Ikhbar.com: Proses penyampaian firman Allah Swt ke Baginda Nabi Muhammad Saw tidak dalam satu cara, bentuk, dan kondisi. Sejarawan Islam, Syekh Safiurrahman Al-Mubarakfuri dalam Ar Rahiq Al Makhtum menyebut, setidaknya ada tujuh model penurunan wahyu dari Allah Swt ke Nabi Muhammad, sebelum kemudian disampaikan kepada para sahabat.
Dengan menukil pendapat Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, Syekh Al-Mubarakfuri mengatakan model pertama penurunan wahyu ialah melalui mimpi yang hakiki.
“Kedua, melalui apa yang disusupkan ke dalam jiwa dan hati Rasulullah, namun, dengan tanpa bisa dilihatnya,” tulis Al-Mubarakfuri.
Hal itu, lanjut dia, persis dalam hadis Nabi Muhammad Saw:
إِنَّ رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ، فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ، وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ اِسْتَبْطَاءَ الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
“Sesungguhnya roh qudus (Jibril As), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. At-Thabarani).
Baca: Al-Qur’an Bicara Cinta
Cara ketiga ialah lewat kemunculan malaikat Jibril As langsung di hadapan Rasulullah tetapi dalam wujud seorang laki-laki.
“Lalu malaikat itu berbicara dengan Rasulullah hingga beliau bisa menangkap secara langsung. Pada proses ini, terkadang para sahabat Nabi pun bisa turut menyaksikan rupa malaikat tersebut,” kata Al-Mubarakfuri.
Yang keempat, lanjut peraih gelar kehormatan dari konferensi Liga Muslim Dunia pada 1978 itu, wahyu turun menyerupai bunyi gemerincing lonceng.
“Ini merupakan wahyu yang paling berat dan malaikat tidak terlihat oleh pandangan Nabi hingga dahi beliau berkerut mengeluarkan keringat sekali pun pada waktu yang sangat dingin dan hingga hewan tunggangan beliau menderum ke tanah jika beliau sedang menaikinya. Wahyu seperti ini sekali pernah datang tatkala paha beliau berada di atas Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasa keberatan dan hampir saja tidak kuat menyangganya,” kata dia.
Kelima, melalui rupa asli malaikat Jibril. Proses penurunan wahyu seperti ini, kata Al-Mubarakfuri, berlangsung sebanyak dua kali, sebagaimana yang digambarkan dalam QS. An-Najm: 6-10:
ذُوْ مِرَّةٍۗ فَاسْتَوٰىۙ (٦)
“… lagi mempunyai keteguhan. Lalu, ia (Jibril) menampakkan diri dengan rupa yang asli.”
وَهُوَ بِالْاُفُقِ الْاَعْلٰىۗ (٧)
“Ketika dia berada di ufuk yang tinggi.”
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلّٰىۙ (٨)
“Dia kemudian mendekat (kepada Nabi Muhammad), lalu bertambah dekat.”
فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ اَوْ اَدْنٰىۚ (٩)
“Sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi).”
فَاَوْحٰىٓ اِلٰى عَبْدِهٖ مَآ اَوْحٰىۗ (١٠)
“Lalu, dia (Jibril) menyampaikan wahyu kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad) apa yang Dia wahyukan.”
Keenam, proses penyampaian wahyu di atas lapisan-lapisan langit pada malam Mikraj yang berisi kewajiban salat dan lainnya.
Kemudian, ketujuh, Allah berfirman secara langsung dengan Rasulullah tanpa perantara, sebagaimana Allah berfirman dengan Nabi Musa.
“Sebagian pakar menambahi dengan model dan tingkatan wahyu kedelapan, yaitu Allah berfirman langsung di hadapan Rasulullah tanpa ada tabir (penghalang). Ini termasuk masalah yang dipertentangkan orang-orang salaf maupun khalaf,” tulisnya.