Ikhbar.com: Masyarakat sempat dikejutkan oleh Laporan Digital Civility Index (2020) yang menyebut warganet Indonesia merupakan pengguna paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Dalam survei bertajuk “Civility, Safety, and Interactions Online” itu, etika masyarakat di dunia maya dikatakan telah terpuruk selama lima tahun terakhir.
Rilis tersebut rupanya tidak jauh berbeda dengan apa yang ditemukan di dunia nyata. Berbagai peristiwa tentang kenakalan remaja, peningkatan aksi kriminalitas dan kekerasan, bullying, hingga judi online terus menyemburat di banyak media pemberitaan.
Jurnalis sekaligus penulis kepesantrenan, KH Sobih Adnan menyatakan, tingginya penetrasi dan pengguna internet di Indonesia yang tidak sebanding dengan ketersediaan literasi penguatan moral menjadi salah satu faktor kemunculan fenomena tersebut. Menurutnya, perlu diupayakan konten-konten yang menawarkan tentang akhlak, kesopan-santunan, unggah-ungguh, dan sejenisnya di internet maupun media sosial.
“Kita semacam sedang berada di krisis keteladanan. Sajian internet hari ini memang didominasi oleh kabar-kabar negatif yang tidak patut dijadikan pegangan dan contoh dalam keseharian,” katanya, saat menjadi pembicara dalam “Kelas Menulis Biografi Kiai Pesantren” bersama Ikhbar.com di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren, Cirebon, Sabtu, 14 Oktober 2023.
Baca: Tim Media Pesantren di Cirebon Ikuti Kelas Menulis Biografi Kiai bersama Ikhbar.com
Keteladanan kiai
CEO PT. Ikhbar Metamesta Indonesia (Ikhbar.com) tersebut menegaskan, satu komunitas yang saat ini masih sangat dipercaya dan diandalkan dalam memberikan pendidikan moral yang jitu dan saksama adalah lembaga pesantren.
“Di pesantren para santri tidak hanya diberikan pelajaran melalui kurikulum yang telah ditetapkan, akan tetapi juga melalui teladan laku hidup para kiai dan nyai di dalamnya,” kata dia.
“Di pesantren, generasi muda Indonesia ditempa soal akhlak, kemandirian, hingga keberagaman, salah satunya yang paling efektif justru lewat percontohan sikap dan dawuh (perkataan) para kiai,” ujar Direktur Lembaga Formal dan Media di Pondok Pesantren Ketitang Cirebon tersebut.
Menurut sosok yang telah malang melintang di dunia pemberitaan itu, keteladanan kiai perlu dikenalkan dan ditularkan ke luar komunitas pesantren. Para santri tidak mesti menorehkan pengabdiannya setelah lulus menempuh pendidikan, tetapi bisa dimulai sesegera mungkin melalui sumbangan-sumbangan tulisan berisi keteladanan kiai mereka masing-masing untuk diunggah di internet.
“Kiai memang mengajarkan kita tawadu, rendah hati, dan cenderung menyembunyikan segenap kebaikan yang telah dilakukannya. Tetapi mensyiarkan keluhuran-keluhuran itu kepada khalayak ramai sekarang ini sudah menjadi perkara yang cukup mendesak,” katanya.
Baca: Setahun Ikhbar.com
Keluasan ilmu
Selain keteladanan, santri juga memiliki tugas untuk meneruskan keluasan ilmu yang dimiliki kiai ke masyarakat secara lebih luas. Gagasan ini, menurutnya, bisa turut menghadirkan pilihan dan alternatif warganet terhadap sudut pandang keberagamaan Islam di Indonesia.
“Karena, di luar pendidikan pesantren, orang cenderung dihadapkan pada pilihan-pilahan mati. Dosa-pahala, surga-neraka, baik-buruk, dan sejenisnya. Sedangkan penjelasan kiai selalu lebih luas dari itu. Pesantren selalu menghadirkan alternatif dan memandang segala kasus melalui konteks yang sesuai,” jelasnya.
“Keluasan ilmu dan tradisi cara pandang kiai inilah yang juga perlu ditawarkan ke publik demi kembali memperkuat identitas masyarakat Islam Indonesia yang moderat,” sambung dia.
Bahkan, tidak hanya dalam wawasan keagamaan, saat ini, banyak juga kiai maupun nyai yang mampu memberikan komentar secara matang terkait isu-isu kontemporer, seperti tentang pemanasan global atau lingkungan, kesetaraan, pemberdayaan ekonomi, dan lainnya.
“Karena memang roh pesantren itu bukan hanya sebagai pendidik keagamaan Islam, tetapi juga sebagai pelita dalam tata laku sosial dan pemberdayaan masyarakat,” katanya.
Baca: Para Santri di Zaman Nabi
Format biografi
Sekitar 30 peserta dari sejumlah pondok pesantren di Cirebon, Jawa Barat mengikuti “Kelas Menulis Biografi Kiai Pesantren” bersama Ikhbar.com. Kegiatan yang digelar di STIT Buntet Pesantren ini bertujuan untuk menyemarakkan kembali khazanah kepesantrenan di dunia maya.
Direktur utama (Dirut) PT. Ikhbar Metamesta Indonesia (Ikhbar.com), Ustaz Agung Firmansyah mengatakan, ada delapan paket materi yang disampaikan dalam pelatihan sehari itu.
“Yakni, metodologi penulisan biografi, teknik wawancara, peliputan dan observasi, riset dan kontekstualisasi, logika bahasa dan selingkung kepesantrenan, search engine optimization (SEO) dan penulisan populer, swasunting, lalu diakhiri dengan praktik,” katanya.
Seorang peserta dari Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Muhammad Rizki Hamdan Zaini mengaku mendapat banyak pengetahuan tambahan dan motivasi setelah mengikuti pelatihan yang juga diselenggarakan dalam rangka memperingati setahun Ikhbar.com tersebut.
“Pengalaman dan pemahaman yang dibagikan narasumber sangat bermanfaat dan mendorong kami, terutama yang aktif di media pesantren untuk upgrade kemampuan menulis menjadi lebih baik lagi,” katanya.