Ikhbar.com: Agama adalah nasihat, begitu pesan Rasulullah Muhammad Saw. Nasihat itu tertuju untuk Allah, kitab, Rasul, para pemimpin, dan seluruh umat Islam.
Hadis yang diriwayatkan dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari ini mengandung uraian makna yang sangat penting. Dalam Syarah al-Arbain an-Nawawiyah, Syekh Ibnu Daqid Al-‘Aid menjelaskan, maksud nasihat untuk Allah adalah dengan cara meng-Esa-kan-Nya, untuk kitab Allah dengan mengimaninya, untuk Rasulullah dengan menaati segala ajaran yang disampaikannya, untuk para pemimpin dengan membantu dan menolong mereka dalam kebenaran dan ketaatan, termasuk mengingatkan mereka di saat lalai dengan cara yang baik.
Sedangkan nasihat untuk kaum Muslimin bisa dilakukan dengan cara membimbing agar secara bersama terus melakukan hal-hal yang bermanfaat dan maslahat.
Dari penjelasan hadis tersebut, jelaslah bahwa Islam tidak mengharamkan kritik. Bahkan, kritik termasuk dalam kategori amar makruf nahi mungkar. Dalam QS. Ali-Imran: 110, Allah Swt berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
Baca: Agustus Tiba, Ini Hukum Pasang Bendera Merah Putih dan Dalil Cinta Negeri
Oleh karena itu, Islam mengatur etika dalam menyampaikan kritik. Kritik sah-sah saja dilemparkan kepada Presiden, pejabat pemerintah, tokoh, maupun para pemangku kepentingan lainnya asalkan dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Ikhlas
Pertama, kritik harus disampaikan dengan tulus. Kritik tidak boleh dilakukan hanya dengan tujuan untuk menonjolkan diri, termotivasi dari hasud (kedengkian), atau dengan diliputi tendensi tertentu. Kritik harus semata-mata disampaikan demi mendapatkan keridaan Allah Swt.
Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa menjelaskan, wajib bagi setiap orang yang memerintahkan kebaikan dan mengingkari kemungkaran berlaku ikhlas dalam tindakannya dan menyadari bahwa tindakannya tersebut adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.
“Dia harus berniat untuk memperbaiki kondisi orang lain dan menegakkan hujah (argumentasi) atasnya, bukan untuk mencari kedudukan bagi diri dan kelompok, tidak pula untuk melecehkan orang lain,” pesan Ibnu Taimiyah.
Tabayun
Syarat kedua, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang fakta, data, dan kebenaran tentang sasaran atau isu yang hendak diluruskannya. Pengkritik harus memiliki bekal ilmu. Kritik yang disampaikan pun akan lebih baik jika didasari dengan kecakapan dalam bidang yang digeluti.
“Hendaknya setiap orang yang melakukan amar makruf nahi mungkar adalah seorang yang alim terhadap apa yang dia perintahkan dan dia larang,” tulisnya, masih dalam kitab yang sama.
Selain itu, kritik juga tidak boleh disampaikan hanya bermodal prasangka. Kritik harus melewati fase klarifikasi dan tabayun yang ketat. Di dalam Islam, kritik tidak boleh hanya berdasarkan modal pendengaran dan penglihatan.
Tabayun sangat dibutuhkan agar seseorang tidak justru terjebak dan tersulut berita bohong. Kritik harus dimulai dengan meneliti ulang kabar tersebut dengan mencari sumber lain yang lebih tepercaya agar tidak terjerumus menjadi fitnah. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).
Baca: Jusuf Hamka Tagih Utang Negara Ratusan Miliar sejak 1998, Siapa Bertanggung Jawab Menurut Fikih?
Kata-kata bijak
Ketiga, kritik harus disampaikan dengan kelembutan dan kesantunan. Bahkan, sikap ini merupakan hukum asal dalam mengritik. Apalagi jika sasaran kritik merupakan seorang tokoh yang memiliki pengikut atau berpeluang besar menjadi rujukan masyarakat. Kelembutan dan kesantunan dibutuhkan demi memudahkan proses perubahan yang dicita-citakan.
Dalam QS. Taha: 44, Allah Swt juga memerintahkan Nabi Musa As dan Nabi Harun As agar mengedepankan kesopanan, sekalipun kepada Fir’aun. Allah Swt berfirman:
فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى
“Berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”
Kritik tidak boleh disampaikan secara kasar, apalagi menggunakan kata-kata yang mengandung hinaan dan caci maki.