Redaksi Lengkap Ijab Kabul Akad Nikah Bahasa Arab dan Terjemahannya

Esensi akad terletak pada niat dan kesepakatan, bukan sekadar pada lafal tertentu.
Ilustrasi akad nikah. GETTY IMAGES/Nanang Sholahudin

Ikhbar.com: Pernikahan merupakan ibadah sakral yang tunduk pada syariat, salah satu rukunnya adalah ijab kabul.

Ijab kabul adalah pernyataan resmi antara wali perempuan dan mempelai pria yang menjadi inti dari akad nikah. Kalimat ini bukan sekadar formalitas, melainkan syarat sahnya pernikahan.

Selain itu, wali juga berperan penting. Meski idealnya wali menyampaikan sendiri ijab, dalam praktiknya banyak wali memilih mewakilkan tugas ini melalui proses tawkil wali kepada penghulu dari Kantor Urusan Agama (KUA), tokoh agama, atau kerabat dekat. Hal ini dilakukan karena berbagai alasan, termasuk rasa kurang percaya diri atau ketidaksiapan teknis.

Baca: Misi Perlawanan di Balik Anjuran Menikah di Bulan Syawal

Urutan wali menurut fikih

Imam Abu Syuja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb menjelaskan urutan wali nasab sebagai berikut:

وأولى الولاة الأب ثم الجد أبو الأب ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم ثم ابنه على هذا الترتيب فإذا عدمت العصبات فالحاكم

“Wali utama adalah ayah, lalu kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki seayah-seibu, saudara laki-laki seayah, anak dari saudara laki-laki seayah-seibu, anak dari saudara laki-laki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak dari paman. Jika tidak ada wali nasab, maka hakim yang bertindak.”

Sementara itu, di antara contoh redaksi ijab dan kabul adalah sebagai berikut:

Baca: Macam-macam Perkawinan Masa Jahiliyah, Keji dan Menjijikan

1. Ijab

Ayah kandung (wali nasab):

أَنكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ مَخْطُوْبَتَكَ بِنْتِي …… بِمَهْرِ …… حَالًا

Ankaḥtuka wa zawwajtuka makhṭūbataka bintī …… bi mahrī …… ḥālan

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anakku …… dengan mas kawin …… tunai.”

Wali selain ayah kandung

أَنكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ مَخْطُوْبَتَكَ …… بِنْتَ …… بِمَهْرِ …… حَالًا

Ankaḥtuka wa zawwajtuka makhṭūbataka …… binta …… bi mahrī …… ḥālan

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan perempuan pinanganmu …… binti …… dengan mas kawin …… tunai.”

Wakil wali

أَنكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ مَخْطُوْبَتَكَ …… بِنْتَ …… الَّتِي وَكَّلَنِي وَلِيُّهَا بِمَهْرِ …… حَالًا

Ankaḥtuka wa zawwajtuka makhṭūbataka …… binta …… allati wakkalanī waliyyuhā bi mahrī …… ḥālan

“Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan perempuan pinanganmu …… binti …… yang walinya telah mewakilkan kepada saya, dengan mas kawin …… tunai.”

Baca: Marriage is Scary? Ini Solusi sesuai Sunah Nabi

2. Kabul

Mempelai laki-laki

قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيْجَهَا بِالْمَهْرِ المذْكُوْرِ

Qabiltu nikāḥahā wa tazwījahā bil mahril mażkūr

“Saya terima nikah dan kawinnya dengan mas kawin tersebut.”

Redaksi kalimat kabul tidak berubah, baik wali hadir langsung maupun melalui wakil. Semua bentuk tetap sah sepanjang sesuai rukun dan syarat.

Baca: 3 Cara Akad Nikah Pengantin Tuli dan Bisu

Ragam redaksi ijab kabul

Redaksi ijab kabul memiliki variasi yang sah selama memenuhi syarat-syarat utama, yaitu kejelasan lafal akad dan kesesuaian antara ijab (pernyataan wali) dan kabul (jawaban mempelai pria).

Meskipun teks standar yang sering dipakai dalam masyarakat Indonesia adalah “Ankaḥtuka wa zawwajtuka…” dan dijawab dengan, “Qabiltu nikāḥahā wa tazwījahā…”, sejumlah ulama dan lembaga keagamaan memberi ruang terhadap bentuk redaksi lain.

Misalnya, menurut Mazhab Syafi’i dan Hanafi, akad nikah tetap sah meskipun menggunakan bahasa non-Arab selama maknanya jelas dan tidak menimbulkan ambiguitas, dan mencerminkan adanya penyerahan dan penerimaan pernikahan secara eksplisit. Hal ini dijelaskan Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuhu.

Beberapa redaksi alternatif yang ditemukan dalam praktik masyarakat Indonesia, misalnya, wali berkata, “Saya nikahkan dan kawinkan anak saya kepada kamu dengan mas kawin tersebut secara tunai,” dan mempelai pria menjawab, “Saya terima nikah dan kawinnya dengan mas kawin tersebut secara tunai.”

Baca: Perceraian Itu Solusi atau Bencana? Begini Penjelasan Ning Uswah

Ini menunjukkan bahwa esensi akad terletak pada niat dan kesepakatan, bukan sekadar pada lafal tertentu.

Hal ini juga ditegaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 27, yang menyatakan bahwa ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas dan tidak berselang waktu. Redaksinya dapat menggunakan kata-kata nikah atau tazwij, atau terjemah dari kata-kata tersebut.

Maka, perbedaan redaksi atau bahasa bukanlah penghalang sahnya pernikahan, asalkan tidak mengubah makna akad itu sendiri.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.