Jejak Islam di Gereja Katolik

Kain-kain Islam dikaitkan dengan Tanah Suci, dari mana para peziarah dan pasukan salib membawa pulang kain paling berharga.
Ilustrasi. Olah Digital oleh IKHBAR

Ikhbar.com: Sebuah fresko atau lukisan dinding berusia delapan abad di Kota Ferrara, Italia, kembali menarik perhatian dunia. Karya mural itu bukan sekadar ungkapan religius, tetapi jendela kecil menuju masa ketika peradaban Islam dan Kristen saling bersinggungan erat, bahkan di dalam rumah ibadah Katolik.

Bukti sejarah ini ditemukan oleh Dr. Federica Gigante, sejarawan dari Universitas Cambridge, yang berhasil mengidentifikasi detail unik pada fresko abad ke-13 di Gereja S. Antonio in Polesine. Lukisan itu menampilkan tenda berhias permata dan kain berwarna terang, bukan tenda biasa, melainkan model yang berasal dari peradaban Islam abad pertengahan.

Menurut laporan berjudul “Rediscovered Fresco Reveals Islamic Influence in Medieval Christianity (2025)” yang dipublikasikan Muslim Heritage, penelitian ini mengungkap fakta menarik, yakni tenda-tenda dari dunia Islam pernah digunakan untuk menutupi altar utama dalam upacara keagamaan Kristen, sebuah tradisi yang hampir terlupakan.

“Kain-kain Islam dikaitkan dengan Tanah Suci, dari mana para peziarah dan pasukan salib membawa pulang kain paling berharga. Mereka percaya ada kesinambungan artistik sejak masa Kristus, sehingga penggunaannya dalam konteks Kristen dianggap sah. Orang-orang Kristen di Eropa abad pertengahan mengagumi seni Islam tanpa sepenuhnya menyadarinya,” tulis Dr. Gigante.

Lukisan dinding di Sant’ Antonio di Polesine, Ferrara. Dok Rupert Snaps

Baca: Mengunjungi Gereja di Afrika Selatan yang Kini Jadi Markas Gerakan Pro-Palestina

Dari tenda Arab ke altar gereja

Fresko di Ferrara menggambarkan kanopi berhias batu mulia dan kain biru keemasan yang membungkus dinding apse (ruang altar). Langit-langitnya dilukis menyerupai langit malam bertabur bintang dan burung, menciptakan kesan seolah berada di bawah tenda terbuka di gurun.

Gigante meyakini, tenda seperti ini dahulu digunakan dalam perayaan misa besar. Ia menduga tenda tersebut mungkin merupakan hadiah diplomatik dari penguasa Muslim atau simbol kemenangan perang salib. Tokoh penting seperti Paus Innocent IV disebut berpeluang menjadi salah satu penerima atau pemberi benda serupa.

Yang membuat temuan ini menonjol adalah konteks sejarahnya.

“Selama hampir lima abad, dari tahun 827 hingga 1300, kehadiran Islam di Sisilia dan wilayah selatan Italia menjadikan negeri itu berperan penting dalam masyarakat Mediterania yang kaya akan keragaman etnis dan agama,” tulis sejarawan Gianpiero Vincenzo dalam “The History of Islam in Italy (2010).”

Artinya, selama berabad-abad, jejak Islam memang hidup di tanah Italia, terutama di Sisilia dan kawasan selatan, melalui jalur perdagangan, ilmu pengetahuan, dan seni.

Baca: Khianat Barat terhadap Peradaban Islam

Seni yang melintasi iman

Pengaruh seni Islam dalam kebudayaan Eropa sebenarnya sudah lama terlihat, hanya saja sering diabaikan. Banyak benda suci di gereja-gereja Eropa dibuat dari kain tenun Muslim, bahkan sebagian bertuliskan kalimat “La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah” (Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya).

Kain-kain itu dijadikan penutup altar, jubah pendeta, hingga kain kafan bangsawan. Tidak jarang pula muncul ornamen pseudo-Arabic (tulisan bergaya Arab) pada lukisan-lukisan Eropa abad pertengahan.

Sejarawan seni Rosamond E. Mack dalam “Bazaar to Piazza (2002)” mendokumentasikan hal tersebut secara rinci, termasuk motif Arab pada lengan malaikat karya Duccio dan jubah bayi Yesus dalam lukisan Giotto.

Fakta-fakta itu menunjukkan bahwa seni Islam bukan unsur asing di Eropa, melainkan bagian dari proses panjang saling pengaruh antara dua peradaban besar.

Baca: Terjemahan Barat Pelintir Kesalehan Rumi

Pengaruh Islam di Eropa juga tampak dalam bidang ilmu pengetahuan, seperti astrolabe (alat pengukur posisi bintang). Menurut Prof. David A. King, pakar sejarah sains peradaban Muslim, banyak astrolabe Eropa abad pertengahan menyalin model Islam lengkap dengan kaligrafi Arab. Para pembuatnya di Eropa sering mengira tulisan itu hanya hiasan, bukan teks bermakna.

“Meskipun asal-usul astrolabe mungkin dari Yunani, secara umum diakui bahwa rancangan alat itu disempurnakan dalam peradaban Muslim,” tulis King.

Astrolabe diperkenalkan ke Eropa dari wilayah Muslim Spanyol pada awal abad ke-12 dan menjadi salah satu instrumen astronomi utama hingga masa modern,” sambungnya.

Jejak pengaruh itu juga terlihat pada arsitektur gereja-gereja di Italia selatan. Bangunan seperti Cappella Palatina di Palermo, Castello della Zisa, dan Katedral Monreale memadukan ukiran muqarnas, kaligrafi Arab, serta pola geometri khas Timur Tengah. Bahkan, sejumlah nama tempat seperti Marsala (dari Marsā ‘Ali) dan Caltagirone (dari Qal‘at al-Jarīda) berasal dari bahasa Arab.

Jejak linguistik itu masih hidup dalam bahasa sehari-hari. Kata zibibbu (kismis) berasal dari zabīb, giuggiulena (permen wijen) dari juljulān, dan scirocco (angin panas dari tenggara) dari sharq, yang berarti “timur”. Bahasa, seni, dan arsitektur menjadi saksi bahwa Islam tidak hanya pernah hadir di Italia, tetapi turut membentuk kebudayaannya.

Giotto – Legenda Santo Fransiskus, Mimpi Santo Gregorius. Dok MUSLIM HERITAGE

Baca: Bolehkah Mengucap dan Menjawab Salam kepada Nonmuslim?

Ingatan yang terhapus dari buku sejarah

Meski bukti pengaruh Islam dalam peradaban Eropa berlimpah, sebagian besar terlupakan dalam narasi sejarah modern. Seperti disebut dalam laporan Muslim Heritage, hal ini disebabkan sistem pendidikan Eropa yang terlalu berpusat pada Eropa (Euro-sentris), seolah kebangkitan ilmu pengetahuan muncul begitu saja dari Yunani menuju Renaisans tanpa menyebut peran dunia Islam di antaranya.

“Ada masa seribu tahun yang hilang dari sistem pendidikan Barat. Dalam hampir setiap mata pelajaran di sekolah, selalu ada lompatan dari Yunani langsung ke Renaisans. Kelalaian ini mengaburkan persepsi masyarakat terhadap peran kebudayaan lain, terutama Islam, dalam membangun peradaban modern,” tulis Prof. Salim Al-Hassani, editor “1001 Inventions (2012).”

Dengan demikian, sejarah kehilangan satu bab penting, yaitu masa ketika ilmu pengetahuan, seni, dan spiritualitas Islam menjadi jembatan antara dunia klasik dan Eropa modern.

Kini, fresko di Ferrara berdiri sebagai pengingat bahwa hubungan Islam dan Kristen tidak selalu dipenuhi pertentangan, melainkan juga pertukaran gagasan dan saling kekaguman. Temuan ini menantang pandangan lama yang menggambarkan kedua peradaban itu sebagai dua dunia yang selalu berseberangan.

Baca: Ternyata Ini Bedanya Spiritualitas dan Agama

Penemuan-penemuan tersebut menunjukkan jalinan kompleks antara pertukaran budaya dan adaptasi lintas keyakinan. Dari kain altar hingga arsitektur kota, dari perhitungan astronomi hingga karya sastra, Islam telah meninggalkan jejak lembut di jantung Eropa.

Fresko dari Ferrara kini menjadi bukti nyata bahwa sejarah bukan garis lurus, melainkan anyaman panjang antarperadaban yang pernah dihiasi warna Islam di langit gereja Katolik.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.