Gara-gara Garam hingga Menapaki Jalan Jabir bin Hayyan

Sodium dan klorin adalah bahan kimia yang beracun, tetapi ketika bersenyawa menjadi NaCl, justru menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan.
Ilustrasi garam. PIXABAY/Congerdesign

Ikhbar.com: Ilmu kimia memiliki akar yang kuat dalam tradisi keilmuan Islam, dengan Jabir bin Hayyan sebagai salah satu pelopor utamanya. Sosok ini dikenal sebagai Bapak Kimia Modern yang tidak hanya membuka pintu eksperimen dan penelitian, tetapi juga menginspirasi generasi ilmuwan setelahnya.

Di tengah perjalanan sejarah yang kerap melupakan peran ilmuwan Muslim, seorang ahli dan praktisi kimia asal Indonesia, H Asep Supriyadi, mencoba menghidupkan kembali semangat intelektual yang diwariskan oleh Jabir tersebut.

“Jabir bin Hayyan adalah teladan besar bagi saya. Dedikasi dan kontribusinya yang monumental dalam ilmu kimia menjadi inspirasi utama saya untuk menekuni bidang ini,” ungkap Asep dalam program Sinikhbar bertajuk “Reaksi Kimiawi Santri” bersama Ikhbar.com, dikutip pada Rabu, 15 Januari 2025.

Baca: Alkimia, bukan Kimia, Cara Barat Singkirkan Peran Ilmuwan Islam

Baginya, kimia bukan sekadar ilmu pengetahuan, tetapi juga cara untuk membaca ayat-ayat Allah Swt di alam raya, sebagaimana disampaikan dalam wahyu pertama, “Iqra! (Bacalah!)”

H Asep Supriyadi di kantornya. DOK IST

Garam yang mengubah pandangan

Ketertarikan Asep pada kimia bermula sejak masa remaja. Saat SMP, buku-buku kimia milik pamannya yang seorang guru memicu rasa keingin-tahuannya.

“Waktu itu, saya membaca istilah-istilah seperti sodium klorida, kalsium hidroksida, dan asam sulfat. Walaupun belum mengerti sepenuhnya, saya merasa ini menarik,” kenangnya.

Ketertarikan ini pun berlanjut hingga masa SMA. Pelajaran kimia mulai membuatnya serius mendalami bidang tersebut. Garam dapur, yang terdiri dari senyawa sodium dan klorida, menjadi salah satu contoh yang paling membekas bagi Asep.

“Sodium dan klorin adalah bahan kimia yang beracun, tetapi ketika bersenyawa menjadi NaCl, justru menjadi sesuatu yang sangat kita butuhkan. Hal ini membuat saya semakin penasaran dengan keajaiban kimia,” jelasnya.

Baca: Al-Zahrawi, Dokter Muslim Penemu Kosmetik dan Skincare

Saat ini, Asep Supriyadi bekerja sebagai Production Supervisor di Clariant, sebuah perusahaan kimia multinasional berbasis di Swiss. Clariant memproduksi berbagai produk kimia khusus untuk kebutuhan industri minyak dan gas, biocide, surfactant, dan produk kimia lainnya yang menggunakan teknologi canggih seperti Siemens PCS7 DCS control system.

Sebagai Supervisor, Asep bertanggung jawab mengontrol peralatan proses dan reaksi kimia menggunakan teknologi dari Jerman, menyiapkan izin kerja, memastikan target produksi tercapai sesuai standar kualitas, serta mengawasi pemenuhan standar keselamatan dan kesehatan kerja (SHE).

“Industri kimia memang memiliki konotasi berbahaya, tetapi dengan pengelolaan yang tepat, bahan-bahan ini dapat memberikan manfaat luar biasa,” paparnya.

Salah satu kontribusi yang dilakukan timnya adalah mengganti bahan fatty acid dari hewani berupa minyak babi, dengan bahan nabati seperti minyak kelapa sawit untuk produk home care (perawatan rumah).

“Penelitian ini tidak hanya menghasilkan produk yang ramah Muslim, tetapi juga mendukung keberlanjutan sumber daya lokal karena Indonesia adalah salah produsen sawit terbesar di dunia,” tambahnya.

H. Asep Supriyadi saat menjadi narasumber dalam Sinikhbar bertema “Reaksi Kimiawi Santri” di Ikhbar.com. Dok IKHBAR/FSJ

Baca: Mengenal Ismail Al-Jazari, Ilmuwan Muslim Pencipta Robot Pertama di Dunia

Prinsip keislaman dan keindonesiaan

Asep meraih Diploma Teknik Kimia dari Politeknik Institut Teknologi Bandung (ITB) dan melanjutkan pendidikan hingga meraih gelar Sarjana Teknik Kimia dari Universitas Jayabaya Jakarta. Kompetensinya diperkuat dengan berbagai sertifikasi, di antaranya Certified Green Belt Lean Sigma, Certified Best Safety Employee, serta pelatihan Supervisory Skill dan Siemens PCS7 DCS control system.

Selama hampir dua dekade berkarier di industri kimia, Asep menyadari pentingnya membawa nilai-nilai Islam dalam profesionalitas kerja. Ia pernah menolak tawaran proyek besar di luar negeri demi harapan agar Indonesia dapat mengembangkan industri serupa.

“Saya berharap Indonesia bisa membangun kembali pabrik kimia yang pernah ada dan menjadi pemimpin di bidang ini,” tegasnya.

Sebagai seorang praktisi Muslim di bidang sains, Asep menekankan pentingnya menghidupkan kembali tradisi intelektual Islam di dunia modern.

“Ilmu kimia yang kita pelajari hari ini adalah warisan dari intelektual Muslim, Jabir bin Hayyan. Kita harus melanjutkan tradisi ini dan berkontribusi pada kemajuan umat manusia,” ujarnya.

Asep juga mendorong para santri untuk tidak takut menjelajahi dunia sains. “Santri sering kali merasa bahwa jalan mereka terbatas pada bidang agama saja. Padahal, ilmu pengetahuan adalah bagian dari Islam itu sendiri. Kita membutuhkan teknokrat yang memiliki dasar keislaman yang kuat,” tambahnya.

Untuk pesantren, ia berharap lembaga-lembaga pendidikan Islam mulai memperhatikan pentingnya pendidikan sains.

“Masih ada pandangan dikotomis antara ilmu agama dan ilmu umum. Padahal, keduanya saling melengkapi. Meskipun alhamdulillah, kini sudah semakin banyak pesantren yang mengajarkan sains, yang semakin besar peluang santri untuk berkontribusi di berbagai bidang,” jelasnya.

Baca: Dari Al-Farghani hingga Al-Biruni, Para Ilmuwan Muslim Peletak Dasar Astronomi Dunia

Melanjutkan warisan Jabir

Jabir bin Hayyan telah memberikan dasar-dasar ilmu kimia yang hingga kini masih relevan, seperti teknik destilasi dan kristalisasi. Namun, Asep menyayangkan minimnya pengakuan terhadap kontribusi intelektual Muslim ini di dunia Barat.

“Setelah masa Renaisans, banyak sejarah yang sengaja dikaburkan. Bahkan nama Jabir jarang diakui dalam referensi kimia modern,” katanya.

Bagi Asep, melanjutkan warisan Jabir bukan sekadar memahami ilmunya, tetapi juga menjalani nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam, seperti kesabaran dan ketekunan dalam menghadapi tantangan.

“Saya belajar bahwa setiap ujian yang kita hadapi, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan, adalah bagian dari proses yang harus dijalani dengan tawakal kepada Allah Swt. Tanpa kesabaran, kita mudah putus asa, dan tanpa tawakal, kita kehilangan arah,” tegasnya.

Asep mengingatkan bahwa dunia pekerjaan, terutama di bidang kimia yang penuh risiko, menuntut ketekunan luar biasa. Tantangan seperti target yang tinggi, tekanan kerja, atau bahkan lingkungan yang berbeda keyakinan, harus dijalani dengan semangat positif.

“Ketika kita niatkan semua untuk ibadah, Allah akan memberikan jalan keluar yang tidak kita sangka-sangka. Inilah yang membuat saya selalu percaya bahwa apa yang saya lakukan akan membawa kebaikan, baik di dunia maupun akhirat,” tambahnya.

Baca: Kerap Dianggap tak Ada, Ini Daftar Ilmuwan Perempuan Muslim Dunia

Melalui dedikasinya, Asep menunjukkan bahwa ilmu kimia bukan hanya tentang formula dan reaksi, tetapi juga tentang memahami kebesaran Allah melalui ciptaan-Nya.

“Cintailah ilmu, jadikan setiap langkah sebagai ibadah, dan percayalah bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang bersabar,” pungkasnya dengan penuh keyakinan.

Simak obrolan lengkapnya di sini:

 

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.