Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh, Ikhbar.com dan Kiai Ghufroni Masyhuda.
Nama saya Hariri, asal Kabupaten Cirebon. Saya ingin menyoroti kebiasaan sebagian pengurus musala atau pun masjid yang lazimnya menyisakan beras hasil pengumpulan zakat fitrah yang kemudian digunakan untuk keperluan pemeliharaan, perawatan, maupun operasional masjid dan musala.
Pertanyaannya, apakah boleh menggunakan hasil dari zakat fitrah untuk keperluan operasional masjid dan musala? Terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Bapak Hariri yang terhormat.
Pertama-tama yang harus kita pahami adalah bahwa masjid dan musala itu bukan termasuk dari salah satu mustahik (orang yang berhak menerima) zakat yang berjumlah delapan golongan. Jadi, beras hasil pengumpulan zakat fitrah harus dihabiskan dan dialokasikan untuk para mustahik yang telah ditetapkan syariat.
Sekadar mengingatkan, delapan mustahik zakat itu sebagaimana diterangkan dalam QS. At-Taubah: 60. Allah Swt berfirman:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Kemudian, yang harus dipahami berikutnya adalah bahwa panitia penarik zakat di musala atau masjid juga bukan termasuk amil yang berhak menerima zakat. Sebab definisi amil adalah orang atau petugas zakat yang diangkat pemerintah. Sementara panitia zakat di musala dan masjid adalah mutabarri atau relawan. Terkecuali jika panitia tersebut juga masuk ke salah satu kriteria delapan mustahik zakat, baik fakir, miskin, gharim (orang yang terlilit utang) atau lainnya.
Di dalam I’anat at-Thalibin dijelaskan:
والعامل – كساع -: وهو من يبعثه الامام لاخذ الزكاة، وقاسم وحاشر، لا قاض
“Amil seperti pegawai yang mengurus zakat, yaitu orang yang ditugaskan imam untuk mengambil zakat, membagi dan mengumpulkan, bukan qadli.”
Juga diterangkan dalam Bughyat al-Mursyidin:
لا يستحق المسجد شيئا من الزكاة مطلقا اذ لا يجوز صرفها الا لحر مسلم
اه بغية المسترشدين ص ١٠٦
“Masjid tidak berhak mendapatkan bagian dari zakat secara mutlak, karena tidak boleh mendistribusikan zakat kecuali kepada orang merdeka yang Muslim”.
Adapun biaya operasional masjid dan musala sebaiknya tidak diambil dari hasil zakat. Masjid dan musala semestinya memiliki kas/anggaran yang diperoleh dan diperuntukan bagi kepentingan umum.
Atau, bisa juga dengan solusi berupa kerelaan seorang pengurus untuk melakukan utang kepada orang lain yang kemudian digunakan untuk kepentingan masjid dan musala tersebut. Barulah utang itu bisa dilunasi dari hasil zakat dengan mengatasnamakan mustahik dari kalangan gharim. Wallahu a’lam.
Penjawab: Kiai Ghufroni Masyhuda, Tim Ahli Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat dan Anggota Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cirebon.