Ikhbar.com: Lembaga kajian ekologi dan konservasi lahan, Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) mengungkapkan, sebesar 93% air sungai di Indonesia telah tercemar mikroplastik dan unsur-unsur berbahaya lain yang ditimbulkan sampah. Pasalnya, sungai kerap digunakan sebagian masyarakat sebagai tempat pembuangan baik dari sisa produksi rumah tangga hingga limbah yang berasal dari pabrik-pabrik.
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Ny. Hj. Dr (Cand) Siti Qori’ah Mujtahid mengatakan, kebiasaan membuang sampah itu sebenarnya mereka lakukan bukan tanpa sadar. Mereka, para pelaku sebenarnya paham bahwa itu adalah perbuatan yang tidak benar dan tercela.
“Jadi, mereka sendiri menganggap kebiasaan itu aib yang memalukan. Buktinya, warga-warga yang membuang sampah di sungai itu melakukannya pagi buta, dengan membawa sebungkua kresek, misalnya, dia mengendap-endap demi tidak diketahui orang lain,” katanya, dalam Hiwar Ikhbar #14 bertema “Jihad Tata Kelola Sampah ala Ibu Qori’ah” di Pondok Pesantren Hamalatudzikra Putatpayung, Cirebon bersama Ikhbar.com, Sabtu, 9 September 2023.
Baca: Teladan Tata Kelola Sampah ala Ibu Qori’ah
Dari penekanan dampak hingga pola pikir
Menurut Ibu Qori’ah, sapaan akrabnya, kebiasaan buruk itu terus terjadi bisa disebabkan dua hal. Pertama, para pelaku masih belum menyadari betul bahwa dampak dari timbulan sampah bisa berbahaya bukan hanya untuk satu dua orang, tetapi bagi seluruh masyarakat, umat manusia, dan keberlangsungan bumi.
“Atau meskipun sudah tahu dampaknya, tapi mereka masih menganggap sepele dengan dalih hanya membuang satu-dua kantung. Padahal, jumlah itu akan sangat fantastis jika dikalikan berapa hari kebiasaan itu telah dilakukan, ditambah berapa orang yang juga ikut membuang sampah di sungai,” katanya.
Kedua, minimnya kesadaran untuk mengurangi timbulan sampah dengan cara mengubah pola pikir. Hal ini juga turut disumbang dengan kebiasaan masyarakat yang semakin konsumtif.
Baca: Syiar Agama sebagai Jalan Penyadaran Tata Kelola Sampah
“Jadi, akar masalah dari lemahnya tradisi tata kelola sampah di lingkungan kita adalah belum adanya kebiasaan rethink (berpikir ulang). Pola ini dibutuhkan agar kita tidak gampang membeli barang yang pada akhirnya turut memperbesar jumlah sampah yang dihasilkan manusia di setiap harinya,” ujar Ibu Qori’ah.

Meskipun begitu, Ibu Qori’ah yakin, kebiasaan membuang sampah sembarangan ini bisa ditekan melalui banyak jalur. Pertama, bisa melalui pendidikan. Kedua, kampanye dan edukasi di masyarakat. Ketiga, melalui syiar keagamaan.
“Selain sudah tertera jelas di Al-Qur’an melalui QS. Ar-Ruum ayat 41, kita juga bisa membaca lagi hasil Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU tahun 2019 di Kota Banjar. Di sana, para kiai menetapkan bahwa membuang sampah sembarangan dihukumi haram. Fatwa serupa juga dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2014. MUI menegaskan, membuang sampah sembarangan dan/atau membuang barang yang masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan diri maupun orang lain hukumnya haram,” katanya.