Ikhbar.com: Ada ingatan membanggakan di tengah kengerian nasib warga Gaza yang terus menderita akibat kezaliman Israel, yakni banyaknya ilmuwan dan tokoh berpengaruh yang pernah dilahirkan di tanah Palestina. Salah satunya adalah Muhammad bin Ahmad Shamsuddin Al-Muqaddasi, yang juga dikenal sebagai Al-Maqdisi.
Al-Muqaddasi merupakan seorang pelopor sekaligus ahli geografi Arab yang lahir di Yerusalem, pada 945 M. Ia dikenal sebagai penjelajah, penulis, serta ilmuwan sosial Islam.
Nama Al-Muqaddasi diambil dari kota kelahirannya, Al-Quds atau Yerusalem, Palestina. Al-Muqaddasi terkenal berkat karyanya berjudul Ahsan at-Taqasim fi Ma’arifat al-Aqalim (Klasifikasi Terbaik Ilmu Pengetahuan Iklim) yang ia rilis pada 985 M.
Orientalis Inggris bidang geografi sejarah Timur Tengah pra-modern, Guy Le Strange menyebut karya Al-Muqaddasi itu sebagai warisan ilmu pengetahuan Islam yang sangat berharga.
“Deskripsinya tentang Palestina, terutama Yerusalem adalah salah satu bagian terbaik dari karyanya. Semua yang ditulis adalah buah dari pengamatannya sendiri dan uraiannya tentang tata krama dan adat istiadat di berbagai negara mengandung cap pikiran yang cerdas dan jeli, diperkuat oleh pengetahuan yang mendalam baik dari buku maupun manusia,” tulis Le Strange, dalam Palestine Under The Muslims (1890), dikutip dari Muslim Heritage, Kamis, 9 November 2023.
Baca: Khianat Barat terhadap Peradaban Islam
Kekayaan data Ahsan at-Taqasim
Ahsan at-Taqasim adalah karya geografi Arab pertama yang menghasilkan peta dalam warna alami. Buku tersebut memuat hasil pengamatan Al-Muqaddasi terhadap populasi, tradisi, dan kehidupan ekonomi berbagai penduduk negeri Muslim yang ia kunjungi selama 20 tahun.
Lewat karyanya itu, Al-Muqaddasi juga memberikan gambaran menyeluruh tentang daratan dan memberikan perkiraan jarak dari satu perbatasan ke perbatasan lainnya.
Al-Muqaddasi membagi dunia Islam dalam 14 iqlim (iklim atau wilayah) yang ia bahas dengan karakter yang berbeda-beda.

Dia membagi Ahsan at-Taqasim menjadi dua bagian. Pertama, mengupas dengan runut daerah-daerah dengan memberikan gambaran yang memadai, terutama ketika berkaitan dengan pusat kota utama. Kedua, ia melanjutkan ke topik lain, mulai dari populasi, keragaman etnis, kelompok sosial, perdagangan, sumber daya mineral, monumen arkeologi, mata uang, politik, dan sebagainya.
Pendekatan Ahsan at-Taqasim berbeda dengan karya-karya pendahulunya yang memiliki fokus lebih sempit. Sedangkan Al-Muqaddasi, melalui karyanya itu, mampu memasukkan aspek-aspek yang menarik bagi para pedagang, pelancong, dan orang-orang yang gandrung dengan kebudayaan. Oleh karena itu, Ahsan at-Taqasim tidak bisa lagi disebut sebagai karya geografi tradisional, tetapi bacaan baru yang berusaha memahami dan menjelaskan landasan serta fungsi masyarakat Islam.
Ahsan at-Taqasim disusun dengan gaya narasi selayaknya esai etnografi modern. Pasalnya, buku ini mencakup banyak gambaran sosial, tata perkotaan, dan ilmu geografi penting lainnya yang hadir pada akhir abad ke-10 M.

Baca: Al-Zahrawi, Dokter Muslim Penemu Kosmetik dan Skincare
Rujukan penentuan ibu kota
Al-Muqaddasi ialah satu tokoh yang mampu menelurkan teori perbedaan city (kota besar) dan town (kota kecil) di negara-negara Islam. Ia dapat menentukannya dengan mudah hanya lewat jenis bangunan masjid yang berdiri di daerah tersebut.
Masjid dan mimbar, menurut Al-Muqaddasi, merupakan simbol otoritas Islam. Sebagai geografer yang brilian, ia sangat tertarik dengan kondisi masyarakat Islam perkotaan, evolusi dan keberagamannya, hingga kompleksitasnya. Sebuah pencapaian yang belum terpikirkan ahli geografi sebelumnya.
Al-Muqaddasi juga dipercaya menjadi rujukan bagi negara yang ingin melakukan uji kelayakan terhadap daerah yang hendak dijadikan sebagai ibu kotanya. Dalam proyek ini, Al-Muqaddasi akan menimbang kuat dari sisi akses ekonomi hingga kekuatan pertahanan dan daya tembus musuh ke wilayah tersebut.
Al-Muqaddasi juga dinilai andal dalam melakukan studi pasar. Ia dikenal cermat dalam menggali informasi tentang besaran biaya yang dikeluarkan setiap orang untuk kesehatan di sebuah kota. Selain itu, dia juga mengorek data untuk mengetahui sumber pendapatan, baik harian maupun bulananan, serta bagaiamana pendapatan itu disalurkan.
Untuk mendapat informasi yang akurat dari sebuah kota, Al-Muqaddasi pun akan mencari data bagaimana kehidupan di sebuah tempat berlangsung. Faktor-faktor yang digalinya adalah sikap masyarakat, kebersihan, serta moralitasnya.
Selain itu, Al-Muqaddasi pun selalu mencoba untuk menghubungkan antara topografi dengan perkembangan perkotaan. Pada abad ke-10 M, ia sudah mampu meneropong masa depan Arab Saudi. Menurut dia, lautan yang terdapat di sekitar jazirah itu akan menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk mengunjunginya.