Ikhbar.com: Hukum menggelar walimah atau resepsi pernikahan merupakan sunah. Disunahkan pula, kegiatan yang lazim disebut orang Indonesia sebagai hajatan itu digelar pada bulan Syawal, tepatnya setelah Lebaran.
Kesunahan itu muncul berdasarkan perkataan Sayyidah Aisyah Ra, yang menceritakan pernikahannya dengan Rasulullah Muhammad Saw dilakukan di bulan Syawal.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي…. متفق عليه.
“Dari Aisyah Ra, beliau berkata, ‘Rasulullah Saw menikahi aku pada bulan Syawal dan menggauliku (pertama kali juga) pada bulan Syawal. Lalu manakah istri-istri beliau Saw yang lebih beruntung dan dekat di hatinya dibanding aku?” (Muttafaq ‘Alaih).
Baca: Hukum Menggelar Hajatan di Bulan Syawal
Hukum menghadiri undangan
Meski hukum menggelar walimah merupakan sunah, akan tetapi memenuhi undangannya dihukumi wajib. Rasulullah Saw bersabda:
إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا
“Jika kalian diundang dalam acara walimah, maka datanglah. (HR. Bukhari Muslim).
Syekh Zakaria Al-Anshari, dalam Fath al-Wahab menegaskan:
والإجابة لعرس فرض عين ولغيره سنة
“Menghadiri undangan walimah pernikahan adalah fardu ‘ain, sedangkan menghadiri undangan walimah yang lain adalah sunah.”
Namun, karena mengejar kesunahan tersebut, banyak masyarakat yang menggelar resepsi pernikahan di bulan yang sama. Sementara bagi tamu undangan, secara tradisi ia harus membawa hadiah maupun amplop berisi uang yang harus dipersembahkan kepada pengantin maupun sahibul hajat (penyelenggara).
Baca: Jumlah Seserahan, Uang Dapur, hingga Biaya Resepsi Pernikahan menurut Fikih
Menimbang uzur atau alasan
Lantas, bagaimana hukum tidak memenuhi undangan walimah menurut kaca mata para ulama fikih?
Dalam Hasyiyah Al Qalyubi wa ‘Umairah, Syekh Syihabuddin Ahmad Al-Qalyubi dan Syekh Syihabuddin Ahmad Al-Barlis Umairah menjelaskan, hukum tidak menghadiri undangan walimah bisa ditimbang dari besarnya uzur (halangan) yang dimiliki calon tamu.
(وأن لا يحضره) أي ومن الشروط أن لا يكون طلب حضوره لخوف منه على نفس ، أو مال أو عرض أو لطمع في جاهه أو ماله أو حضور غيره ، ممن فيه ذلك لأجله بل يدعوه للتقرب أو الصلاح أو العلم أو نحو ذلك . الي ان قال…… ومن الشروط أن لا يكون من الحاضرين في محل الدعوة أحد يتأذى المدعو به إذا حضر لعداوة بينهما مثلا قال ابن حجر بخلاف عكس ذلك ولم يرتضه شيخنا ومنها التأذي بزحمة لا تحتمل عادة , ولا عبرة بعداوة بين الداعي والمدعو
“Dan hendak (boleh) tidak menghadirinya, jika sebagian syarat mengundang tamu untuk menghadiri pestanya adalah tidak mengharapkan apa-apa (harta, kepemilikan, harga diri, kado, atau memanfaatkan keagungan tamu, dan lain sebagainya) dari para tamu undangan. Aturan main dalam mengundang tamu itu ada beberapa hal, di antaranya, faktor kedekatan sebagai keluarga, faktor silaturahmi yang baik, kedekatan karena faktor ilmu, seperti halnya seorang murid mengundang guru dan sebagainya. Dan salah satu syaratnya adalah sebagai seorang tamu yang diundang untuk tidak menyakiti tuan rumah karena faktor permusuhan seumpamanya.”
Masih dari kitab sama, dipaparkan pula keterangan:
(وأن لا يحضره لخوف) منه لو لم يحضره (أو طمع في جاهه) بل يكون للتقرب أو التودد فإن أحضره أي دعاه للخوف أو الطمع المذكورين انتفى عنه طلب الإجابة
“Orang yang diundang boleh tidak menghadiri undangan karena khawatir atas merugikan diri dan sebagainya, atau pihak pengundang memanfaatkan kemuliaan tamu yang diundang seperti karena faktor jabatan dan lain sebagainya. Sebab, dasar undang-mengundang acara seperti ini mestinya karena faktor kedekatan, kasih sayang, dan seterusnya. (Maka boleh tidak datang) Jika dengan menghadirinya muncul kekhawatiran akan adanya faktor yang merugikan pada tamu atau tuan rumah, seperti jatuhnya harga diri, kejahatan, dan munculnya permusuhan antara kedua pihak.”
Keterangan itu juga diperkuat oleh Syekh Ibrahim Al-Baijuri dalam hasyiah-nya:
ومنها أن لا يكون المدعو معذورا مرخص في ترك الجماعة من نحو مرض ….الي ان قال …. لأن المقصود من الوليمة الأكل والشرب وليست كثرة الزحمة عذرا إن وجد ساعة لمدخله ومجلسه ومخرجه وأمن على نحو عرضه . اهـ
“Sebagian dari walimah adalah orang yang diundang tidak uzur yang dapat ditolerir dalam meninggalkan jemaah (kebersamaan), seperti sakit, karena maksud daripada walimah adalah makan dan minum, dan adanya kerumunan itu bukan termasuk uzur untuk menghadirinya selama ada waktu senggang untuk hadir di tempat, majelis, dan tempat keluar dari lokasi serta harga diri aman.”
Baca: 3 Nasihat Al-Qur’an untuk Pengantin Baru
Jenis-jenis uzur
Secara lebih jelas, Imam Nawawi dalam Syarh Sahih Muslim, membagi uzur yang diperbolehkan bagi seseorang untuk tidak mendatangi undangan hajatan sebagai berikut:
وأما الأعذار التي يسقط بها وجوب اجابة الدعوة أو ندبها فمنها أن يكون في الطعام شبهة أو يخص بها الأغنياء أو يكون هناك من يتأذى بحضوره معه أو لا تليق به مجالسته أو يدعوه لخوف شره أو لطمع في جاهه أو ليعاونه على باطل وأن لا يكون هناك منكر من خمر أو لهو أو فرش حرير أو صور حيوان غير مفروشة أو آنية ذهب أو فضة فكل هذه أعذار في ترك الاجابة ومن الاعذار ان يعتذر الى الداعي فيتركه
“Uzur yang menggugurkan kewajiban atau kesunahan mendatangi walimah di antaranya adalah:
Pertama, status kehalalan dalam suguhan makanan untuk para tamu tidak jelas.
Kedua, undangan walimah hanya dikhususkan untuk orang kaya.
Ketiga, kehadirannya berpotensi menyakiti orang lain.
Keempat, di dalam walimah terdapat orang yang tidak layak untuk ditemui.
Kelima, diundang karena khawatir perilaku buruk dari dirinya (terpaksa).
Keenam, diundang karena mengharap sebuah jabatan dari si tamu.
Ketujuh, diundang agar ia berkenan membantu dalam hal kebatilan. Tidak boleh ada kemungkaran dalam acara, misalnya, berupa adanya miras, alat musik (yang haram), perabot dari sutra, gambar hewan (yang dilarang syariat), dan cawan dari emas atau perak.
Segala hal di atas merupakan uzur yang memperbolehkan tidak menghadiri undangan. Sebagian uzur yang lain adalah ketika seseorang telah mengajukan alasan ketidakhadirannya pada si pengundang.”