Nasihat Nabi untuk Santri Masa Kini

Ilustrasi dua orang santri sedang berjalan. Dok olah digital IKHBAR

Ikhbar.com: Usia remaja adalah masa yang penuh potensi sekaligus tantangan. Remaja Muslim, khususnya santri dari kalangan Gen Z, penting untuk menyadari bahwa saat ini adalah babak-babak krusial dalam menentukan arah kehidupan ke depan.

Era digital yang serbacepat menawarkan berbagai peluang, tetapi juga membuka pintu pada tantangan moral dan spiritual yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, menyadur dari Al-Hadyu an-Nabawi fi Tarbiyatul Aulad fi Dhaui Al-Qur’an wa as-Sunnah karya Syekh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, berikut adalah empat nasihat sekaligus kiat dari Nabi Muhammad Saw agar para remaja Muslim mampu menjalani kehidupan yang penuh kebaikan dan kesalehan. Termasuk, di zaman modern seperti sekarang ini.

Baca: Para Santri di Zaman Nabi

Teman adalah kompas

Bagi santri Gen Z, teman tak lagi hanya berkutat pada orang yang ditemui setiap hari di sekolah atau pesantren. Kawan bisa hadir di layar ponsel, melalui media sosial atau game daring. Pengaruh pertemanan di era digital bahkan bisa lebih kuat daripada pertemuan fisik sehari-hari.

Inilah yang Nabi Muhammad Saw wasiatkan kepada para remaja Muslim agar senantiasa berhati-hati dalam memilih teman.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asyari, Rasulullah Saw bersabda, “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk laksana pembawa minyak wangi dan pandai besi. Pembawa minyak wangi bisa jadi akan memberimu wewangian, atau kamu membeli darinya, atau kamu mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi bisa jadi akan membakar bajumu, atau kamu mendapatkan aroma tidak sedap darinya” (HR. Bukhari).

Teman adalah cerminan diri. Dalam kisah masa lalu, Khalid bin Walid—salah satu panglima perang Islam terkemuka—sebelum menjadi Muslim, sempat terpengaruh oleh lingkaran Quraisy yang memusuhi Islam. Namun, setelah ia mendekat pada Rasulullah Saw dan para sahabat, hidupnya berubah drastis. Dari seorang penentang Islam, Khalid berubah menjadi pembela kebenaran yang tangguh. Ini menjadi bukti nyata betapa kuatnya pengaruh teman dalam membentuk jati diri.

Dalam QS. Al-Furqan: 27-29, Allah Swt berfirman:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيْهِ يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِى اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُوْلِ سَبِيْلًا. يٰوَيْلَتٰى لَيْتَنِيْ لَمْ اَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا. لَقَدْ اَضَلَّنِيْ عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ اِذْ جَاۤءَنِيْۗ وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِلْاِنْسَانِ خَذُوْلًا.

“(Ingatlah) hari (ketika) orang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata, ‘Oh, seandainya (dahulu) aku mengambil jalan bersama rasul. Oh, celaka aku! Sekiranya (dahulu) aku tidak menjadikan si fulan sebagai teman setia. Sungguh, dia benar-benar telah menyesatkanku dari peringatan (Al-Qur’an) ketika telah datang kepadaku. Setan itu adalah (makhluk) yang sangat enggan menolong manusia.”

Ayat tersebut secara tegas menggambarkan tentang betapa menentukannya peran seorang teman. Ibarat kompas, teman bisa mengarahkan seseorang kepada keselamatan maupun kesesatan.

Baca: Kepanjangan ‘Santri’ dalam Kamus Gen Z

Kekuatan akhlak di era digital

Perubahan dunia yang serbacepat dengan arus informasi tanpa henti menjadikan penjagaan akhlak terhadap sesama manusia menemui banyak tantangan tersendiri.

Nabi Muhammad Saw berwasiat agar pemuda Muslim, termasuk santri Gen Z, senantiasa memperbaiki akhlak mereka.

Kisah Muadz bin Jabal, salah satu sahabat muda Nabi, menjadi contoh inspiratif. Ketika hendak berangkat dalam sebuah perjalanan, Nabi Saw memberikan pesan yang penuh makna, “Perbaguslah akhlakmu terhadap manusia.”

Dalam perjalanan hidup Nabi, banyak kisah yang menggambarkan betapa pentingnya akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah kisah populer seorang perempuan Yahudi yang kerap mencaci-maki Nabi. Setiap hari, Nabi selalu bersikap sabar dan tidak pernah membalas cacian tersebut. Namun, suatu hari, di kala perempuan tersebut jatuh sakit. Nabi Muhammad Saw justru tak sungkan menjenguknya. Melihat sikap Nabi yang penuh kasih sayang itu, si perempuan Yahudi pun akhirnya masuk Islam.

Dari kisah tersebut, bisa dipahami bahwa akhlak baik bisa menjadi kunci perubahan yang besar, bahkan dalam hubungan dengan orang yang awalnya memusuhi.

Baca: 3 Gerakan Utama Santri menurut Gus Menteri

Mengendalikan lisan

Generasi Z sering kali berkomunikasi melalui media sosial (medsos) yang pada umumnya, para pengguna di sana akan sangat mudah berkata-kata tanpa filter alias pertimbangan.

Nabi Muhammad Saw memberikan peringatan keras tentang pentingnya menjaga lisan. Lidah, meskipun kecil dan lunak, bisa menjadi alat yang menghancurkan jika tidak dikendalikan.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir, Rasulullah Saw bersabda, “Jagalah lidahmu, hendaknya rumahmu membuatmu lapang, dan menangislah atas kesalahanmu.” (HR. Tirmidzi).

Suatu hari, Nabi pernah menegur seorang sahabat yang sembarangan berkata buruk kepada seorang kafir Quraisy. Rasulullah mengingatkan bahwa lisan yang tidak dijaga dapat menyebabkan seseorang masuk ke dalam neraka.

Nabi Saw bersabda, “Tidakkah orang-orang ditelungkupkan wajah mereka ke neraka kecuali akibat dari lidah mereka?” (HR. Ibnu Majah).

Di era digital, kata-kata bisa menyebar dengan cepat dan sulit ditarik kembali. Karena itu, nasihat ini penting untuk generasi Gen Z yang hidup di tengah banjir informasi dan komunikasi instan.

Baca: Karakter Sejati Santri: Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 153

Menjaga pandangan

Generasi Z juga dihadapkan pada tantangan menjaga pandangan di era keterbukaan dan media sosial yang sering kali memancing syahwat. Rasulullah Saw mengajarkan pentingnya menjaga pandangan sebagai bentuk menjaga hati dari godaan.

Kepada Ali bin Abi Thalib, Nabi Saw bersabda, “Wahai Ali, janganlah melanjutkan pandangan kepada perempuan yang bukan mahram, karena yang pertama adalah wajar, tetapi yang kedua adalah dosa.” (HR. Ahmad).

Pandangan mata sering kali menjadi awal dari dosa-dosa besar. Dalam sejarah, kisah tragis Abul-Ala’ Al-Ma’arri, seorang penyair buta, menggambarkan betapa besar pengaruh pandangan dalam kehidupan. Meskipun buta, ia menulis syair yang menggambarkan bahaya pandangan mata yang liar dengan mengatakan bahwa pandangan yang tidak terjaga akan menyeret seseorang kepada kehancuran.

Ibnu Qayyim juga memperingatkan bahwa pandangan mata merupakan akar dari segala peristiwa buruk yang menimpa manusia. Pandangan mata memunculkan lintasan pikiran, yang kemudian melahirkan syahwat, dan akhirnya menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan dosa.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.