Oleh: Sofhal Adnan, al-Hafiz (Pemimpin Redaksi Ikhbar.com)
SEMUA keterangan tentang cinta bisa benar bagi perumusnya. Meski demikian, definisi cinta tidak akan pernah utuh karena ia adalah kerja jiwa atau ruh.
Demikian disampaikan pakar tafsir Al-Qur’an, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Jawabannya Adalah cinta (2019).
“Karenanya, jika manusia dikumpulkan dan ditanya soal cinta, nyaris dapat ditebak jawabannya tak ada yang sama,” tulis Quraish Shihab.
Di sisi lain, lanjutnya, salah satu yang mengakibatkan panjang dan beragamnya
pengertian cinta adalah karena objeknya bermacam-macam. Ada cinta kepada
Allah Swt, ada juga kepada manusia. Bahkan ada cinta kepada Tanah Air, binatang, dan benda-benda tak bernyawa.
“Masing-masing cinta itu memiliki subtansi dan indikator yang dapat berbeda antara satu dengan yang lain,” katanya.
Cinta dalam konteks antarsesama adalah dialog. Karena itu, Prof. Quraish mendefinisikan cinta antarmanusia dengan sebuah ungkapan “Cinta adalah dua dialog antara dua aku”.
Tafsir cinta di dalam Al-Qur’an
Saking luhurnya cinta, dalam Tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab menyebut cinta sebagai prinsip dasar dalam perjalanan menuju Allah.
Menurut dia, setiap keadaan yang dialami oleh pejalan itu adalah tingkatan-tingkatan dalam mencintai-Nya. Dan cinta tidak bisa hancur selama ia digunakan untuk menelusuri perjalanan menuju Sang Maha Cinta.
Quraish Shihab menjelaskan, cinta terhadap sesuatu itu sifatnya beragam. Ada cinta yang cepat datangnya, namun cepat pula bosannya. Ada pula yang lambat datangnya, lambat pula layunya. Dan ada juga cinta yang datangnya cepat dan layunya lambat. Tapi yang terbaik di antara semua itu ialah cinta yang datang dengan cepat dan bertahan sampai kapanpun. Itulah cinta yang selalu disandarkan kepada Allah.
Di dalam Al-Qur’an, sering kali istilah cinta disebut dengan kata Al-Hubb (الحب) yang berasal dari akar kata ahabba-yuhibbu-mahabbatan أَحَبَّ – يُحِبُّ –مَحَبَّةً
Kata tersebut setidaknya memiliki arti suka, cinta, senang, mencintai secara mendalam, atau bahkan perasaan enggan kehilangan apa yang disukainya. Bisa juga, Hubb diartikan dengan cinta yang memiliki ketertarikan yang kuat terhadap sesuatu.
Dalam Al-Mu’jam al-Fahras li Alfadz al-Quran al-Karim dijelaskan, kata al-hubb disebut di dalam Al-Quran sebanyak 28 kali. Penyebutan itu pun ditemukan dalam bentuk yang beragam.
Menurut Abd al-Karim bin Hawazin Al-Qusyairi dalam Al-Kasyfu wal Bayan menjelaskan bahwa cinta adalah suatu hal yang mulia. Bahkan, Allah Sang Maha Cinta ketika menyaksikan cinta hamba-Nya, maka Allah pun memberitahukan cinta-Nya kepada seorang hamba tersebut.
Dalam Al-Mufradati fi Gharib al-Qur’an menyebut kata hibbu (حِبّ) memiliki arti orang yang bergembira atas cintanya, habab (حَبَب) berarti gigi yang tersusun rapi sebagai perumpaan cinta, istihbab (استحباب) berarti mencari dan memilih seseorang dengan melihat hal yang bisa mengantarkan pada rasa cintanya, hubab (حُباب) berarti gelombang air.
Aneka makna cinta dalam Al-Qur’an
Memang, secara umum kata Hubb memiliki arti cinta. Namun Al-Raghib al-Ashfahani dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an menyebutkan penggunaan kata Hubb bukan melulu soal cinta. Namun, bisa juga mengandung makna-makna sebagai berikut:
Lebih dari sekadar kehendak atau keinginan
Ayat yang menegaskan bahwa cinta bukan sekadar kehendak adalah QS. At-Taubah: 23:
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُوٓاْ ءَابَآءَكُمۡ وَإِخۡوَٲنَكُمۡ أَوۡلِيَآءَ إِنِ ٱسۡتَحَبُّواْ ٱلۡڪُفۡرَ عَلَى ٱلۡإِيمَـٰنِۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Soal tafsir, mufasir sekelas Al-Thabari dalam Jami’u al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an menerangkan, kalimat إِنِ ٱسۡتَحَبُّواْ ٱلۡڪُفۡرَ bermakna memilih kekufuran dengan membenarkan dan mengakuinya.
Pendapat tersebut dikuatkan dengan penjelasan Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah yang menjelaskan bahwasannya kata istahabbu mengandung makna adanya cinta terhadap sesuatu atas dasar pemaksaan. Dengan demikian, kata dia, makna kecintaan pada kekufuran lahir dari pemaksaan.
Rasa suka yang menjerumuskan kelalaian
فَقَالَ إِنِّىٓ أَحۡبَبۡتُ حُبَّ ٱلۡخَيۡرِ عَن ذِكۡرِ رَبِّى حَتَّىٰ تَوَارَتۡ بِٱلۡحِجَابِ
“Maka ia berkata: “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik [kuda] sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan”. (QS. Shad: 32).
Suatu waktu, Nabi Sulaiman AS begitu terpana akan indahnya kuda. Sehingga, kekaguman kepada kuda tersebut dikhawatirkan akan melupakan dirinya untuk berzikir kepada Allah.
Dalam Tafsir Al-Jalalain, Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti menafsirkan ayat ini dengan bersenang-senang terhadap barang yang baik berupa kuda, hingga lupa untuk berzikir kepada Rabb-Nya (melakukan salat ashar) hingga tenggelamnya matahari.
Menyukai orang yang taat
فَبِمَا رَحۡمَةٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159).
Dikutip dari tafsir Kementerian Agama (Kemenag) RI dan Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan sikap sabar, lemah lembut, rasa rahmat, belas kasihan, dan cinta kasih Rasulullah Saw dalam memimpin.
Sikap lemah lembut yang diperlakukan Rasulullah itu disebabkan karena beliau memandang perang bukan sebagai tujuan. Melainkan hanya sarana atau media.
Saat itu, Rasulullah mengajak masyarakat untuk mengamalkan ajaran Islam dan menciptakan kehidupan yang tertib dan damai.
Bermakna keimanan
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ فِيكُمۡ رَسُولَ ٱللَّهِۚ لَوۡ يُطِيعُكُمۡ فِى كَثِيرٍ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ لَعَنِتُّمۡ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَـٰنَ وَزَيَّنَهُ ۥ فِى قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلرَّٲشِدُونَ
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan, benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (QS. Al-Hujurat:7).
Kata habbaba dalam ayat tersebut menggambarkan kesenangan terhadap sesuatu terlepas baik buruknya sesuatu itu. Akan tetapi, bagi sorang yang beriman maka ia akan cinta pada sesuatu yang berbau keimanan.
Seorang yang beriman akan membenci tiga hal, yaitu al-kufr (kekafiran), al-fusuq (kefasikan) dan al-isyyaan (kemaksiatan).