Wahai Guru PAUD, Ini Saran Pendidikan Anak Usia Dini dari Ibnu Sina

Lukisan karya Walenty z Pilzna yang menceritakan kedekatan Ibnu Sina dengan dunia kedokteran dan pendidikan anak. Dok KRAKOW

Ikhbar.com: Banyak orang mengenal Ibnu Sina hanya sebagai ilmuwan Muslim yang berperan penting dalam ilmu kedokteran. Faktanya, sosok bernama lengkap Abu Ali Al-Husain bin Abdullah bin Sina juga turut menghadirkan banyak rujukan bagi dunia pendidikan, terutama dalam menjelaskan konsep dan metode pengajaran yang baik berdasarkan usia anak.

Meskipun begitu, pandangan Ibnu Sina terhadap pendidikan pun memang tidak bisa lepas sepenuhnya dari perspektif kesehatan. Di dalam Al-Qanun fi al-Thibb, misalnya, ilmuwan dengan nama Latin Avicenna ini menjelaskan panjang lebar mengenai pentingnya membedakan metode pendidikan anak usia dini dengan masa remaja.

Menurut Ibnu Sina, pendidikan usia dini hingga di tingkat dasar belum mewajibkan bagi para guru untuk menghadirkan pengajaran yang bersifat keilmuan murni. Para peserta didik di usia tersebut lebih disarankan untuk diberikan pendidikan dengan muatan utama seputar olahraga, musik, dan sastra.

“Untuk olahraga memang penting bagi pendidikan dan kehidupan anak, tetapi ini harus dibedakan berdasarkan usia dan kemampuan mereka,” tulis Ibnu Sina.

Salinan tertua dari kitab Al-Qanun fi al-Thibb karya Ibnu Sina. Dok UNESCO

Baca: Kasih Sayang Guru menurut Kitab Ta’lim al-Muta’allim

Pengaruh olahraga, musik, dan sastra

Dalam Al-Kitab al-Dhahabi li-‘l-Mahrajan al-alfi li Ibnu Sina dikisahkan bahwa ilmuwan yang lahir pada 980 M itu menaruh perhatian khusus pada olahraga dan permainan lainnya sebagai metode jitu dalam pendidikan anak usia dini. Senada dengan konsep tersebut, Ibnu Sina juga menganggap bahwa musik tidak kalah sebagai media strategis dalam mengantar sebuah ilmu pengetahuan bagi anak-anak.

Ibnu Sina berpendapat, perasaan senang, tenang, dan makna yang ditimbulkan musik akan memberikan pendidikan harmonisasi bagi diri anak-anak. Dalam bab ini, Bapak Kedokteran Modern yang wafat pada 1037 M itu berbicara panjang lebar tentang musik, komposisi dan ritmenya, serta instrumen yang bisa digunakan dalam dunia pendidikan.

“Jadi, olahraga dan musik merupakan komponen metode yang paling penting pada tahap ini. Ini adalah dua metode pengajaran yang mempersiapkan anak untuk yang terorganisir pada tahap berikutnya, terutama ketika ia mencapai usia enam tahun,” tulisnya.

Dalam karyanya yang lain, yakni Kitab al-Siyasa, Ibnu Sina juga menyarankan asupan sastra dalam pendidikan anak usia dini. Menurutnya, kolaborasi antara pendidikan olahraga, musik, dan puisi menjadikannya paket lengkap dalam mengawal tumbuh kembang serta mengasah kemampuan berpikir pada anak-anak.

“Ketika persendian kuat, lidah tangkas, dan pendengarannya penuh perhatian, maka mereka bisa memulai belajar Al-Qur’an dan keilmuan penting lainnya,” tulis Ibnu Sina.

“Anak-anak harus menguasai rajaz (puisi) dan qasida (ode klasik). Tetapi rajaz lebih mudah dan cepat dipelajari karena bait-baitnya lebih pendek dan ritmenya lebih ringan,” sambungnya.

Menurut Ibnu Sina, carilah puisi dengan tema-tema yang baik guna mendukung anak-anak mampu menerapkan budi pekerti dalam kesehariannya. Puisi-puisi yang diajarkan harus mendorong rasa hormat mereka terhadap orang tua, perilaku-perilaku yang luhur, kasih sayang terhadap saudara, teman, dan masyarakat, serta tema-tema moral tinggi lainnya.

“Artinya, puisi yang disampaikan kepada anak adalah karya sastra yang mengandung pesan dan yang memberikan kontribusi terhadap pendidikan anak untuk memahami segala apa yang menjadi tujuan dan sumber kebahagiaan manusia,” katanya.

Baca: Mengenal Ziryab, Seniman Muslim Pengubah Selera Musik hingga Busana di Eropa

Pendidikan di masa remaja

Lebih lanjut, Ibnu Sina menyarankan bahwa pada tahap berikutnya, yakni untuk anak usia remaja, maka pengajaran yang diberikan mestinya berkaitan dengan segala hal yang menyangkut dengan pekerjaan dan kehidupan di masa depan. Siswa mulai diarahkan pada kecenderungan, minat, dan bakat yang dimilikinya.

Pada tahapan ini, para peserta didik disarankan untuk mengembangkan bakat sastranya dengan kemampuan menulis surat, berpidato, hingga menyusun sebuah argumen. Hal ini, menurutnya, penting disertakan demi menguatkan pendidikan dasar yang pernah mereka lalui.

Yang lebih menarik, Ibnu Sina tidak membedakan metode pembelajaran yang diberikan bagi anak laki-laki maupun perempuan. Padahal, Ibnu Sina hidup di tengah-tengah kultur yang masih memberikan syarat ketat terhadap klasifikasi pendidikan berdasarkan jenis kelamin.

Dalam anjuran-anjurannya itu, Ibnu Sina hanya membagi kelimuan dan pengajaran menjadi dua jenis, yakni teoritis dan praktis. Keduanya menduduki posisi yang sama penting. Teoiritis berkaitan dengan kekuatan mental dan moral peserta didik, sementara keilmuan praktis menyangkut kebutuhan di hari tua, seperti pengetahuan perdagangan, pelayaran, dan pendidikan profesi lainnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.