Perempuan Bani Zuhr
Banu Zuhr merupakan keluarga terpelajar yang tinggal di Seville, Andalusia di Semenanjung Iberia. Mereka terkenal karena memiliki keunggulan sebagai dokter dan cendekiawan dari abad 11 hingga 13.
- Zaynab dari Bani Awd
Seorang dokter dari Suku Bani Awd yang ahli dalam pengobatan, pembedahan, dan pengobatan sakit mata.
- Nusaybah binti Ka’ab
Seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang menjadi paramedis pada Perang Uhud dan pertempuran besar lainnya. Dia berasal dari suku Banu Najjar.
- Rufaydah Al-Aslamiyyah
Sahabat perempuan Nabi Saw yang memberikan layanan kesehatan darurat dari tenda selama awal pertempuran Muslim. Dia berasal dari suku Medina Bani Aslam.
- Ummu Asiyah
Seorang bidan yang terkenal pada masa Dinasti Tulunid. Dia terkenal karena teknik baru untuk meringankan persalinan dan mengurangi rasa sakit.
- Salma
Seorang bidan dari Makkah yang melahirkan anak-anak dari perempuan yang dekat dengan Nabi Muhammad.
- Asisten Abu ‘Abdullah Al-Kinani
Dia mahir dalam bidang kedokteran, ilmu pengetahuan alam, dan anatomi.
- Al-Syifa’ binti ‘Abdullah
Seorang sahabat Nabi Saw yang bijaksana yang menyandang gelar Al-Shifa (Penyembuh) karena pengetahuan dan keterampilan medisnya dalam mengobati penyakit kulit.
Baca: Kucing dalam Budaya Islam, dari Hadis Nabi hingga Objek Seni
- Tumadir binti ‘Amr ibn Al-Harith atau dikenal dengan nama Al-Khansa’
Al-Khansa’ artinya yang berhidung kecil seperti kijang. Kehadiran dan reputasinya sebagai penyair perempuan Arab tidak bisa diremehkan.
- Shuja’ Al-Khwarazami
Ibu dari Khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil. Menjadi pelopor pendirian rumah sakit.
- Zumurrud Sitt Al-Sham Khatun
Mendirikan Madrasah Al-Shamiyyah pada 1185.
- Dhayfa Khatun
Bupati Ratu Ayyubiyah Aleppo pada abad ke-13 yang menganugerahkan proyek filantropi, termasuk Sekolah Al-Firdaws pada 1235 dan Sekolah Khankah (keduanya di Aleppo). Berjasa dalam bidang pendidikan.
- Sultana Razia
Penguasa Delhi antara tahun 1236 dan 1240. Dia adalah satu-satunya wanita yang pernah duduk di atas takhta Delhi. Ahli politik.
- Arwa binti Ahmad Al-Sulayhiyyah
Penguasa Fatimiyah Yaman yangb memerintah pada 1091-1138. Dikenal sebagai pendiri Masjid Ratu Arwa di Jibla, Yaman. Ahli strategi politik dan perang.
- Subh Umm al-Muayyad
Perempuan berpengaruh. Ahli dalam bidang politik dan administrasi negara di Andalusia.
- Padishah Khatun
Ratu Kirman, Persia pada masa dinasti Qutlugh-Khanid. Ahli pemerintahan.
- Sitt Al-Mulk
Putri Fatimiyah yang merupakan penguasa de facto Mesir setelah saudara tirinya, Khalifah Al-Hakim bi-Amr Allah menghilang pada 1021. Ahli pemerintahan.
- Sayyidah Al-Hurrah
Pelaut Maroko yang berhasil menguasai separuh barat Mediterania selama 30 tahun. Ahli ekonomi politik.
- Al-Syifa’ binti ‘Abdullah
Seorang sahabat Nabi Saw yang mempunyai keterampilan administrasi publik dan kedokteran. Ia diangkat oleh Khalifah ‘Umar ibn al-Khattab sebagai Muhtasib (Administrator Pasar) Madinah.
- Samra’ binti Nuhayk Al-Asadiyyah
Seorang sahabiyyah yang dipekerjakan oleh Khalifah ‘Umar bin al-Khattab sebagai Muhtasib pasar Makkah. Ahli ekonomi.
31 Jamrah Al-‘Attarah
Apoteker masa Khalifah Abbasiyah Abu Ja’far Al-Mansur.
- Busra binti Uzwan
Busra mempekerjakan Abu Huraira lalu menikah dengannya setelah Marwan menggantikannya sebagai administrator di Madinah. Ahli manajemen dan administrasi.