Ikhbar.com: Puasa arafah adalah puasa sunah yang dilaksanakan pada pada tanggal 9 Zulhijah. Sedangkan puasa tarwiyah dilakukan sehari sebelumnya, yakni tanggal 8 Zulhijah. Keduanya sangat dianjurkan bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji.
Selain waktu pelaksanaan, puasa arafah dan tarwiyah juga memiliki sejumlah perbedaan lain yang penting untuk diketahui.
Baca: Kita Semua Pernah Menjawab Panggilan Haji
Perbedaan keutamaan
Seorang Muslim yang melaksanakan puasa arafah, niscaya ia akan menerima pengampunan dosa setahun yang terlalui. Keutamaan puasa Arafah itu disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Qatadah Ra, Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية
“Puasa hari arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lepas dan akan datang, sementara puasa asyura (10 Muharam) menghapuskan dosa setahun yang lepas” (HR. Muslim).
Lain halnya dengan puasa tarwiyah. Dasar pelaksanaan puasa ini adalah sebuah redaksi hadis yang menyebutkan bahwa puasa pada tersebut bisa menghapuskan dosa satu tahun.
صوم يوم التروية كفارة سنة وصوم يوم عرفة كفارة سنتين
Meskipun hadits ini tergolong daif (kurang kuat riwayatnya), para ulama memperbolehkan mengamalkannya dalam kerangka fadla’ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), selama hadis tersebut tidak berkaitan dengan masalah akidah dan hukum.
Hari-hari pada 10 pertama bulan Zulhijah memang istimewa. Ibnu Abbas Ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك شيء
“Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah daripada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Zulhijah. Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, walaupun jihad di jalan Allah?’ Rasulullah menjawab, ‘Walau jihad di jalan Allah, kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian kembali tanpa membawa apa-apa.” (HR Bukhari).
Baca: Bacaan Talbiyah Haji Lengkap dengan Terjemahannya
Bacaan niat
Niat puasa arafah dan tarwiyah sama-sama bisa diucapkan pada malam hari, atau pagi hari jika belum mengonsumsi apa pun atau melakukan hal-hal yang merusak puasa. Hal itu karena puasa ini adalah puasa sunah. Berbeda dengan puasa wajib yang diharuskan untuk diucapkan pada malam hari sebelum fajar menyingsing.
Puasa arafah bisa diniatkan dengan ucapan berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ‘Arafata Sunnatan Lillahi Ta’ala.
“Aku berniat puasa sunnah Arafah karena Allah Ta’ala.”
Sedangkan niat puasa tarwiyah adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillâhi ta’ala.
“Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah Ta’ala.”
Baca: Pemerintah Tetapkan Iduladha Jatuh pada 17 Juni
Pengaruh geografis
Puasa arafah dan tarwiyah sangat dianjurkan untuk merasakan nikmat yang sedang dirasakan oleh para jemaah haji yang sedang menunaikan ibadah di Tanah Suci. Keutamaan puasa di bulan Zulhijah didukung riwayat yang menyatakan bahwa tidak ada hari yang lebih dicintai oleh Allah untuk beramal saleh daripada sepuluh hari pertama Zulhijah (HR Bukhari).
Jika terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan Zulhijah antara pemerintah Arab Saudi dan Indonesia, umat Islam di Indonesia dianjurkan melaksanakan puasa arafah dan tarwiyah sesuai dengan ketetapan pemerintah setempat. Ini dikarenakan perbedaan posisi geografis yang menyebabkan perbedaan penampakan hilal.
Puasa adalah amalan yang sangat utama dan dipilih Allah untuk diri-Nya. Dalam hadis Qudsi disebutkan:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Segala perbuatan manusia adalah (kembali) untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya.”
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun.” (HR. Bukhari Muslim).