Ikhbar.com: Ulama kharismatik, Prof. Dr. Buya KH Said Aqil Siroj mewanti-wanti agar generasi Muslim Indonesia serius dalam mempelajari kandungan Al-Qur’an. Jika dipahami secara serampangan tanpa metode yang lengkap, maka Al-Qur’an bisa disalahpahami menjadi kekeliruan yang fatal.
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mencontohkan masih banyaknya orang yang bingung dengan ayat-ayat yang menunjukkan amar (perintah) di dalam Al-Qur’an. Perintah, kata Buya Said, di dalam kitab suci tidak bisa diartikan secara seragam.
“Ayat Al-Qur’an itu ada yang muhkamah, mutasyabihah, muthlaqah, atau pun muqayyadah. Ada juga ammah (umum), seperti ayat ‘aqimussalat,’ itu berlaku umum. Siapa saja, kapan saja, di mana saja, wajib salat,” kata Buya Said, saat menyampaikam mauidah hasanah dalam acara Khatmi Alfiyah, Al-Qur’an Binnadzar & Bilghaib, Juz ‘Amma dan At-Taysir Ke-2, Ma’had Misykat Al-Anwar, Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Jawa Barat, pada Ahad, 11 Juni 2023.
“Tapi kalau ayat ‘waqatilu fi sabilillahi‘ (Perangilah di jalan Allah) dan ayat sejenisnya, itu hanya berlaku ketika dalam kondisi perang,” sambungnya.
Buya Said menjelaskan, Nabi Muhammad menyatakan perang ketika memang dalam posisi sudah terdesak karena diganggu kaum Quraisy. Namun, jika dalam kondisi damai, Rasulullah akan menganjurkan umat Islam untuk saling berbuat baik dan saling menghormati, termasuk kepada nonmuslim.
Baca: Buya Said: Metode Pengajaran di Pesantren Harus Terus Disempurnakan
“Penduduk Yahudi yang berada di Madinah itu terdiri dari Bani Quraidah, Bani Qainuqah, dan Bani Nadhir, diberlakukan hukum yang sama, tidak ada bedanya dengan orang Islam. Hak dan kewajiban pendatang dan pribumi pun diberlakukan setara. Tidak ada diskriminasi,” terang Buya Said.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Jakarta itu menceritakan, suatu ketika ada seorang sahabat Nabi yang terlibat pertengkaran dengan orang Yahudi. Dengan tanpa sengaja atau niat membunuh, si sahabat tersebut akhirnya menampar atau memukul si Yahudi hingga meninggal.
“Mendengar kabar itu, Nabi marah besar,” ujar Buya Said.
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ آذَى ذِمِّيًا فَقَدْ آذَانِيْ، وَمَنْ آذَانِيْ فَقَدْ آذَى اللهِ
“Barang siapa menyakiti seorang zimmi (Nonuslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sungguh dia telah menyakitiku. Barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.” (HR. Thabrani).
“Begitulah gambaran Rasulullah dalam melindungi penduduk nonmuslim di Madinah,” kata Buya Said.
Selebihnya, Rasulullah mengingatkan umat Islam bahwa musuh nyata dari agama Islam adalah segala bentuk kezaliman. Dalam QS. Al-Baqarah: 193, Allah Swt berfirman:
… فَاِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ اِلَّا عَلَى الظّٰلِمِيْنَ
“… tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.”
“Tidak boleh ada permusuhan dengan alasan beda agama, beda suku, beda pilihan politik. Satu-satunya yang boleh dianggap musuh adalah kezaliman, yakni para pelanggar hukum,” kata Buya Said.