Ikhbar.com: Bullying alias perundungan bukan problem baru dalam kehidupan sosial manusia. Perilaku tidak terpuji itu bahkan sudah ditemukan sejak masa Nabi Muhammad Saw.
Anggota Majelis Masyayikh Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA), KH Sobih Adnan menceritakan, Rasulullah Saw lazim menyaksikan perilaku buruk itu dilakukan masyarakat Jahiliyah. Salah satunya, sebagaimana dikisahkan dalam Majma al Zawa’id karya Imam Ali bin Abu Bakr Al-Haythami.
“Pada bab Makarim al akhlaq wa al-afw ‘amman zhalama, dikisahkan ada seseorang yang mengejek Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq yang kala itu sedang duduk bersama Nabi Muhammad Saw,” katanya, saat menyampaikan materi tentang dalam Masa Orientasi Santri Baru Pondok Pesantren Al-Muntadhor Babakan Cirebon, di Pendopo Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Al-Biruni Ciwaringin, Cirebon, Sabtu, 3 Agustus 2024.
Baca: Sahabat Nabi Paling Pemberani, Abu Bakar atau Ali?
Seseorang tersebut, lanjutnya, melontarkan hinaan tanpa henti. Namun, selama ejekan itu menghujani sahabatnya, Rasulullah Saw hanya diam, bahkan sesekali tersenyum.
“Sayidina Abu Bakar yang dihina berulang kali akhirnya tidak tahan juga. Beliau pun lantas membalas hinaan itu. Tetapi anehnya di saat Abu Bakar melakukan itu, Nabi Muhammad Saw langsung beranjak pergi menjauh dari Abu Bakar,” katanya.
Lantaran merasa tak enak hati melihat respons Rasulullah, Abu Bakar menghentikan balasan caci maki tersebut dan memilih mendekati Nabi Saw untuk meminta penjelasan.
“Ya Nabi, Anda dari tadi duduk bersamaku. Mengapa sewaktu ada orang yang menghinaku, Nabi hanya diam? Tapi langsung beranjak pergi di saat aku membalas hinaannya? Apakah aku salah bersikap begitu?” tanya Abu Bakar, katanya.
Rasulullah pun menatap balik Abu Bakar dan bersabda. “Jadi begini, ketika kamu diam saat dihina, maka ada malaikat duduk di sampingmu. Malaikat pun membalas hinaan orang itu. Namun, di saat kamu membalas caciannya, malaikat pergi dan setan duduk di sampingmu, lalu menggodamu. Nah, aku tak ingin duduk di samping setan. Oleh karenanya aku pergi.”
Baca: Pesantren Rumah Keakraban, bukan Perundungan
“Kanjeng Nabi melanjutkan nasehatnya, ‘Sahabatku, ada tiga pekara yang seluruhnya benar. Pertama, seseorang yang dizalimi, tetapi ia tidak membalas dan menyerahkannya kepada Allah. Kedua, orang yang memberi sesuatu dengan maksud menyambung silaturrahim. Ketiga, seseorang yang memberikan sebagian hartanya untuk pengemis,” kisahnya.
“Jadi, bullyng itu jelas perilaku yang sangat dilarang Nabi Saw. Bahkan, dengan dalih membalasnya pun kita tidak diperbolehkan,” ujar sosok yang juga menjabat Mudir Aam Ikhbar Foundation tersebut.