Ikhbar.com: Istilah Halalbihalal hanya ditemukan di Indonesia. Tradisi tersebut dilakukan masyarakat Muslim Tanah Air saat masa-masa Lebaran Idulfitri.
Budayawan Emha Ainun Nadjib dalam Islam Itu Rahmatan Lil Alamin (2019) menyebutkan bahwa Halalbihalal lahir dari Jombang, Jawa Timur.
“Halalbihalal itu lahirnya dari Jombang. Ceritanya Bung Karno silaturahim dengan kiai Wahab dan Kiai Wahid Hasyim di Jombang. Dari obrolan mereka itulah muncul kata Halalbihalal dan minal aidin wal faizin dari perang badar,” tulis Cak Nun.
Sementara versi lain menyebutkan, istilah Halalbihalal dicetuskan oleh KH Wahab Hasbullah pada era revolusi 1948, tepatnya di pertengahan Ramadan. Saat itu Kiai Wahab dipanggil Bung Karno untuk dimintai saran ihwal situasi politik yang kurang sehat.
Setelah menghadap Bung Karno, Kiai Wahab mengusulkan untuk menyelenggarakan silaturahmi mengingat kala itu mendekati Lebaran. Namun Presiden pertama RI itu menginginkan istilah yang berbeda.
“Silaturahim kan biasa, saya ingin istilah yang lain,” pinta Bung Karno.
“Itu gampang,” jawab Kiai Wahab.
“Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturahim nanti kita pakai istilah halal bihalal,” jelas Kiai Wahab Hasbullah seperti riwayat yang diceritakan KH Masdar Farid Mas’udi dilansir dari NU Online.
Halalbihalal di masa Rasulullah Saw
Di era sahabat, terdapat tradisi yang mirip dengan Halalbihalal. Hanya saja tradisi saat itu lebih menekankan saling mendoakan. Pendapat tersebut seperti yang dikatakan Ibnu Qudaimah dalam Al-Mughni berikut:
[فَصْلٌ قَوْل النَّاس فِي الْعِيدَيْنِ تَقْبَل اللَّه مِنَّا وَمِنْكُمْ] قَالَ أَحْمَدُ، – رَحِمَهُ اللَّهُ -: وَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ الرَّجُل لِلرَّجُلِ يَوْمَ الْعِيدِ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك. وَقَالَ حَرْبٌ: سُئِلَ أَحْمَدُ عَنْ قَوْلِ النَّاسِ فِي الْعِيدَيْنِ تَقَبَّلَ اللَّهُ وَمِنْكُمْ. قَالَ: لَا بَأْسَ بِهِ، يَرْوِيه أَهْلُ الشَّامِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ. قِيلَ: وَوَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قِيلَ: فَلَا تُكْرَهُ أَنْ يُقَالَ هَذَا يَوْمَ الْعِيدِ. قَالَ: لَا. وَذَكَرَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي تَهْنِئَةِ الْعِيدِ أَحَادِيثَ، مِنْهَا، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ زِيَادٍ، قَالَ: كُنْت مَعَ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَكَانُوا إذَا رَجَعُوا مِنْ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لَبَعْضٍ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك. وَقَالَ أَحْمَدُ: إسْنَادُ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ إسْنَادٌ جَيِّدٌ. وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ ثَابِتٍ: سَأَلْت مَالِكَ بْنَ أَنَسٍ مُنْذُ خَمْسٍ وَثَلَاثِينَ سَنَةً، وَقَالَ: لَمْ يَزُلْ يُعْرَفُ هَذَا بِالْمَدِينَةِ.
Menurut Imam Ahmad, Tidak mengapa satu sama lain di hari raya Id mengucapkan: Taqabbalallahu minna wa minka. Salah seorang ulama, Harb mengatakan, “Imam Ahmad pernah ditanya mengenai apa yang mesti diucapkan di hari raya Id (Idulfitri dan Iduladha), apakah dengan ucapan, ‘Taqabbalallahu minna wa minkum’?”
Imam Ahmad menjawab, “Tidak mengapa mengucapkan seperti itu.” Kisah tadi diriwayatkan oleh penduduk Syam dari Abu Umamah.
Ada pula yang mengatakan, “Apakah Watsilah bin Al Asqo’ juga berpendapat demikian?” Imam Ahmad berkata, “Betul demikian.” Ada pula yang mengatakan, “Mengucapkan semacam tadi tidaklah dimakruhkan pada hari raya Id.”
Imam Ahmad mengatakan, “Iya betul sekali, tidak dimakruhkan. Ibnu ‘Aqil menceritakan beberapa hadis mengenai ucapan selamat di hari raya Id.
Di antara hadis tersebut adalah dari Muhammad bin Ziyad, ia berkata, “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan sahabat Nabi Saw lainnya. Jika mereka kembali dari Id (yakni Salat Id), satu sama lain di antara mereka mengucapkan, ‘Taqabbalallahu minna wa minka” Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad riwayat Abu Umamah ini jayyid. ‘Ali bin Tsabit berkata, “Aku pernah menanyakan pada Malik bin Anas sejak 35 tahun yang lalu.”
Ia berkata, “Ucapan selamat semacam ini tidak dikenal di Madinah.” Diriwayatkan dari Ahmad bahwasanya beliau berkata, “Aku tidak mendahului dalam mengucapkan selamat (hari raya) pada seorang pun. Namun jika ada yang mengucapkan selamat padaku, aku pun akan membalasnya.”
Sementara itu, seperti yang tercantum dalam Al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiyah juga pernah ditanya tentang kebiasaan manusia mengucapkan selamat hari raya, dengan beragam kalimat seperti ‘Iduka Mubarak. Apakah ini ada dasarnya? Beliau menjawab:
الْجَوَابُ: أَمَّا التَّهْنِئَةُ يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ إذَا لَقِيَهُ بَعْدَ صَلَاةِ الْعِيدِ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك، وَنَحْوُ ذَلِكَ، فَهَذَا قَدْ رُوِيَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهُمْ كَانُوا يَفْعَلُونَهُ وَرَخَّصَ فِيهِ، الْأَئِمَّةُ، كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ. لَكِنْ قَالَ أَحْمَدُ: أَنَا لَا أَبْتَدِئُ أَحَدًا، فَإِنْ ابْتَدَأَنِي أَحَدٌ أَجَبْته، وَذَلِكَ لِأَنَّ جَوَابَ التَّحِيَّةِ وَاجِبٌ، وَأَمَّا الِابْتِدَاءُ بِالتَّهْنِئَةِ فَلَيْسَ سُنَّةً مَأْمُورًا بِهَا، وَلَا هُوَ أَيْضًا مَا نُهِيَ عَنْهُ، فَمَنْ فَعَلَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ، وَمَنْ تَرَكَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
Ada pun ucapan selamat di hari raya, sebagian orang berkata kepada yang lainnya setelah salat ‘id: Taqabbalallahu minnaa wa Minkum, Ahalahullah ‘Alaik, dan semisalnya. Maka yang seperti ini telah diriwayatkan dari segolongan sahabat Nabi Saw bahwa mereka melakukannya.
Para imam pun memberikan keringanan, seperti Imam Ahmad dan lainnya, tetapi Imam Ahmad berkata: “Aku tidak akan memulainya kepada seseorang, tapi jika ada orang yang mengucapkan kepadaku, aku akan menjawabnya.”
Hal ini karena menjawab ucapan selamat itu wajib. Ada pun memulainya, bukankah sunah yang diperintahkan, tapi itu juga bukan hal yang dilarang”.
Di masa Rasulullah Saw memang tidak didapati tradisi Halalbihalal. Namun secara substansial tradisi tersebut didukung dengan banyaknya redaksi hadis yang menganjurkan untuk saling memaafkan, bersilaturahmi, dan saling mendoakan.
Meski demikian, jika seseorang melakukan kesalahan seyogyanya untuk segera meminta maaf tanpa harus menunggu momen Halalbihalal.