Ikhbar.com: Orang-orang berkerumun di sepanjang pasar tumpah di Chawkhbazar, Bangladesh, beberapa saat sebelum azan magrib berkumandang. Mereka mendatangi banyak lapak yang menawarkan beragam penganan untuk berbuka puasa di setiap sore selama Ramadan.
Kemeriahan itu juga dirasakan Muhaimenu Raysha, seorang mahasiswi di Majid Jarina Foundation school and College, Shariatpur. Pada Ramadan kali ini, ia merasa beruntung karena bisa menghabiskan waktu sepenuhnya di rumah tanpa disibukkan dengan jam kuliah.
Dia menyebut, pada umumnya, institusi pendidikan di Bangladesh tutup selama bulan Ramadan. Namun, ada pula yang beroperasi hanya sampai jam 10 pagi atau 15 sore. Meski demikian, kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta akan tetap buka selama bulam puasa.
Masyarakat Bangladesh akan memulai segala aktivitas khas Ramadan itu sejak awal bulan penuh berkah itu resmi ditetapkan pemerintah.
“Di Bangladesh, Ramadan dan Syawal dimulai dengan melihat bulan di langit. Kami mulai menjalankan ibadah puasa berdasarkan keputusan komite khusus ‘Chand Dekha Comittee’ yang dikontrol Kementerian Agama,” katanya, kepada Ikhbar.com, pada Sabtu, 16 Maret 2024.
Baca: Ramadan di Glasgow Skotlandia, Saling Gandeng lewat Pisang Goreng
Raysha, sapaan akrab gadis 19 tahun itu, bercerita, sebagian besar rakyat Bangladesh saat ini tengah mengeluhkan kenaikan harga makanan yang terus terkerek. Menurutnya, hal itu sangat menyedihkan, karena pembeli harus berpikir keras untuk mendapatkan produk-produk makanan yang dibutuhkan selama Ramadan.
Untungnya, saat ini berbagai komunitas telah dibentuk untuk mengontrol harga makanan yang terlalu mahal tersebut. Beberapa pedagang yang baik juga menjual produk dengan harga yang wajar.
Kerennya, fenomena kenaikan harga itu hanya dianggap sebagai bagian dari tantangan di tengah bulan penuh keberkahan. Buktinya, kata Raysha, serangkaian praktik ibadah selama Ramadan di Bangladesh tetap berlangsung dengan penuh semangat. Salat tarawih yang terdiri dari 20 rakaat telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Ramadan di negara ini.
Masyarakat Bangladesh pun yakin, semakin banyak ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadan, kian besar pula pahala yang akan diraih.
“Setiap usai salat maktubat (wajib harian), kami membaca 1,5 juz Al-Quran. Dengan demikian, 30 juz Al-Qur’an diselesaikan dalam 27 hari dalam Ramadan,” ungkap Raysha.
Baca: Mengakrabi Ramadan nan Lengang di Jepang
Kuliner khas Ramadan
Bangladesh memiliki banyak makanan unik yang hanya bisa ditemukan selama bulan Ramadan, salah satunya, beguni. Beguni merupakan sejenis penganan berbentuk potongan-potongan kecil dari terong yang digulung dengan tepung terigu dan digoreng dengan minyak.
“Ada juga alur chop yang terbuat dari kentang rebus yang diisi dengan berbagai rempah-rempah, dilapisi dengan tepung gram, lalu digoreng dengan minyak,” jelas Raysha.
Makanan populer lainnya adalah piyaju, yakni penganan berbentuk bola-bola kecil dengan adonan miju-miju dan bawang bombay, lada, garam dan berbagai bumbu lainnya, hingga akhirnya digoreng dengan minyak. Ada juga makanan lain seperti perkedel isi telur maupun isi sayuran, dan sejenisnya.
Selain itu, buncis adalah makanan yang umum ditemui di Bangladesh. Makanan ini dimasak dengan berbagai rempah-rempah dan dimakan dengan puffed rice (nasi kembung). Hidangan ini lazim disajikan saat berbuka puasa di setiap rumah.
“Makanan ini dikonsumsi oleh semua orang di akhir waktu berbuka puasa. Karena semua makanan ini digoreng dengan minyak, maka dianggap sebagai junk food (kurang sehat),” ungkap dia.
Selama bulan Ramadan, semua jenis warung makanan menyiapkan menu khas tersebut melalui lapak-lapak dadakan. Meski begitu, para gadis dan istri di Bangladesh masih banyak yang memilih untuk membuat makanan-makanan tersebut secara mandiri dan menyajikannya hangat-hangat untuk keluarga.
Baca: Bolehkah Zakat Fitrah Digunakan untuk Operasional Masjid?
Geliat di pengujung Ramadan
Tidak jauh berbeda dengan masyarakat Muslim di belahan dunia lainnya, rakyat Bangladesh juga akan berbondong-bondong menunaikan zakat fitrah yang dibuka sejak awal Ramadan hingga hari Lebaran tiba.
Praktik zakat fitrah di Bangladesh dikelola langsung oleh pemerintah. Besarannya pun ditentukan oleh Islamic Foundation, sebuah lembaga resmi yang didirikan negara. Setelah terkumpul, hasil zakat akan didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan melalui sejumlah organisasi.
“Tetapi banyak orang memungut zakat atas inisiatif mereka sendiri. Sedangkan penduduk desa melakukan zakat fitrah mereka melalui masjid,” ungkapnya.
Raysha juga berbagi tentang kegiatan khusus yang dilakukan selama 10 hari terakhir Ramadan, yang dikenal sebagai hari penyucian diri. Kegiatan iktikaf, yakni ketika individu menahan diri dan memperbanyak ibadah di masjid dengan membaca Al-Qur’an dan berdoa, menjadi tradisi yang dijunjung tinggi.
Terutama di kalangan lanjut usia, iktikaf menjadi momen untuk mendekatkan diri pada Allah Swt, dengan mengurung diri di ruangan tertentu dan berzikir, serta melakukan lebih banyak ibadah. Mereka menahan diri untuk tidak berbicara satu sama lain selama 10 hari tersebut.
“Di Bangladesh, sebagian besar orang tua lebih banyak melakukan iktikaf. Namun, ada beberapa pemuda dan pemudi yang melakukan itikaf untuk penyucian diri,” pungkas Raysha.