Ikhbar.com: Selain dibantu empat sahabat terdekatnya, yakni para khulafaur rasyidin, Rasulullah Muhammad Saw juga memiliki sejumlah nama yang ditunjuk sebagai hakim agung guna membantunya dalam memutuskan perkara pidana maupun persoalan fatwa hukum syariah lainnya.
Mereka adalah orang-orang terpilih yang memiliki keluhuran sikap dan kecerdasan luar biasa. Di antara yang paling menonjol dari orang-orang tersebut adalah Hudzaifah bin Al-Yaman Al-Absy, Amr bin Ash, Muadz bin Jabal, Uqbah bin Amir Al-Juhani, dan Ma’qil bin Yasar.
Hudzaifah bin Al-Yaman Al-`Absy
Ditunjuknya Hudzaifah bin Al-Yaman Al-`Absy sebagai salah satu sahabat yang menjadi kepanjangan tangan Rasulullah Saw di bidang kehakiman bukan tanpa pertimbangan.
Syekh Abdurrahman Ra’fat Al-Basya, dalam Shuwar min Hayah al-Shahabah menjelaskan, Rasulullah Saw menilai Hudzaifah memiliki tiga keistimewaan sekaligus. Yakni kecerdasan, berpikir cermat dan jitu, dan tepercaya saat diberikan sebuah rahasia.
Selain itu, Hudzaifah juga dikenal sebagai sosok yang memiliki kemampuan khusus. Sahabat yang memiliki julukan “Pemegang Rahasia Rasul” ini pandai membaca wajah. Hudzaifah mampu menebak karakter seseorang dalam sekali pandang dengan hasil yang akurat.
Berdasarkan kemampuannya itu, Hudzaifah menyimpulkan bahwa ada empat macam jenis hati yang dimiliki manusia, yakni hati yang tertutup (kafir), hati yang menolak (munafik), hati yang bersih dan di dalamnya terdapat pelita (iman), serta hati yang berisi kemunafikan sekaligus iman.
Baca: Menilik Isi Piagam Madinah, Dokumen Nasionalisme Umat dalam Sejarah Islam
Amr bin Ash
Hakim agung yang kedua adalah Amr bin Ash. Amr pernah diberikan kepercayaan untuk memutuskan persengkataan yang terjadi antara dua orang di hadapan Nabi Saw.
Dalam Al-I’tisham bab Ajru Al-Hakim Idza Ijtahada fa Ashaba aw Akhtha’a, Imam Bukhari meriwayatkan, Rasulullah Saw pernah bersabda kepada Amr:
“Wahai Amr, putuskanlah permasalahan ini.” Lalu, Amr bin Ash menjawab, “Apakah aku akan berijtihad, sedangkan baginda Rasul masih di sini?”
Mendengar jawaban itu, Rasulullah Saw bersabda, “Kalau ijtihadmu benar, maka engkau akan mendapat dua pahala. Kalau salah, engkau hanya akan mendapatkan satu pahala.”
Amr bin Ash dikenal sebagai sahabat yang kerap mengucapkan kalimat yang sarat makna. Menurutnya, ada tiga jenis manusia di dunia. Yakni manusia sempurna, separuh manusia, dan manusia yang tak bermakna.
Manusia yang sempurna adalah manusia yang lengkap secara agama dan akalnya. Ketika akan memutuskan suatu perkara, ia akan meminta pendapat orang-orang cerdas sehingga ia akan terus mendapatkan petunjuk.
Sedangkan separuh manusia, lanjut Amr bin Ash, adalah orang yang disempurnakan agama dan akalnya oleh Allah Swt. Jika hendak memutuskan perkara, ia tidak meminta pendapat orang lain dan ia berkata, “Manusia seperti apa yang mesti aku ikuti pendapatnya kemudian aku akan meninggalkan pendapatku dan mengikuti pendapatnya?” Hal ini membuatnya terkadang benar dan sesekali salah.
Sedangkan manusia yang tak bermakna adalah orang yang tidak beragama dan tidak berakal. Amr bin Ash menyebut manusia jenis ini akan selalu keliru dan terbelakang.
Muadz bin Jabal
Mu’adz bin Jabal adalah sahabat Rasulullah Saw yang dikenal sebagai pemikir cerdas. Persis seperti Amr bin Ash, Muadz pun pernah diminta berijtihad dalam memutuskan sebuah perkara.
Suatu ketika, Rasulullah meminta Muadz menjadi hakim untuk menyelesaikan urusan di Negeri Yaman. Namun, Nabi terlebih dahulu mengujinya dengan bertanya, “Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan jawaban dalam Al-Qur’an maupun Sunah?” Mu’adz pun menjawab dengan percaya diri, “Aku akan berijtihad!”
Mendengar jawaban itu, Rasulullah pun bersabda, “Mu’adz bin Jabal adalah pemimpin para ulama di hari kiamat.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah juga sering menyanjung Muadz. Sekali waktu Nabi Saw bersabda, “Wahai Mu’adz, demi Allah, aku sangat menyayangimu. Untuk kecerdasan yang kau miliki, hendaklah jangan kau lupakan untuk bersyukur dan berdoa, ‘Ya Allah, tolonglah diriku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan menjadi yang terbaik hamba-Mu.”
Baca: Mengenal Ismail Al-Jazari, Ilmuwan Muslim Pencipta Robot Pertama di Dunia
Uqbah bin Amir Al-Juhani
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Taqrîb at-Tahdzîb menceritakan sosok Uqbah bin Amir Al-Juhani sebagai seorang sahabat Nabi Saw yang cerdas. Ia juga mendapatkan gelar Al-Imam al-Muqri’ atau seorang imam panutan yang ahli qira`at.
Uqbah merupakan sahabat yang dikenal sebagai penulis, penyair, sekaligus ahli fikih. Oleh Rasulullah Saw, ia kerap diajak berdiskusi soal kebahasaan.
Kepada Uqbah, Rasulullah Saw pernah bersabda:
“Tidakkah engkau mengetahui ayat-ayat (Al-Qur’an) yang telah diturunkan malam ini yang belum pernah terlihat persamaannya sama sekali sebelumnya? Yaitu, Qul a’ûdzu birabbil falaq dan Qul a’ûdzu birabbinnâs.” (HR. Muslim).
Ma`qil bin Yasar
Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abu Aufa Al-Aslami. Ma’qil merupakan sahabat yang terlibat dalam Perjanjian Hudaibiah dan sejumlah peristiwa penting lainnya.
Dalam Ma’rifatu Ulumi al-Hadits, Syekh Abi Abdillah Muhammad bin Abdillah An-Naisaburi menjelaskan, berkat kecerdasannya dalam hukum Islam, Uqbah menjadi salah satu sahabat yang dipercaya untuk meneruskan estafet untuk menyebarkan hadis setelah Nabi Saw wafat.
Uqbah bertugas menjadi tempat berguru tentang hadis-hadis Rasulullah di Bashrah, menemani sahabat Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Utbah bin Ghazwan, Imran bin Husain, Abu Barzah Al-Aslami, Abu Bakrah, Abdurrahman bin Samurah, Abdullah bin Asy-Syakhir, dan Jariyah bin Qudamah.