Ikhbar.com: Pesta demokrasi segera dimulai. Sejumlah bakal calon pemimpin bangsa sudah mulai tebar pesona demi meraup suara rakyat di Pemilu 2024.
Sudah barang tentu, masyarakat di Tanah Air pun mengidamkan terpilihnya sesosok pemimpin yang ideal. Bersamaan dengan itu, ada sejumlah harapan besar agar sang pemimpun baru mampu mewujudkan kehidupan yang lebih sejahtera dan berkeadilan.
Guna merealisasikan harapan tersebut, seorang calon pemilih perlu mengetahui kriteria pemimpin yang ideal. Ciri-ciri kepemimpinan ideal ini bisa mulai dibaca dari rekam jejak sejarah, profil personal, maupun tingkat ketegasan dalam mengambil keputusan.
Di dalam Al-Qur’an, istilah pemimpin sering kali diungkapkan dengan sebutan khalifah, imam, dan ulul amri. Meski sekilas sama, tapi penyebutan kata-kata tersebut tidak selamanya memiliki makna yang seragam. Hal itu dibuktikan dengan diksi dan konteks yang menyertai suatu kata atau istilah yang berpotensi berbeda-beda di setiap tempatnya.
Baca: [Indana] Agar Pilpres tak Jatuh Di Lubang yang Sama
Berikut ini kriteria pemimpin ideal menurut Al-Qur’an:
Memiliki kesabaran
Kesabaran dan ketabahan menjadi pokok pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Hal itu seperti yang terdapat dalam QS. As-Sajdah: 24, Allah Swt berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ اَىِٕمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْاۗ وَكَانُوْا بِاٰيٰتِنَا يُوْقِنُوْنَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.“
Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam Tafsir As-Sa’idi menyebutkan, sabar dan yakin adalah kunci untuk menjadikan seseorang sebagai pemimpin yang unggul.
Menjadi teladan
Segala tindak-tanduk pemimpin tentu akan menjadi sorotan bagi rakyatnya. Karena memang seorang pemimpin secara tidak langsung harus menjadi teladan bagi warganya. Hal itu seperti yang digambarkan dalam QS. Al-Anbiya: 73. Allah Swt berfirman:
وَجَعَلْنٰهُمْ اَىِٕمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا وَاَوْحَيْنَآ اِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرٰتِ وَاِقَامَ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءَ الزَّكٰوةِۚ وَكَانُوْا لَنَا عٰبِدِيْنَ
“Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.“
Syekh Jalaluddin Al-Mahalli dan Syekh Jalaluddin Asy-Suyuthi berpendapat bahwa kata aimmatan dapat dibaca ayimmatan, dengan makna pemimpin yang menjadi teladan dalam kebaikan.
Amanah dan adil
Seorang pemimpin juga dituntut untuk selalu berlaku adil kepada rakyatnya. Selain itu, ia harus menjalankan amanah dengan baik sesuai dengan apa yang dijanjikan dan dititipkan warganya. Seperti dalam QS. An-Nisa: 58.
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Syekh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar dalam Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir menjelaskan bahwa ayat ini mengacu kepada sikap adil dan amanah yang harus dijalankan, terutama bagi seorang pemimpin atau penguasa.
Ia menegaskan, pemimpin wajib menunaikan amanat dan mencegah kezaliman, dan senantiasa berusaha menegakkan keadilan yang telah Allah limpahkan atas amanat yang telah mereka pikul dalam kebijakan-kebijakan mereka.
Perintah ini juga penting diperhatikan bagi warganya, sehingga mereka wajib menunaikan amanat yang mereka punya dan senantiasa berhati-hati dalam menyampaikan kesaksian dan kabar berita.