Ikhbar.com: Seorang hakim dituntut untuk berlaku adil. Hal itu dilakukan agar setiap keputusannya saat memimpin pengadilan tidak merugikan pihak mana pun.
Menjadi seorang hakim tidaklah mudah. Merujuk pada pasal 13 UU Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menyebutkan bahawa syarat-syarat menjadi hakim yang berlaku bagi semua orang adalah sebagai berikut:
a. Warga negara Indonesia.
b. Beragama Islam.
c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
d. Setia kepada Pncasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
e. Sarjana syariah dan atau Sarjana Hukum. yang menguasai hukum Islam.
f. Sehat jasmani dan rohani.
g. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
Baca: 5 Hakim Agung pada Masa Rasulullah
Kriteria hakim menurut Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an, disebutkan juga bahwa seorang hakim harus memiliki sifat amanah. Hal itu seperti yang disebutkan dalam QS. An-Nisa: 58. Allah Swt berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Imam Al-Mwardi dalam Nukat wa al-‘Uyun menjelaskan, secara garis besar ayat tersebut berisi tentang perintah Allah Swt kepada manusia untuk amanah dalam segala hal. Baik dalam hal politik, sosial, hukum dan lain sebagainya, terutama dalam masalah hukum.
“Sebab, hukum berkaitan dengan kehidupan umat manusia,” tegas Imam Al-Mawardi.
Baca: Risalah al-Qadha, Kode Etik Hakim era Khalifah Umar bin Khattab
Pengertian amanah
Menurutnya, lafaz “amanah” seakar dengan kata “iman,” yang terambil dari kata “amn” (kaamanan atau ketenteraman). Dalam kamus-kamus bahasa, ujar Imam Al-Mawardi, kata tersebut sering diartikan sebagai lawan kata dari khawatir atau takut.
“Dari akar kata tersebut, terbentuklah berbagai kata yang lainnya. Meski mempunyai arti yang berbeda-beda, pada akhirnya semua bermuara pada makna ‘tidak menghawatirkan, aman, dan tenteram,” jelasnya.
Ulama ahli tafsir, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengartikan “amanah” dengan sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan jika tiba saatnya atau bila diminta pemiliknya.
“Amanah adalah lawan dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu,” kata Prof. Quraish.
Ia menegaskan, agama telah mengajarkan bahwa amanah atau kepercayaan merupakan asas keimanan. Hal itu berdasarkan sabda Nabi Muhammad Saw “Tidak ada iman bagi yang tidak memiliki amanah.”
“Amanah adalah sendi utama interaksi. Ia membutuhkan kepercayaan, dan kepercayaan itu melahirkan ketenangan batin yang selanjutnya menimbulkan keyakinan,” jelas dia.
Prof. Quraish menegaskan, setiap manusia telah menerima amanah secara potensial sebelum kelahirannya dan secara aktual sejak dia akil baligh. Pendapat tersebut berdasarkan QS. Al-Ahzab: 72. Allah Swt berfirman:
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh.”