Ikhbar.com: Karya dan penciptanya ialah satu kesatuan yang nyaris tak terpisahkan. Seyogianya, seseorang memiliki komitmen hidup yang selaras dengan pesan-pesan yang terkandung dalam buah pikir dan hasil kreasinya.
Demikian disampaikan vokalis dan pentolan grup band Efek Rumah Kaca (ERK), dalam diskusi Musik Sufistik: Bedah Lirik “Putih” Efek Rumah Kaca, di Panggung Utama Arena Pekan Raya Cirebon (PRC), Watubelah, Sumber, Cirebon, Ahad, 5 November 2023, malam.
“Antara saya si pembuat karya dengan karya itu sendiri, semestinya tidak punya jarak,” katanya.
Baca: Unsur Sufistik dalam Lagu-lagu Efek Rumah Kaca
Jalan ikhtiar menuju kebaikan
Meskipun begitu, dalam diskusi yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2023, hasil kolaborasi Ikhbar.com, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, dan Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Kabupaten Cirebon tersebut, Cholil mengakui bahwa menjalankan idealisme bukan perkara yang mudah.
“Ya, tentu tidak gampang. Tetapi paling tidak, karya itu menjadi sebuah media bagi kita agar bisa mengupayakan diri untuk selaras dengan pesan yang sudah disebarkan,” katanya.
Cholil mencontohkan, jika seorang musisi telah menciptakan karya sebuah lagu yang sarat dengan pesan keadilan, maka seyogianya ia harus mengecek kesehariannya apakah telah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam karya tersebut.
“Misalnya pesan atau tema tentang keadilan, keseharian kita mungkin tidak bisa adil sempurna. Namun, secara legawa kita harus mau berupaya berubah untuk terus menjadi inilebih adil,” ungkapnya.
“Karena sebuah lagu akan punya arti jika kita mengupayakan untuk mencapai atau menjalankan pesan-pesan yang terkandung dalam lagu tersebut,” sambung dia.
Oleh karena itu, Cholil mengaku menerapkan tradisi dan aturan yang cukup tegas dalam ERK, terutama saat menjalankan sebuah proses kreatif penciptaan lagu.
“Ketika bikin lagu, saya berusaha untuk menyosialisasikan dulu ke teman-teman (anggota ERK) berupa konsekuensi-konsekuensi ketika kita menyuarakan pesan lewat lagu tersebut. Kita terus berupaya agar karya kita bukan hanya omongan kosong, tetapi juga harus mengalir di dalam darah kita sendiri, paling tidak, harus menjadi sarana untuk terus berupaya agar bisa selaras dengan nilai-nilai tersebut,” katanya.
“Di sini, saya cukup ekstrem untuk menyuarakan pendapat. Kalau ada yang tidak cocok, saya drop. ERK membebaskan kita untuk saling berargumentasi,” sambung Cholil.

Baca: Pergulatan Muhammadiyah dan NU dalam Sebuah Lagu
Cukup terbukti
Sementara itu, pemerhati isu sosial dan pengajar sosiologi agama di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati, Wakhit Hasim menilai, ERK cukup bisa membuktikan nilai-nilai idealisme yang terkandung dalam lagunya selaras dengan profil yang dimiliki segenap peronel di dalamnya.
“Saya juga menilai, Mas Cholil adalah pengembara yang baik. Beliau sangat peduli dengan beragam situasi dan kondisi yang tengah dirasakan masyarakat,” katanya.
Menurut Wakhit, ERK tidak bisa diragukan lagi sebagai grup musik yang getol menyuarakan kritik-kritik sosial-politik, terlebih lagi dengan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Bahkan belakangan nilai kritis itu menyasar juga ke bidang ekonomi. Misalnya, melalui lagu ‘Pasar Bisa Diciptakan’ dan ‘Cipta Bisa Dipasarkan’ sebagai kritik soal distribusi pasar yang tidak berkeadilan,” kata Wakhit.
“ERK dan Mas Cholil memiliki perhatian yang lebih terhadap isu-isu penting, dan hal ini jarang dimiliki grup band lain,” sambung dia.