Ikhbar.com: Ketimpangan anggapan terhadap peran gender masih menjadi perdebatan hangat di kalangan umat Muslim. Padahal, ada banyak ayat Al-Qur’an yang membahas soal kesetaraan posisi laki-laki dan perempuan.
Dalam Argumen Kesetaraan Gender (1999), Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar menyebut, setidaknya ada tiga ayat di Al-Qur’an yang menyuguhkan prinsip kesetaraan gender. Yakni:
Setara sebagai hamba
Dalam QS. Az-Zariyat: 56, Allah Swt menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan mereka memiliki posisi setara dalam kapasitasnya sebagai hamba.
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Menurut Prof. Nasaruddin, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama berkesempatan untuk menjadi hamba yang ideal di mata Tuhannya melalui sebuah jalan lurus yang disebut ketakwaan.
Demi mencapai derajat takwa ini, lanjut Kiai Nasar, sapaan akrabnya, keragaman entis, budaya, gender, dan jenis kelamin, tak jadi persoalan. Asalkan seseorang mau untuk selalu berusaha patuh terhadap perintah Allah, dia akan bisa memperoleh derajat hamba yang bertakwa.
Baca: Benarkah Suami Lebih Utama Pergi Haji ketimbang Istri?
Kesempatan yang sama
Al-Qur’an juga menerangkan tentang kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam meraih prestasi. Prinsip tersebut dijelaskan Allah Swt dalam QS. Ali Imran ayat 195:
فَٱسۡتَجَابَ لَهُمۡ رَبُّهُمۡ أَنِّي لَآ أُضِيعُ عَمَلَ عَٰمِلٖ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰۖ بَعۡضُكُم مِّنۢ بَعۡضٖۖ فَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ وَأُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِمۡ وَأُوذُواْ فِي سَبِيلِي وَقَٰتَلُواْ وَقُتِلُواْ لَأُكَفِّرَنَّ عَنۡهُمۡ سَيِّـَٔاتِهِمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ ثَوَابٗا مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسۡنُ ٱلثَّوَابِ
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.”
Menurut Kiai Nasar, ayat ini turun untuk merespons kegelisahan Ummi Salamah terhadap ayat Al-Qur’an yang terkesean hanya melemparkan sapaan terhadap golongan laki-laki.
Dalam Asbabun Nuzul-nya, Imam As-Suyuti menyebutkan hadis yang menjadi latar peristiwa ini:
أَخْرَجَ عَبْدُالرَّزَّاق وسَعِيْد بن مَنْصُوْرٍ والترمذي والحاكم وابن أبي حاتم عن أم سلمةَ أنَّها قالتْ يا رَسُوْلَ اللهِ لَا أُسْمِعُ اللهَ ذَكَرَ النِّسَاءِ فِي الهِجْرَةِ بِشَيءٍ فَأَنْزَلَ الله (فَاسْتَجَابَ لَهُمْ أَنّي لَا أُضِيْعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُم مِن ذَكَرٍ وَأُنْثى)إلى أخِرِأيةٍ
“Diriwayatkan dari Umu Salamah, bahwasanya ia berkata: “wahai Rasulullah, saya tidak mendengar Allah menyebut sedikit pun, perempuan pada waktu Hijrah” lalu, turunlah (Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan) sampai akhir ayat” (HR. Abdur Razzaq, Said bin Mansur, Turmudzi, Hakim, dan Ibnu Abi Hatim)
Prof Nasar menjelaskan bahwa firman tersebut menunjukkan bahwa segala usaha senantiasa akan dikaruniai keberhasilan oleh Allah Swt tanpa memandang status gender, baik laki-laki atau perempuan.
Maka, lanjut dia, perempuan dan laki-laki, bukanlah penghalang untuk mengeksplorasi potensi yang mereka punya. Menurutnya, Allah pun memberi kemudahan yang sama pada mereka untuk meraih prestasi. Ayat-ayat lain yang mengandung prinsip ini di antaranya QS. An-Nisa’: 124, QS. An-Nahl: 97, dan QS. Ghafir: 40.
Senada dalam tanggung jawab
Prinsip kesetaraan dalam tanggung jawab tersebut ditegaskan dalam QS. Al-An’am: 165. Allah Swt berfirman:
وَهُوَ ٱلَّذِي جَعَلَكُمۡ خَلَٰٓئِفَ ٱلۡأَرۡضِ وَرَفَعَ بَعۡضَكُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٖ دَرَجَٰتٖ لِّيَبۡلُوَكُمۡ فِي مَآ ءَاتَىٰكُمۡۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ ٱلۡعِقَابِ وَإِنَّهُۥ لَغَفُورٞ رَّحِيمُۢ
“Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dalam Tafsir Al-Misbah, Prof. Quraish Shihab menjelaskan, kata khalifah menurut berarti pengganti Allah di bumi. Artinya, manusia diberi mandat oleh Allah untuk bertanggungjawab atas kesejahteraan alam raya.
Sementara menurut Kiai Nasaruddin Umar, penyebutan diksi khalifah mencakup seluruh jenis manusia, laki-laki maupun perempuan. Dengan pengertian itu, keduanya adalah setara untuk mengemban tugas menyejahterakan bumi dan seisinya.