Ikhbar.com: Haji menjadi rukun istimewa dalam ajaran Islam. Tidak seperti ibadah lainnya, berziarah ke Tanah Suci perlu dilandasi dengan asas isitha’ah alias kemampuan seseorang.
Allah Swt berfirman:
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 97).
Istitha’ah yang dimaksud bisa terdiri dari sisi kesehatan, finansial, keamanan, dan seterusnya. Saking ketatnya prasyarat tersebut, banyak ulama menyebut bahwa kemampuan berhaji benar-benar berdasarkan panggilan Allah Swt.
Baca: Syarat Kemampuan Haji menurut para Imam Mazhab
Panggilan haji
Pemahaman haji sebagai sebuah panggilan dimulai dari kisah Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As. Tepatnya, setelah kedua manusia suci itu saling bahu-membahu saat menjalankan perintah Allah Swt untuk meninggikan fondasi ka’bah.
Mereka mengangkut bebatuan dari gunung Hira, Lubnan, al Judi, Thurisina, dan Thurzetta demi bisa mewujudkan “rumah Allah” tersebut.
Setelah usai dan ka’bah telah berdiri kokoh. Allah Swt berfirman:
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ
“(Wahai Ibrahim, serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 27).
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid atau masyhur dengan nama Imam Ath Thabari dalam Tarikh al Umam wa al Muluk mengisahkan, kala mendapatkan wahyu tersebut, Nabi Ibrahim menjawab:
“Wahai Tuhanku, suaraku tidak mampu memanggil hingga jauh.”
“Serulah! Aku yang akan menyampaikan,” jawab Allah swt.
Mendapati perintah itu, Nabi Ibrahim pun segera melantangkan suaranya, “Wahai manusia! Sesungguhnya Allah mewajibkan atas kamu haji ke Baitullah.”
Dan ternyata seluruh makhluk yang ada di bumi dan langit mendengar seruan itu.
Baca: Bacaan Talbiyah Haji Lengkap dengan Terjemahannya
Jawaban semesta
Masih dalam kitabnya, Imam Ath Thabari menceritakan bahwa saat Nabi Ibrahim As menyampaikan seruan haji, ia menghadap ke negeri Yaman. Dari arah itulah lantas terdengar semacam jawaban, “Labbaik Allahumma labbaik…!” (Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah!).
Nabi Ibrahim tak melakukan sekali. Ia berbalik ke arah barat dan melantangkan kembali seruan yang sama. Hingga dari arah tersebut, muncul pula jawaban, “Labbaik Allahumma labbaik…!”
Salah satu sahabat Nabi Muhammad Saw, Ibnu Abbas, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir mengatakan, jawaban talbiyah tersebut berasal dari bebatuan, pohon, bukit-bukit, debu, atau apa saja yang mendengar panggilan tersebut.
Sementara dalam riwayat Ibn Thufail, Ibnu Abbas berkata, “Ketika seruan berhaji disampaikan kepada manusia, gunung-gunung merendahkan puncaknya dan desa-desa meninggikan datarannya untuk Nabi Ibrahim.”
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al-Anshari Al-Qurthubi dalam Al Jami’ li Ahkam al Qur’an wa al Mubayyin lima Tadhammanahu Min as Sunnah wa Ayi al Furqan menceritakan, kalimat talbiyah tidak cuma menjadi jawaban alam yang sudah berada di dunia.
Ia menulis, “Seluruh bakal manusia yang masih berada dalam tulang sulbi lelaki dan rahim perempuan, dan semua yang belum mewujud pun turut menjawab, ‘Labbaik Allahumma labbaik!”