Ikhbar.com: Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melantik sebanyak 5,7 juta anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Badan ad hoc ini akan bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) di hari pencoblosan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Baca: Memaku Baliho Kampanye di Pohon bukan Akhlak Calon Pemimpin, tapi Teroris
Mitigasi korban jiwa
Ahli health, safety, and environment (HSE), sekaligus Dewan Pengawas Yayasan Gerakan Indonesia Sadar Bencana (Graisena), Ranggie Ragatha melakukan analisis terhadap data Pemilu Indonesia 2019 lalu.
Analisis tersebut bertujuan untuk memperkirakan jumlah kemungkinan kematian di kalangan petugas, baik KPPS, Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam), maupun tenaga pengamanan dalam Pemilu 2024, dengan asumsi tidak ada perubahan dalam jumlah petugas dan tempat pemungutan suara.
“Tujuannya agar penyelenggara Pemilu 2024 tidak mengulangi kesalahan yang sama, yang mengakibatkan 894 petugas meninggal dunia dan 5.175 lainnya sakit, sebagaimana terjadi pada Pemilu yang lalu,” ungkap Ranggie, Kamis, 1 Februari 2024.
Pada Pemilu 2019, setiap TPS dijaga 12 petugas, sehingga totalnya mencapai 9.760.200 petugas di 813.350 TPS di seluruh negeri. Dalam perspektif waktu, menurut dia, ini setara dengan 234.224.800 jam kerja yang melelahkan yang diperlukan untuk melaksanakan proses pemungutan suara.
Baca: Doa-doa Pemilu
Rumus khusus
Dengan memanfaatkan rumus khusus yang mempertimbangkan jumlah kematian dalam pemilihan tahun 2019, koefisien jam kerja, dan total jam kerja yang dibutuhkan, Ranggi membuat prediksi yang menyedihkan. Perhitungannya menghasilkan perkiraan sekitar 96 orang yang mungkin kehilangan nyawa mereka pada Pemilu 2024 secara tragis, jika sistem tetap tidak berubah.
Prediksi ini menyoroti tekanan besar yang dirasakan para petugas pemilihan. Ranggi juga menyerukan perbaikan dalam manajemen risiko, sebab berkaitan dengan keselamatan manusia.
“Penting untuk memastikan kesejahteraan individu-individu ini, agar sejajar dengan integritas demokrasi itu sendiri,” ujarnya.
Ia melanjutkan, prediksi ini tidak hanya tentang angka, melainkan tentang individu-individu yang berkontribusi dalam proses kritis demokrasi. Oleh karena itu, panitia pemilihan dan otoritas terkait harus memperhatikan dan mencegah kehilangan nyawa terjadi kembali.
“Probability rate ini tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti atau mendahului takdir. Justru, dengan perhitungan saintifik tersebut diharapkan penyelenggara Pemilu bisa melakukan mitigasi,” pungkas dia.

Guna mengetahui penjelasan lebih lanjut, saksikan obrolan bersama HSE Expert, Dewan Pengawas Yayasan Gerakan Indonesia Sadar Bencana (Graisena), Ranggie Ragatha, dengan tema “Mitigasi Bencana Sosial di Tengah Politik Elektoral” di Hiwar Ikhbar #19, live via akun Instagram @ikhbarcom pada Sabtu, 3 Februari 2024, pukul 16.00-16.45 WIB.