Ikhbar.com: Musim kemarau yang berlangsung cukup panjang membuat banyak orang begitu menantikan turunnya hujan. Kabar gembira pun datang, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim hujan 2023–2024 jatuh mulai akhir Oktober hingga Desember 2023. Di sebagian wilayah Indonesia, bahkan sudah beberapa kali diguyur rintik hujan meski dengan durasi yang tidak terlalu lama dan volume yang tidak begitu besar.
Dalam ajaran Islam, hujan bisa merupakan rahmat bagi mereka yang taat. Namun, bisa juga menjadi sebuah azab, bencana, dan peringatan bagi mereka yang abai. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw menyarankan agar manusia berdoa agar Allah Swt menurunkan hujan yang tidak mendatangkan kerugian dan malapetaka.
Ummul Mukminin, Aisyah Ra bercerita:
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً
“Ketika Nabi saw melihat hujan turun, beliau berdoa dengan mengucapkan, ‘Allahumma shayyiban nafi’an. Ya Allah, jadikanlah hujan yang turun ini sebagai hujan yang mendatangkan manfaat.” (HR. Bukhari).
Baca: Doa Minta Hujan ala Kempekan
Pembeda keimanan
Hujan bukan hanya sebuah fenomena alam. Bahkan, Nabi Saw sendiri memahami bahwa hujan bisa menjadi pembeda antara sikap orang kafir dan orang beriman.
Dalam sebuah hadis qudsi diceritakan, suatu ketika Rasulullah Saw melaksanakan salat Subuh berjemaah selepas hujan mengguyur wiayah Hudaibiyah semalam suntuk. Setelah selesai, Nabi Saw mengalihkan wajah dari arah kiblat menuju para sahabat di belakangnya. Lalu, Rasulullah Saw bertanya, “Tahukah kalian apa yang telah difirmankan oleh Allah Swt?” Para sahabat menjawab, “Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Kemudian Nabi bersabda, bahwa Allah Swt berfirman:
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
“Di antara hamba-hamba-Ku ada yang menjadi orang yang beriman dan ada yang kafir. Ketika ada yang menyatakan bahwa ‘kita diberi hujan berkat keutamaan dan rahmat Allah,’ maka orang itu beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sebaliknya, jika ada orang yang berkata, ‘kita diberi hujan oleh bintang ini atau bintang itu,’ maka orang tersebut kufur terhadap-Ku dan beriman kepada bintang-bintang. (HR. Bukhari).
Bagi orang-orang yang beriman, hujan merupakan bagian dari zikir untuk terus mengingat kebesaran dan kekuasaan Allah Swt. Tidak cuma menciptakan hujan, Allah Swt jualah yang mengatur silih bergantinya musim hingga memberi banyak kemanfaatan bagi umat manusia, binatang, tetumbuhan, hingga seluruh alam.
Allah Swt berfirman:
وَهُوَ الَّذِيْ يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْۢ بَعْدِ مَا قَنَطُوْا وَيَنْشُر ُ رَحْمَتَهٗ ۗوَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيْدُ
“Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka memutuskan asa dan (Dia pula yang) menyebarkan rahmat-Nya. Dialah Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28).
Oleh karena itu, Allah Swt pun menjadikan hujan sebagai tantangan berpikir bagi orang-orang yang tidak mengimani-Nya. Dalam QS. Al-Waqi’ah: 68-69, Allah Swt berfirman:
اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ. ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ
“Apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum? Apakah kamu yang menurunkannya dari awan atau Kami yang menurunkannya?”
Di ayat berikutnya, Allah Swt mengajak semua orang untuk berpikir dan mensyukuri rahmat berupa hujan.
لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ
“Seandainya Kami berkehendak, Kami menjadikannya asin. Mengapa kamu tidak bersyukur?” (QS. Al-Waqi’ah: 70).
Baca: Muhammad Kecil Pemanggil Hujan
Waktu mustajab
Perintah untuk menjadikan hujan sebagai media pengingat kekuasaan Allah Swt tidak lantas harus mematikan nalar secara ilmu pengetahuan. Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt justru banyak menjelaskan tentang proses dan tahapan hujan dalam memberikan manfaat bagi makhluk hidup di bumi.
Allah Swt berfirman:
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ
“Kami turunkan dari langit udara yang diberkahi, lalu Kami tumbuhkan di sana kebun-kebun dan biji-bijian yang dapat dipanen.” (QS. Qaf: 9)
Selain media mengingat Allah Swt, hujan juga bisa dimaknai sebagai waktu mustajab untuk berdoa. Rasulullah Saw bersabda:
لَا تَسُبُّوْا الرِّيْحَ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مَا تَكْرَهُوْنَ فَقُوْلُوْا اللَهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيْحِ وَخَيْرِ مَا فِيْهَا وَخَيْرِ مَا أُمِرَتْ بِهِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيْحِ وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ
“Janganlah kalian mencela angin. Jika kalian melihat apa yang tidak suka dari angin itu, maka berkatalah, ‘Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu kebaikan angin ini. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, dari keburukan yang ada pada angin ini, dan dari keburukan yang angin ini dikirim.” (HR. At-Tirmidzy).
Dalam Al-Adzkar, karya Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi atau Imam Nawawi, Rasulullah Saw juga memasukkan hujan ke dalam waktu-waktu doa yang mustajabah (utama).
Rasulullah Saw bersabda:
اطْلُبُوا اسْتِجابَةَ الدّعاءِ عِنْدَ التِقاءِ الجُيُوشِ وَإقَامَةِ الصَّلاةِ وَنُزُولِ الغَيْثِ
“Burulah manjurnya doa ketika perang berkecamuk, iqamah salat, dan turunnya hujan.”