Ning Anita Wahid: Indonesia Butuh Pemimpin Beretika

Putri Presiden Keempat RI KH Abdurrahman Wahid, Ny. Hj. Anita Hayatunnufus Wahid. Dok NUOL

Ikhbar.com: Salah satu putri mendiang Presiden Keempat RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Ny. Hj. Anita Hayatunnufus Wahid menjelaskan perbedaan signifikan antara etika dan moral, serta hubungannya dengan sistem demokrasi di Indonesia.

“Keduanya sekilas sama. Namun, sebenarnya memiliki perbedaan yang kuat,” kata Ning Anita Wahid, saat mengisi orasi kebudayaan dalam Puncak Peringatan Haul Ke-14 Gus Dur, yang digelar Komunitas Gusdurian Cirebon, di Aula Utama Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, pada Jumat, 2 Februari 2024, malam.

Dalam acara yang mengusung tema “Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur” itu, Ning Anita menyebut bahwa etika dan moral sama-sama bicara apa mana yang baik dan buruk.

“Keduanya juga berbicara mana yang benar dan salah. Keduanya sama-sama bertanya ‘apa yang harus saya lakukan?” ujar dia.

Perbedaannya, lanjut dia, moral telah diajarkan kepada seseorang sedari kecil, biasanya terkait dengan ajaran-ajaran agama dan akan berlaku secara otomatis.

“Sedangkan etika lebih condong bertanya pada diri sendiri, ‘apakah tindakan saya baik atau buruk? Benar atau salah?” ungkap Ning Anita.

Ning Anita Wahid saat mengisi orasi kebudayaan dalam Puncak Peringatan Haul Ke-14 Gus Dur, yang digelar Komunitas Gusdurian Cirebon, di Aula Utama Kantor PCNU Kabupaten Cirebon, pada Jumat, 2 Februari 2024, malam. IKHBAR/FSJ

Baca: Ada ‘Gerakan’ Gus Dur dalam Seni Berokan Cirebon

Etika demokrasi

Lantas, apa hubungannya dengan demokrasi? Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) tersebut mengatakan, demokrasi ialah satu sistem yang disuguhkan bangsa Indonesia agar memungkinkan adanya kesetaraan bagi setiap orang di mata negara.

“Sistem demokrasi memungkinkan setiap orang mendapat hak yang sama, tidak peduli dia siapa, dari mana asalnya, agamanya, atau sukunya,” jelas dia.

Menurutnya, salah satu cerminan demokrasi adalah penyelenggaraan pemilu. Proses tersebut merupakan momentum bagi seseorang untuk bisa merasakan hak milik atas bangsanya sendiri.

“Meskipun pada kenyataannya, kelompok minoritas tidak mendapat banyak perhatian dalam pemilu. Maka, tak heran keberpihakan hanya terjadi pada kelompok mayoriatas,” ucap Ning Anita.

Atas dasar itu, ia menegaskan, bahwa demokrasi harus dijalankan secara etis. Salah satunya dengan pengambilan kebijakan yang selalu mempertimbangkan kemaslahatan.

“Apabila pemerintah salah, maka kita wajib bersuara. Karena kita ingin beretika,” tegas dia.

Jika etika absen dalam berdemokrasi, maka tiap-tiap orang tidak akan punya panduan untuk mengerem keburukan mereka.

“Ketika etika itu ada, maka pemimpin akan selalu mempertimbangkan baik buruknya dari setiap keputusan,” tutur putri ketiga almarhum Gus Dur tersebut.

Baca: Ratusan Tokoh Hadiri Puncak Haul Ke-14 Gus Dur di Cirebon

Pemimpin beretika

Saat ini, lanjut Ning Anita, Indonesia sedang membutuhkan sosok pemimpin dengan etika yang sangat tinggi. Jika itu terwujud, maka kendali demokrasi benar-benar akan berada di tangan rakyat.

“Kalau pemimpinnya tidak mempunyai etika, maka demokrasi akan dimanipulasi untuk kepentingan orang-orang yang punya sumber daya untuk memengaruhi masyarakat,” tegasnya.

Anita menceritakan, sebelum menjadi seorang Presiden RI, Gus Dur senantiasa telah menjunjung etika demokrasi. Sang Guru Bangsa itu selalu berpegang dari rakyat, oleh rakyat, demi rakyat.

“Gus Dur juga menerapkan prinsip semuanya harus sesuai konstitusi, adil, dan rata,” ujar sosok yang juga anggota Dewan Penasihat Kemanan TikTok itu.

“Di sisi lain, Gus Dur juga menegaskan pengakuan dan perlindungan hak warga negara, tanpa melihat latar belakang agama maupun suku,” imbuhnya.

Untuk itu, Anita mengajak masyarakat untuk bersama mengawal jalannya Pemilu 2024. Dengan harapan, pesta demokrasi itu mampu mengedepankan etika.

“Mari kita bersama menuntut etika dari semua kandidat, baik dari calon anggota legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden,” katanya.

Ia menilai, etika juga harus dijunjung dari berbagai elemen yang menyukseskan pemilu. Mulai dari pengawas, penegak hukum, peserta, pemilih. Pasalnya, tanpa itu semua maka demokrasi di Indonesia akan kian menurun.

“Adanya dugaan intimidasi dalam proses pemilu juga melanggar hak pemilih,” ucap Ning Anita.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.