Ikhbar.com: Perseteruan pentolan Dewa 19, Ahmad Dhani Prasetyo dan sang mantan vokalis, Elfonda ‘Once’ Mekel cukup menyita perhatian publik. Persoalan royalti dan hak cipta menjadi pokok permasalahan yang cukup jelimet lantaran disebut belum memiliki aturan hukum yang jelas dan tegas.
Yang menarik ialah jika hukum positif mengatur hak intelektualitas seni itu lewat Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, hukum Islam mengadopsi perkara tersebut melalui kajian fikih kontemporer dengan istilah haq al-ibtikar alias kewenangan atau kepemilikan atas suatu karya cipta.
Selayaknya dalam UU yang berlaku di Indonesia, haq al-ibtikar juga mencakup dua hal, yakni haq al-iqtishadi (hak ekonomi) dan haq al-adabi (hak moral).
Imam Syatiby dalan Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam menyebut, perlindungan hak cipta termasuk ke dalam maqashid syariah (tujuan syariat Islam) kategori hifzul maal (perlindungan kepemilikan harta).
“Perlindungan ini meliputi larangan
memakan harta orang lain secara batil. Dalam ruang lingkup hak cipta berarti larangan memakan hasil dari hak milik intelektual orang lain,” tulis Imam Syatibi, dikutip pada Kamis, 27 April 2023.
Larangan tersebut sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Baqarah: 188. Allah Swt berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Dalam tinjauan hukum Islam, suatu hak cipta bisa diakui apabila telah memenuhi syarat. Pertama, sebab kepemilikan hak cipta. Usaha untuk menciptakan karya adalah salah satu sebab kepemilikan. Hal itu disamakan dengan al-‘amal (bekerja) atau membuat al-shina’ah (produk).
Kedua, pemanfaatan hak cipta. Ulama kontemporer, Yusuf Qaradhawi mengatakan, setiap individu memiliki hak kepemilikan dalam Islam, walaupun hingga seseorang tersebut menjadi kaya raya.
Syarat ketiga, pertanggungjawaban hak cipta. Pemilik hak cipta hendaknya memperhatikan tanggung jawab karyanya senantiasa berada dalam maslahat dunia dan akhirat.
Guna memastikan perlindungan hak cipta dapat terselenggara, maka diperlukan aturan-aturan yang mengikat. Pertama, perlindungan di bidang administrasi. Aturan ini memberikan kejelasan akad-akad antara pihak pencipta dengan pihak lain yang memperbanyak, mempertontonkan, dan aktivitas lain yang menimbulkan keuntungan ekonomi.
Yang kedua adalah perlindungan hukum, yakni ketentuan hukum perdata yang memungkinkan pencipta mengajukan tuntutan apabila haknya dilanggar.
Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam Fiqh al-Islam wa Adilatuhu menegaskan, tidak ada dalil yang sharih (jelas) mengenai hak cipta. “Namun, hal ini dapat disandarkan pada kaidah jalb al-maslahah (mendatangkan maslahat) atau daf’ al-mafsadah (menolak kerusakan),” tulisnya.
Menurut Al-Zuhaily, jika kemaslahatan adalah bagian dari tujuan syariat, maka melindungi hak cipta adalah sebagai upaya untuk menjaga kemaslahatan pencipta serta masyarakat pada umumnya.
Segi jalb al-mafsadah dalam perlindungan hak cipta adalah sebagai tindakan preventif agar tidak terjadi mafsadah yang lebih besar. Karena dengan perlindungan ini setiap pembuat karya cipta akan terpacu untuk terus menggali berbagai penemuan baru yang akan bermanfaat bagi manusia.
Sebaliknya, jika hak ini tidak dilindungi, tentu akan mengakibatkan berbagai kerusakan di tengah masyarakat, seperti keengganan para pembuat karya cipta untuk menciptakan karyanya. Dampak yang lebih mengkhawatirkan adalah tidak berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan karena tidak ada lagi orang-orang yang mau menciptakan berbagai penemuan dari hasil-hasil penelitiannya.