Ikhbar.com: Unggah-ungguh menjadi tradisi luhur yang tumbuh dalam keseharian masyarakat Indonesia. Sikap sopan santun terhadap orang dengan usia lebih tua maupun kepada guru menjadi semacam keharusan dalam aturan yang tak pernah tertulis.
Sayangnya, kebiasaan baik itu mulai menghadapi dua tantangan sekaligus. Pertama, munculnya kelompok-kelompok yang menyangsikan, bahkan mengharamkan perilaku mulia itu karena dianggap tidak terdapat dalam ajaran Islam. Kedua, adanya degradasi moral pada generasi muda lantaran terpapar budaya luar.
Padahal, menghormati orang yang lebih tua dan orang-orang yang pernah memberikan pengetahuan merupakan anjuran Islam. Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
إِنَّ مِنْ إِجْلاَلِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِى الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ
“Sesungguhnya termasuk dalam pengagungan terhadap Allah adalah memuliakan seorang Muslim yang lebih tua.” (HR. Abu Dawud).
Dalam hadis lainnya, Nabi Saw bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi orang yang lebih muda dan tidak mengetahui hak-hak orang yang lebih tua.” (HR. Al-Hakim).
Baca: Kedudukan Paman dalam Islam
Tradisi cium tangan di masa Nabi
Penghormaan terhadap guru dan orang tua, salah satunya dengan tradisi cium tangan sebenarnya telah dicontohkan para sahabat Nabi Saw. Ibnu Umar berkata:
وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ فِي سَرِيَّةٍ مِنْ سَرَايَا رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ قِصَّةً قَال : فَدَنَوْنَا مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia pernah ikut dalam salah satu pasukan infantri Rasulullah Saw, kemudian ia menuturkan sebuah kisah dengan berkata, ‘Kemudian kami mendekati Nabi dan mengecup tangannya.” (HR. Abu Dawud).
Menurut Muhyiddin Syaraf An-Nawawi atau Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, mencium tangan orang yang saleh, zuhud, alim, dan yang semisalnya dari orang-orang ahli akhirat adalah sunah. Namun, mencium tangan seseorang karena kekayaan atau kedudukannya adalah makruh.
يُسْتَحَبُّ تَقْبِيلُ يَدِ الرَّجُلِ الصَّالِحِ وَالزَّاهِدِ وَالْعَالِمِ وَنَحْوِهِمْ مِنْ اَهْلِ الآخِرَةِ وَأَمَّا تَقْبِيلُ يَدِهِ لِغِنَاهُ وَدُنْيَاهُ وَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا بِالدُّنْيَا وَنَحْوِ ذَلِكَ فَمَكْرُوهٌ شَدِيدَ الْكَرَاهَةِ
“Disunahkan mencium tangan laki-laki yang saleh, zuhud, alim, dan yang semisalnya dari ahli akhirat. Sementara mencium tangan seseorang karena kekayaan, kekuasaan, dan kedudukannya di hadapan ahli dunia dan semisalnya, hukumnya adalah makruh dan sangat dibenci,” tulis Imam Nawawi.
Baca: Usia 40 Tahun menurut Al-Qur’an
Mengambil berkah dan niat baik
Lebih dari itu, bahkan Imam As-Sarakhsi dan sebagaian ulama kontemporer membolehkan untuk mencium tangan orang alim dalam rangka mencari keberkahan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Az-Zaila’i dalam Tabyinul Haqaiq Syarhu Kanzid Daqaiq.
وَرَخَّصَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ شَمْسُ الْأَئِمَّةِ السَّرَخْسِيُّ وَبَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ تَقْبِيلَ يَدِ الْعَالِمِ أو الْمُتَوَرِّعِ على سَبِيلِ التَّبَرُّكِ
“Syekh Al-Imam Syamsul Aimmah As-Sarakhsi dan sebagian ulama yang belakangan memberikan rukhshah dengan membolehkan mencium tangan orang yang alim atau wara dengan tujuan untuk bertabarruk.”
Sementara itu, Syekh Ahmad as-Syarbashi dalam Yas’alunakan fi ad-Din wa al-Hayah menyimpulkan, apabila mengecup tangan itu dimaksudkan dengan tujuan yang baik, maka (perbuatan itu) menjadi baik. Namun, jika perbuatan itu digunakan untuk kepentingan dan tujuan yang jelek, maka termasuk perbuatan yang terhina. Sebagimana perbuatan baik yang diselewengkan untuk kepentingan yang tidak dibenarkan.
Senada, Syekh Mansur Al-Bahuti dalam Kasysyaful Qina’ an Matnil Iqna berpendapat:
فَيُبَاحُ تَقْبِيْلُ الْيَدِ وَالرَّأْسِ تَدَيُّنًا وَإِكْرَامًا وَاحْتِرَامًا مَعَ أَمْنِ الشَّهْوَةِ
“Maka dibolehkan mencium tangan dan kepala karena alasan keagamaan dan penghormatan, disertai rasa aman dari syahwat.”
Sedangkan Ibnu Muflih dalam Al-Adab al-Syariyyah mengatakan:
فَأَمَّا تَقْبِيلُ يَدِ الْعَالِمِ وَالْكَرِيمِ لِرِفْدِهِ وَالسَّيِّدِ لِسُلْطَانِهِ فَجَائِزٌ
“Mencium tangan orang alim dan orang dermawan karena pemberiannya, serta pemimpin karena kekuasaannya, maka diperbolehkan.”
Alhasil, mencium tangan orang tua maupun guru menurut pandangan ulama bernilai sunah. Dengan syarat, tindakan tersebut harus dilandasi murni penghormatan dan niat baik.