Ikhbar.com: Bendera merah putih tampak berkibar di atas bangunan rumah yang belum dipasangi genting. Pemandangan tersebut bukan dalam rangka hari kemerdekaan atau terpasang setengah tiang demi menghormati tokoh yang baru meninggal.
Pengibaran bendera itu hanya bagian dari upacara Munggah Suwunan, yakni sebentuk rasa syukur warga karena bisa mendirikan rumah. Upacara Munggah Suwunan yang biasanya diawali tahlil dan doa bersama itu banyak ditemukan di wilayah pesisir pantai laut utara (pantura) Jawa Barat, seperti di Cirebon dan Indramayu.
Pengurus Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, Arief Nur Alamsyah menjelaskan, Munggah Suwunan secara harfiyah berarti menaikkan atap. Pasalnya, upacara ini dilakukan ketika hendak memasang rangka atap utama.
“Biasanya dilakukan di pagi hari sesuai jam, hari, dan tanggal yang ditentukan oleh tetua adat berdasarkan perhitungan primbon,” kata dia, Ahad, 21 Mei 2023.
Baca: Perlawanan Rasulullah terhadap Rasisme
Kang Arif, sapaan akrabnya, mengatakan, pengibaran bendera merah putih adalah bukti kecintaan dan penghormatan kepada Tanah Air. Sebab, rumah yang dibangun berdiri di atas dan merupakan bagian dari wilayah Indonesia.
“Hubbul wathan minal iman. Cinta Tanah Air sebagian dari iman,” sambung dia.
Umumnya, lanjut dia, ketika bendera hendak dipancangkan, pemilik rumah juga menyelipkan benda berwarna keemasan. Hal ini sebagai simbol harapan agar penghuninya memperoleh kejayaan. Lalu di sekeliling bendera digantungkan pula beberapa sisir pisang, padi, dan bermacam-macam buah atau benda lain. Semua itu memiliki makna simbolis yang berbeda-beda.
“Intinya bukan sekadar aksesori, melainkan simbol yang mengandung pitutur sekaligus harapan yang baik-baik bagi calon penghuni rumah,” pungkas dia.
Sementara itu, sesepuh Pondok Pesantren Ketitang Cirebon, KH Fathurrohman Asror menjelaskan, pengibaran bendera merah putih saat pembangunan rumah telah dilakukan sejak era kemerdekaan.
“Dalam sejarahnya, ini bagian dari perlawanan masyarakat Indonesia terhadap penjajahan kolonial Belanda,” katanya.