Ikhbar.com: Hari-hari berjalan sebagaimana biasanya. Ramadan di Glasgow, Skotlandia sekilas tampak cuek dan dingin, bahkan hingga menyentuh 7 derajat celcius.
Meski begitu, Jati Savitri Sekargati, mahasiswi doktoral Media and Journalism di Glasgow Caledonian University, justru merasa tertantang saat menjalani ibadah puasa di kota terbesar di Skotlandia itu. Jati, sapaan karibnya, menjelaskan, Ramadan yang jatuh pada awal musim semi kali ini membuat durasi puasa kian memanjang di setiap harinya.
“Durasi puasa 15 hingga 16 jam. Waktu berbuka puasa sekitar jam 20.30. Dan semakin hari jarak antara waktu berbuka dengan sahur semakin dekat,” katanya, kepada Ikhbar.com, Ahad, 16 April 2023.
Tarawih, lalu imsak kembali
Dia menceritakan, salat Tarawih lazim diselesaikan pada 23.30 waktu setempat. Sementara di jam 4 pagi, waktu sudah menujukkan imsak kembali.
“Tidak ada azan, karena masjid cukup jauh dan sangat jarang. Jadi panduannya hanya dari waktu yang sudah tertera di poster ramadan. Tidak ada festivity (kesemarakan) Ramadan seperti di Indonesia. Kita terbiasa berpuasa, sementara teman-teman warga lokal makan di hadapan kita,” ungkap Jati.

Sosok dengan segudang pengalaman broadcasting dan pertelevisian itu menyebut, jika benar-benar ingin merasakan atmosfer bulan suci Ramadan, ia dan keluarganya mesti rela berbus ria menuju masjid terdekat.
Di sana, kata Jati, ia bisa menjumpai komunitas Muslim dari berbagai negara. “Di saat berbuka puasa, takjilnya kurma dan kudapan kecil seperti samosa. Makanan berat biasanya nasi kebuli atau biryani dengan daging domba,” katanya.
Di Glasgow, sebut Jati, ada sejumlah masjid yang biasa menjadi titik kumpul favorit warga Muslim. Di antaranya, Glasgow Central Mosque, Ibrahim Masjeed, dan Paisley Mosque.
“Setiap masjid mengadakan buka puasa bersama di setiap akhir pekan dan 10 malam terakhir untuk iktikaf,” ungkapnya.

Diplomasi pisang goreng
Jelang Lebaran, para diaspora Muslim mulai merencanakan sejumlah agenda. Dari mulai pengajian, buka bersama, salat Ied, hingga halalbihalal.
“Tradisi Lebaran di sini lebih banyak diinisiasi warga Indonesia. Biasanya diselenggarakan Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya (Kibar) Greater Glasgow,” katanya.
Sementara itu, Ketua Relawan Kibar Greater Glasgow, Priyo Pamungkas menjelaskan, komunitas yang digerakannya memiliki misi untuk merekatkan persaudaraan warga Muslim di kota seluas 1.755 kilometer persegi tersebut.
“Cara yang paling sederhana tetapi cukup efektif adalah dengan membagikan pisang goreng untuk takjil masyarakat muslim di Glasgow. ‘Diplomasi Pisang Goreng‘ ini dilakukan di kampus University of Glasgow dan beberapa masjid di sekitar Greater Glasgow,” ungkapnya.
Priyo menambahkan, istilah “Diplomasi Pisang Goreng” itu muncul lantaran gerakan tersebut telah terbukti sukses menjadi pembuka komunikasi dengan komunitas Muslim di Glasgow. “Sehingga ke depannya kami harapkan bisa membawa nama baik Indonesia,” ucapnya.