Ikhbar.com: Masyarakat Islam menyebut resepsi atau hajatan dengan istilah walimah, yang berasal dari kata “al-walamu” yang berarti berkumpul. Sebutan ini muncul lantaran pelaksanaan sebuah resepsi identik dengan berkumpulnya banyak orang di dalam satu majelis.
Baca: Jumlah Seserahan, Uang Dapur, hingga Biaya Resepsi Pernikahan menurut Fikih
Hukum walimah
Hukum mengelar walimah merupakan sunah. Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi dalam Fathul Qarib al-Mujib menjelaskan:
والوليمة على العُرس مستحبة] والمراد بها طعام يتخذ للعرس… وأقلها للمكثر شاةٌ، وللمقل ما تيسر]
“Walimah pernikahan hukumnya disunnahkan. Yang dimaksud dalam hal ini ialah jamuan makan ketika pernikahan. Paling sedikit hidangan bagi orang mampu ialah seekor kambing, dan bagi orang yang kurang mampu, hidangannya apapun semampunya.”
Walimah akan lebih afdal jika digelar setelah akad nikah. Hal ini pernah dilakukan Nabi Muhammad Saw yang melaksanakan akad nikah di pagi hari, disambung mengadakan jamuan makan walimah di siang harinya.
Dalam Subulus Salam syarh Bulughil Maram min Jam’i Adillatil Ahkam, Imam Ash-Shan’ani memaparkan:
وصرح الماوردي من الشافعية بأنها عند الدخول. قال السبكي : والمنقول من فعل النبي صلى الله عليه وآله وسلم أنها بعد الدخول. وكأنه يشير إلى قصة زواج زينب بنت جحش ، لقول أنس : أصبح النبي صلى الله عليه وآله وسلم عروساً بزينب، فدعا القوم
“Seorang ulama madzhab Syafi’i, Al-Mawardi menegaskan bahwa walimah dilakukan setelah hubungan badan. As-Subki (ulama Syafi’iyah lainnya) mengatakan, ‘Mengaku pada praktik Nabi Saw, walimah dilakukan setelah hubungan badan.’ Keterangan beliau mengisyaratkan kisah pernikahan Zainab binti Jahsy. Sebagaimana kata Anas bin Malik, ‘Di pagi hari, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab, lalu beliau undang para sahabat’.”
Baca: Cara Mudah Menghafal Nama-nama Bulan Hijriah
Bulan baik
Sementara itu, mengenai kapan waktu terbaik menggelar walimah, salah satunya bisa merujuk hadis berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي…. متفق عليه.
“Dari Aisyah Ra ia berkata, ‘Rasulullah Saw menikahi aku pada bulan Syawal dan menggauliku (pertama kali juga) pada bulan Syawal. Lalu manakah istri-istri beliau Saw yang lebih beruntung dan dekat di hatinya dibanding aku?” (Muttafaq ‘Alaih).
Menurut Syekh Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, hadis tersebut mengandung anjuran untuk menikahkan, menikah, atau berhubungan suami-istri pada bulan Syawal. Berdasarkan hadis itu pula, para ulama dari kalangan Mazhab Syafi’i menegaskan pandangan atas kesunahan terkait pelaksanaan walimah di bulan tersebut.
Syekh An-Nawawi juga menegaskan bahwa pernyataan Siti Aisyah juga bermaksud untuk menyangkal anggapan kemakruhan menikah, menikahkan, atau berhubungan suami-istri di bulan Syawal, yang banyak diyakini masyarakat Jahiliyah.
Akan tetapi, Syawal bukanlah satu-satunya bulan yang dinilai mengandung kesunahan untuk menggelar hajatan. Bulan lain yang juga dianjurkan untuk dilangsungkannya resepsi pernikahan adalah bulan Safar. Pendapat ini berdasarkan pada riwayat Az-Zuhri yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw menikahkan putrinya, Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib pada bulan tersebut.
Syekh Abdul Hamid Asy-Syirwani, dalam Hasyiyatus Syirwani, menjelaskan:
وَقَوْلُهُ وَيُسَنُّ أَنْ يَتَزَوَّجَ فِي شَوَّالٍ أَيْ حَيْثُ كَانَ يُمْكِنُهُ فِيهِ وَفِي غَيْرِهِ عَلَى السَّوَاءِ فَإِنْ وُجِدَ سَبَبٌ لِلنِّكَاحِ فِي غَيْرِهِ فَعَلَهُ وَصَحَّ التَّرْغِيبُ فِي الصَّفَرِ أَيْضًا رَوَى الزُّهْرِيُّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجَ ابْنَتَهُ فَاطِمَةَ عَلِيًّا فِي شَهْرِ صَفَرٍ عَلَى رَأْسِ اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا مِنْ – الْهِجْرَةِ ا هـ
“Pernyataan, ‘Dianjurkan untuk menikah pada bulan Syawal’, maksudnya adalah sekiranya memungkinkan untuk dilaksanakan pada bulan tersebut, sedangkan pada bulan yang lain juga sama. Apabila ditemukan sebab untuk menikah di bulan selain Syawal, laksanakanlah. Begitu juga anjuran untuk menikah pada bulan Safar adalah sahih, dan dalam hal ini Az-Zuhri meriwayatkan hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw menikahkan putrinya, yaitu Sayyidah Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib Ra pada bulan Safar pada penghujung bulan ke dua belas dari hijrah.”