Ikhbar.com: Pasangan calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang hendak bertarung pada Pemilu 2024 hendaknya memiliki visi-misi yang sarat keadilan. Tidak cuma itu, mereka diharapkan mampu menerapkan konsep keadilan hakiki atau keadilan yang menyeluruh tanpa pandang bulu.
Demikian disampaikan putri mendiang Presiden RI KH Abdurrahman ‘Gus Dur’ Wahid, Ny. Hj Alissa Qotrunnada Wahid dalam diskusi publik bertema “Pemilu Bersih dan Bermartabat untuk Peradaban Berkeadilan” yang digelar Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), serta FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin, 20 November 2023.
“Ada tiga hal yang perlu kita dorong kepada calon pemimpin kita nanti. Pertama, mereka harus memastikan keadilan seutuhnya atau keadilan hakiki menjadi cara pandang utama,” katanya, dalam acara yang dilaksanakan di Auditorium FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Baca: Serukan Pemilu Adil dan Beradab, Ini 5 Maklumat Ulama Perempuan Indonesia
Kedua, lanjut Nyai Alissa, para calon pemimpin harus memiliki kebijakan yang berpihak pada kelompok yang terpinggirkan. Yaitu kelompok yang dilemahkan oleh sistem seperti disabilitas, masyarakat adat, dan perempuan.
“Ketiga, memastikan setiap agenda pembangunan membawa perspektif yang adil, termasuk adil gender, dan khas untuk perempuan (afirmasi),” kata Nyai Alissa.
Oleh karena itu, kata Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian tersebut, para tokoh yang tergabung dalam Jaringan KUPI hari ini mengajak berbagai elemen bangsa untuk mengambil peran aktif dalam mengawal demokrasi dan pemilu agar berjalan dengan baik dan berada pada norma yang berlaku.
“Ini adalah bagian dari kontribusi KUPI untuk melakukan pendidikan kewargaan. KUPI ikut memastikan bahwa perjalanan sejarah bangsa kita bergerak ke arah yang kita harapkan,” tambah putri sulung Gus Dur tersebut.
Menyoal keterwakilan perempuan
Sementara itu, Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto menyatakan bahwa pemilu bukanlah hajatan para elite. Pemilu adalah milik semua orang.
Menurutnya, kualitas demokrasi Indonesia ditentukan oleh baik-tidaknya penyelenggaraan pemilu.
“Lalu apakah sekarang pemilu kita sudah kondusif? Ya kondusif dengan catatan kritis. Misal, jika kita bicara soal keterlibatan perempuan, kita biasanya terpaku pada DPR, padahal di DPRD sebenarnya masih sangat kurang. Jika kita membicarakan 30 persen keterwakilan perempuan, angka itu sebenarnya belum dikawal secara ketat terutama oleh masyarakat sipil. Nah, di sini peran KUPI, kampus, penyelenggara pemilu ini menjadi penting,” terang pria yang akrab disapa Gun Gun tersebut.
Sejalan dengan itu, Alimatul Qibtiyah selaku Komisioner Komnas Perempuan mengungkapkan, kuota 30 persen keterwakilan perempuan belum terpenuhi dengan baik di berbagai level.
“Ini menjadi satu dari sembilan isu krusial yang penting kita sampaikan kepada pemimpin bangsa ini siapa pun yang nanti terpilih, yaitu tentang advokasi isu kepemimpinan perempuan,” ujar dia.
Menurutnya, ada beberapa pekerjaan ruma (PR) bersama terkait isu perempuan ini. Mulai dari isu ruang budaya dan penghapusan kekerasan seksual pada perempuan, perempuan dan persoalan kelembagaan, hingga perempuan yang berkonflik dengan hukum.
“Perempuan menghadapi kerentanan ketika berhadapan dengan hukum, baik saat statusnya sebagai korban atau pelaku,” terangnya.
Baca: Gusdurian Ajak Pemuda Lintas Iman Jadi ‘Pemadam Kebakaran Digital’ Pemilu 2024
Berharap pada kelompok muda
Dalam kesempatan yang sama, Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Dzuriyatun Toyibah menyampaikan pentingnya peran kelompok muda dalam memperkuat demokrasi Indonesia di masa depan. Dirinya menambahkan, pendidikan yang membebaskan menjadi penting dimiliki oleh para pemuda dalam menentukan calon pemimpin yang memperhatikan demokrasi.
“Kita berharap kelompok muda tetap menjadi pilar yang kita harapkan sebagai agen perubahan. Kelompok muda ini nantinya perlu memperteguh demokrasi kita. Pendidikan yang membebaskan di kampus dapat membuat kelompok muda tidak hanya memilih yang ‘asal muda’. Tapi juga memilih pemimpin dengan mempertimbangkan masa depan demokrasi di Indonesia,” ujar Dzuriyatun.
Usai diskusi publik, forum juga membacakan “Maklumat Politik Ulama Perempuan” yang berisi lima seruan untuk mengawal Pemilu 2024 yang adil dan beradab.