Cahaya Selawat Tembus Keramaian Synchronize Fest, Ajakan ‘Cinta Nabi’ ala Haddad Alwi

Haddad Alwi dan Sulis saat melantunkan selawat di hadapan ribuan penonton Synchronize Fest 2024, Ahad, 6 Oktober 2024. INSTAGRAM/abihaddadalwi

Ikhbar.com: Anda yang pakai topi terbalik, Anda yang pakai anting satu, Anda yang pakai tato, Anda punya hak yang sama untuk mencintai Rasulullah,” seru pelantun selawat Haddad Alwi dari atas panggung yang disambut riuh tepuk tangan ribuan penggemarnya.

Penampilan Haddad Alwi di Synchronize Fest 2024, di Jakarta, pada Ahad, 6 Oktober 2024 itu semakin menjadi sorotan tajam setelah sebuah video viral memperlihatkan seorang perempuan tanpa hijab menangis tersedu-sedu saat selawat berkumandang. Synchronize Fest, yang semula dikenal sebagai festival musik indie dan modern mendadak bertransformasi menjadi ruang perenungan spiritual di tengah keramaian.

Di hadapan ribuan muda-mudi yang memiliki berbagai latar belakang itu, Haddad Alwi bersama Sulis membawakan sejumlah tembang dari sejumlah album “Cinta Rasul” yang memang begitu populer di masa silam. Salah satu lagu yang tampak mendapatkan banyak sambutan adalah selawat berjudul “Rindu Muhammadku.”

Saat keduanya mengalunkan judul tersebut, seolah seluruh penonton terhipnotis oleh suasana spiritual yang mendalam. Ribuan orang yang datang untuk menikmati festival musik tiba-tiba hanyut dalam lantunan selawat.

Tangan-tangan terangkat, bibir bergetar mengucap pujian kepada Nabi Muhammad Saw, bahkan beberapa dari mereka tak dapat menyembunyikan air mata haru.

Dalam momen tersebut, Haddad Alwi tampak begitu piawai memadukan antara suasana khidmat dan festival musik yang gemerlap. Penampilan Haddad Alwi juga mampu memperlihatkan bahwa kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw dapat menyentuh hati siapa saja, tanpa batasan identitas.

Seorang penonton Synchronize Fest 2024 menangis haru saat melantunkan selawat bersama Haddad Alwi dan Sulis, Ahad, 6 Oktober 2024. INSTAGRAM/abihaddadalwi

Baca: Unsur Sufistik dalam Lagu-lagu Efek Rumah Kaca

Dakwah lewat musik

Selawat yang dibawakan Haddad Alwi bukan sekadar performa musikal biasa, melainkan sarana dakwah yang penuh makna. Pasalnya, di dalam ajaran Islam, berselawat kepada Nabi Muhammad adalah amalan yang sangat dianjurkan. Selawat merupakan cara seorang Muslim menunjukkan rasa cinta dan penghormatan kepada Rasulullah.

Syekh Abu Bakar Syatha’ Dimyathi dalam kitab Kifayatul Atqiya’ menjelaskan bahwa tidak ada ibadah yang jaminan diterimanya lebih pasti daripada selawat.

وأن جميع الأعمال منها المقبول ومنها المردود إلا الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم فإنها مقطوع بقبولها إكراما له صلى الله عليه وسلم

“Semua amal ibadah bisa diterima atau ditolak, kecuali selawat kepada Nabi Muhammad Saw, yang pasti diterima sebagai bentuk penghormatan kepada beliau.”

Namun, persoalan yang sering muncul adalah apakah selawat yang diiringi musik modern, seperti gitar atau alat musik lainnya, bisa dianggap sesuai dengan tuntunan agama?

Sebagian ulama menganggap penggunaan alat musik dihukumi haram, sementara tokoh yang lain, termasuk Imam Al-Ghazali, memandang bahwa alat musik bisa digunakan, asalkan tidak disertai dengan perilaku yang melanggar norma-norma agama.

Imam Al-Ghazali, dalam Ihya’ Ulumiddin menegaskan bahwa tidak ada dalil yang secara eksplisit melarang musik, kecuali jika digunakan untuk tujuan-tujuan yang melanggar ajaran agama.

ولا يدل على تحريم السماع نص ولا قياس

“Tidak ada nash atau qiyas yang menunjukkan keharaman mendengarkan musik.”

Lebih jauh, Al-Ghazali menjelaskan bahwa hukum mendengarkan musik tergantung pada konteksnya. Di masa lalu, alat-alat musik seperti seruling dan gitar sering dikaitkan dengan perilaku menyimpang, sehingga ulama mengharamkannya. Namun, jika musik digunakan untuk hal-hal yang baik, seperti mengiringi lantunan selawat atau dakwah, maka hukumnya bisa berubah menjadi mubah (boleh).

العارض الثاني في الآلة بأن تكون من شعار أهل الشرف أو المخنثين وهي المزامير والأوتار وطبل الكوبة فهذه ثلاثة أنواع ممنوعة وما عدا ذلك يبقى على أصل الإباحة

“Faktor lain yang menjadi alasan larangan adalah alat musik yang dikaitkan dengan perilaku tercela, seperti seruling, gitar, dan gendang. Tiga alat ini dilarang. Adapun selain itu, hukumnya tetap mubah.”

Selain itu, tidak sedikit ulama yang menyatakan bahwa musik, selama tidak melibatkan unsur yang melanggar adab, merupakan alat yang sah untuk mendekatkan seseorang kepada Tuhan.

Baca: Takdir dan Penerimaan dalam Lagu ‘Untungnya, Hidup Harus Tetap Berjalan’ Karya Bernadya

Kemeriahan penonton Synchronize Fest 2024 saat menampilkan Haddad Alwi dan Sulis, Ahad, 6 Oktober 2024. INSTAGRAM/abihaddadalwi

Selawat non-Muslim

Tidak menutup kemungkinan, ribuan penonton yang secara kompak mengumandangkan selawat itu tidak seluruhnya merupakan pemeluk Islam. Peristiwa di Synchronize Fest ini juga pada akhirnya memunculkan pertanyaan seputar boleh atau tidaknya non-Muslim melafalkan selawat atau ikut serta dalam zikir.

Secara fikih, sejatinya tidak ada larangan bagi non-Muslim untuk ikut serta dalam kegiatan yang mengandung pujian kepada Nabi. Kisah Abu Mahdzurah, seorang non-Muslim yang sering mengumandangkan azan sebelum masuk Islam, menjadi bukti bahwa partisipasi dalam aktivitas seperti ini bisa menjadi jalan menuju hidayah.

وقد كان أبو محذورة، وأبو سامعة مؤذنين قبل إسلامهما، على سبيل الحكاية

“Abu Mahdzurah dan Abu Samiah sudah biasa mengumandangkan adzan sebelum mereka masuk Islam.”

Peristiwa itu menunjukkan bahwa Islam memberikan ruang bagi siapa saja untuk mengungkapkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw, termasuk lewat selawat. Bagi non-Muslim, ikut berselawat tidak hanya menjadi bentuk apresiasi terhadap nilai-nilai Islam, tetapi juga dapat menjadi sarana untuk mendekatkan mereka pada ajaran agama ini.

Kemeriahan sambutan terhadap panggung Haddad Alwi di Synchronize Fest menunjukkan bahwa selawat tidak hanya bisa dipanjatkan di masjid atau acara keagamaan formal, tetapi juga di tempat-tempat umum, bahkan dalam konser musik. Hal ini membuktikan bahwa Islam mampu menyentuh semua kalangan, membawa pesan damai, kasih sayang, dan spiritualitas yang bisa diterima oleh siapa saja, baik muslim maupun non-muslim.

Selawat yang dilantunkan di tengah festival musik modern bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga menjadi bentuk dakwah yang inklusif, yang menjembatani nilai-nilai agama dengan kehidupan masyarakat kekinian.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.