Ikhbar.com: Quarter Life Crisis (QLC) atau krisis seperempat abad menjadi bagian dalam problem mental health alias kesehatan mental. QLC biasanya terjadi pada seseorang yang sedang menjalani transisi dari masa remaha menuju dewasa, terutama di rentang usia 20 hingga awal 30 tahunan.
Dikutip dari Bradley University, QLC adalah suatu fase ketidakpastian dalam diri seseorang yang menyebabkan uninspired (tidak bersemangat) dan disillusioned (perasaan kecewa).
“Orang dengan QLC terjebak pada pekerjaan, merasa teman-teman sebaya lebih maju dari diri sendiri, serta ketidakmampuan mempertahankan hubungan kepada pasangan, orang lain, dan kelompok sosial. Orang dengan gejala ini biasanya berada pada rentang usia 20 hingga 30 tahun,” tulis mereka, dikutip Rabu, 13 September 2023.
Baca: Bagaimana Islam Membahas Kesehatan Mental? Ini Penjelasan Nyai Rihab Said Aqil
Solusi di dalam Al-Qur’an
Dalam jurnal Analysis of the Design Concept for Handling Quarter Life Crisis with the Qur’ani Approach (2023) disimpulkan, penyebab utama QLC ialah krisis diri, krisis hikmah, dan krisis keteladanan.
“Secara umum, orang dengan gangguan QLC memiliki kekhawatiran akan masa depan dan apa yang akan terjadi dalam kehidupannya, tentang pekerjaan, hubungan, dan keputusan jangka panjang yang akan diambilnya,” jelas penelitian yang ditulis Ratu Bilqis Assyifa itu.
Di dalam kajian Islam, kekhawatiran pengidap QLC akan masa depannya itu, menurut Syekh Muhammad ‘Utsman al-Najati dalam Al-Qur’an wa ‘Ilm al-Nafs pernah terjadi pada masa pra-Islam. Saat itu, masyarakat Arab membunuh anak-anak mereka karena takut miskin.
Kebiasaan tersebut melandasi turunnya QS. Al-Isra: 31. Allah Swt berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
“Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar.”
Dalam Tafsir Kementerian Agama (Kemenag) dijelaskan, Allah Swt melarang kaum Muslimin meniru kebiasaan Jahiliah tersebut.
“Rezeki itu berada dalam kekuasaan-Nya. Dia yang memberikan rezeki kepada mereka. Apabila Dia kuasa memberikan rezeki kepada anak laki-laki, maka Dia kuasa pula untuk memberikannya kepada anak perempuan,” tulis Tafsir Kemenag.
Allah menyatakan bahwa takut pada kemiskinan itu bukanlah alasan untuk membunuh anak-anak perempuan mereka.
Dalam menghadapi QLC, umat Muslim dapat mengaplikasikan berbagai upaya berikut:
- Kuatkan iman
Fakta historis pada QS. Al-Isra: 31 itu menunjukkan krisis keimanan pada seseorang. Dengan berkurangnya iman kepada Allah, maka tak heran kecemasan tersebut muncul. Misalnya soal rezeki, padahal Allah Swt merupakan Dzat Yang Maha Pemberi rezeki, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Dzariyat: 57. Allah Swt berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ
“Sesungguhnya Allahlah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.”
- Pahami hikmah
Pengidap QLC bisa juga disebabkan kurangnya pemahaman akan hikmah. Padahal, itu merupakan hal penting bagi seseorang dalam menghadapi berbagai pergulatan pikiran dan emosi yang terdapat dalam diri.
Dalam Bahasa Inggris, hikmah disebut dengan wisdom. Menurut Cambridge Dictionary, wisdom adalah “the ability to use your knowledge and experience to make good decisions and judgments.” (kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman untuk membuat keputusan dan penilaian yang baik).
Di dalam Al-Qur’an, kata hikmah dapat ditemukan pada QS. Al-Baqarah: 269. Allah Swt berfirman:
يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ
“Dia (Allah) menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang dianugerahi hikmah, sungguh dia telah dianugerahi kebaikan yang banyak. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran (darinya), kecuali ululalbab.”
Menurut Syekh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi dalam Tafsir As-Sya’rawi, hikmah adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, serta mampu memberikan manfaat.
Sementara menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani disebutkan, yang dapat mencapai hikmah dalam kategori Al-Qur’an adalah Ulu al-Albab, yaitu orang yang sampai pada inti permasalahan, yang hatinya condong kepada Allah dengan ketetapan hati yang benar, serta menjauhi perbuatan yang menjurus pada kejahatan.
Baca: Selalu Salah di Mata Mertua? Ini Saran Ning Uswah
- Punya teladan hidup
Seseorang yang mengalami QLC cenderung tidak bisa melihat ke belakang, ia selalu mengkhawatirkan akan masa depannya. Dalam kondisi seperti ini, ada baiknya mereka kembali merenung dengan mempelajari kisah-kisah orang saleh terdahulu, utamanya Rasulullah Muhammad Saw.
Syekh Al-Gharnathi dalam Al-Tashil li ‘Ulum al-Tanzil menekankan umat Muslim untuk terus menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan. Menurutnya, dalam kondisi apapun manusia harus terus bersabar dan merenung akan kisah perjuangan Nabi Muhammad. Hal itu sebagaumana tergambar dalam Q.S. Al-Ahzab 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.”