Peneliti Sebut Gaji Ahli AI Bisa Tembus Rp162 Miliar per Tahun

Ilustrasi AI. Foto: Freepik

Ikhbar.com: Kemajuan pesat teknologi Artificial Intelligence (AI) alias kecerdasan buatan telah menciptakan lonjakan permintaan terhadap para ahli di bidang ini. Dampaknya, gaji para ilmuwan dan insinyur AI mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam laporan terbaru yang dirilis Financial Times, paket kompensasi untuk ilmuwan senior AI kini bisa mencapai antara US$3 juta (Rp48,7 miliar) hingga US$7 juta (Rp113,7 miliar) per tahun. Bahkan, sejumlah profesional top disebut menerima bayaran lebih dari US$10 juta (Rp162,5 miliar). Angka ini naik sekitar 50% dibandingkan tahun 2022 dan jauh melampaui gaji insinyur perangkat lunak tanpa latar belakang AI.

Menurut mitra di firma rekrutmen Riviera Partners, Kyle Langworthy persaingan dalam merekrut talenta AI telah meningkat tajam.

Baca: Keren! Mahasiswa Indonesia Ciptakan Alat Deteksi Berita Hoaks Berbasis AI

“Beberapa perusahaan siap melakukan apa saja demi mengamankan tenaga ahli AI untuk bergabung ke dalam tim mereka,” ujarnya, dikutip dari Economic Times pada Sabtu, 5 Juli 2025.

Tidak hanya posisi senior, kalangan ilmuwan riset AI tingkat menengah hingga atas juga menikmati kenaikan gaji. Firma perekrutan Harrison Clarke mencatat bahwa gaji di kalangan ini kini berkisar antara US$500 ribu (Rp8,1 miliar) hingga US$2 juta (Rp32,5 miliar), meningkat dari kisaran US$400 ribu hingga US$900 ribu dua tahun lalu.

Situs pelacakan gaji teknologi, Levels mengungkapkan bahwa Meta menawarkan bayaran antara US$186 ribu (Rp3 miliar) hingga US$3,2 juta (Rp52 miliar) bagi teknisi AI-nya. Sementara OpenAI memberikan gaji dari US$212 ribu (Rp3,4 miliar) hingga US$2,5 juta (Rp40,6 miliar).

Meskipun iming-iming uang besar menjadi magnet utama, sejumlah peneliti AI justru menempatkan misi dan kepemimpinan riset sebagai prioritas utama.

“Ada risiko besar ketika Anda bergabung dengan perusahaan yang hanya menjanjikan gaji besar, tetapi tak memberi ruang untuk riset mendalam seperti yang bisa dilakukan di DeepMind, OpenAI, atau Anthropic,” kata CEO Harrison Clarke, Firas Sozan.

Sinyal keras dari Meta juga menunjukkan betapa pentingnya perburuan talenta AI saat ini. Perusahaan milik Mark Zuckerberg itu disebut menawarkan hingga US$100 juta (Rp1,6 triliun) untuk menarik ahli AI kelas atas. Bahkan, Zuckerberg turun tangan langsung dengan menyusun daftar kandidat dan menghubungi mereka satu per satu.

Meski demikian, langkah ini tidak serta-merta berhasil. CEO OpenAI, Sam Altman mengkritik pendekatan Meta yang terlalu menitikberatkan pada kompensasi finansial.

“Saya rasa strategi mengedepankan uang sebagai daya tarik utama justru menciptakan budaya kerja yang lemah. Kami tidak kehilangan satu pun talenta ke Meta karena orang-orang kami bekerja bukan semata demi gaji, tapi demi misi,” tegas Altman.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.