Ikhbar.com: Pernikahan merupakan tujuan dan pencapaian yang diimpikan sebagian orang kala memasuki usia dewasa. Dalam sejumlah karya sastra maupun legenda, pernikahan kerap digambarkan sebagai puncak cerita, yang menandai happy ending alias akhir yang bahagia.
Namun, agaknya hal itu tak berlaku bagi sebagian individu yang lain. Pernikahan justru adalah momok yang tak ingin dialami. Ketakutan itu kemudian menjadi tren di media-media sosial dengan istilah “Marriage is scary (pernikahan itu menakutkan).”
Sebutan itu, kini menjadi semakin akrab di kalangan anak muda, khususnya Generasi Z. Ketakutan akan pernikahan bukan hanya soal komitmen, tetapi juga beban finansial, dan kekhawatiran terhadap masa depan.
Fenomena “marriage is scary” berakar dari rasa takut gagal atau khawatir tak mampu membangun rumah tangga yang harmonis. Lebih-lebih, sejumlah influencer dan public figure memperlihatkan cerita-cerita yang menyedihkan akhir-akhir ini terkait kegagalan rumah tangga mereka. Peristiwa-peristiwa itu memicu beragam respons dan memantik ketakutan di tengah warganet muda dari mengalami hal serupa.
Baca: Jumlah Seserahan, Uang Dapur, hingga Biaya Resepsi Pernikahan menurut Fikih
Gejala tersebut terbukti melalui survei yang dilakukan The Knot Worldwide (2023). Mereka mendapati, meskipun 81% Gen Z terbuka untuk kemungkinan menikah, hanya setengah dari mereka yang “pasti” melihat pernikahan sebagai bagian dari masa depan mereka.
Sebanyak 66% menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang menarik, tetapi 2 dari 5 responden merasa bahwa pernikahan adalah tradisi yang sudah usang.
Sementara itu, sebuah survei Thriving Center of Psychology (2023) menunjukkan bahwa, 73% Gen Z merasa biaya pernikahan saat ini terlalu tinggi, yang menjadi salah satu penghalang utama untuk menikah.
Selain itu, 85% responden tidak merasa bahwa pernikahan adalah syarat untuk memiliki hubungan yang bahagia dan berkomitmen. Sekitar 17% dari Gen Z menyatakan bahwa mereka tidak merencanakan untuk menikah sama sekali, dengan alasan utama adalah kurangnya minat terhadap institusi tersebut.
Dalam riset yang diterbitkan Jurnal Komunikasi Islam (2023), sedikitnya terdapat tiga faktor yang memengaruhi keputusan Gen Z yang ragu untuk menikah. Pertama, kondisi finansial. Banyak dari mereka merasa tidak siap secara finansial untuk menikah, sehingga memilih untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan.
Kedua, tingginya angka perceraian. Kesadaran akan tingginya angka perceraian, dan masalah dalam rumah tangga, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga menjadi pertimbangan penting bagi mereka.
Ketiga, perubahan nilai dan norma. Gen Z menganggap bahwa pernikahan diliputi norma-norma kuno.
Baca: ‘Halalkan Diriku’ Adalah Ungkapan Keliru
Ibadah penuh kepasrahan
Ketakutan semacam ini bukanlah hal baru. Dalam tinjauan psikologi, gejala tersebut dinamai gamophobia, atau takut menikah dan berkomitmen.
Dari sudut pandang yang lain, ketakutan-ketakutan yang melatarbelakangi pandangan ini memperlihatkan bahwa, pernikahan dipandang hanya tentang perencanaan duniawi.
Nabi Muhammad Saw meneladankan bahwa pernikahan adalah sebentuk ibadah, yang meliputi urusan duniawi dan ukhrawi. Dalam menjalaninya, tawakal kepada Allah Swt menjadi kunci menghadapi segala kekhawatiran duniawi.
Melalui konsep tawakal, Allah menjamin rezeki dan keberkahan dalam pernikahan. Dalam QS. An-Nur: 32 Allah Swt berfirman:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Makna ayat ini menegaskan bahwa kondisi ekonomi tidak boleh menjadi penghalang bagi seseorang untuk menikah, karena Allah Swt yang Maha Pengasih selalu menyediakan jalan.
Baca: Analogi Masuk Akal Ikhtiar dan Tawakal ala Buya Said Aqil
Berikhtiar dan berdoa
Sebuah adagium mengungkapkan, “Tak ada yang ahli dalam rumah tangga.” Setiap orang memiliki tabiat dan kebiasaan yang berbeda dengan pasangannya. Oleh karena itu, menjalani hidup dengan pasangan diperlukan relasi kesalingan sebagai dasar hubungan suami istri. Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya, dan aku adalah yang terbaik kepada istriku.” (HR. Ibnu Majah).
Menikah, dalam ajaran Nabi Saw, bukan hanya soal menghalalkan hubungan seksual, tapi tentang tanggung jawab, saling menghargai, dan berbagi peran dalam rumah tangga. Prinsip inilah yang menjadikan pernikahan sebagai jalan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ketakutan terhadap masa depan sering berakar dari ketidakpastian ekonomi. Namun, dalam Islam, ada konsep yang menyemangati pasangan untuk tetap yakin akan rezeki dari Allah. Dalam kehidupan rumah tangga, rezeki tidak hanya berupa materi, tetapi juga berupa keberkahan, ketenangan hati, dan cinta yang tulus antara suami dan istri.
Jadi, ketakutan terhadap pernikahan yang berlebihan dapat diatasi dengan menyesuaikan ekspektasi duniawi, dan lebih berfokus pada tujuan ukhrawi.
Di samping itu, doa juga menjadi elemen penting dalam membangun rumah tangga yang diridai Allah. Rasulullah mengajarkan, melalui doa kita bisa memohon keberkahan dalam pernikahan, meminta ketenangan dan kesabaran.
Baca: Doa Langgeng Rumah Tangga untuk Pengantin Baru, Dibaca sebelum Tidur
Salah satu doa yang dapat diamalkan ialah QS. Ali-Imran: 38:
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهٗۚ قَالَ رَبِّ هَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةًۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاۤءِ
“Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, “Wahai Tuhanku, karuniakanlah kepadaku keturunan yang baik dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.”
Melalui doa, pasangan diingatkan untuk selalu menggantungkan harapan dan kekhawatiran mereka kepada Allah Swt.