Ikhbar.com: Agustus identik dengan bulan kemerdekaan. Bendera merah putih akan berjejer di sepanjang jalan guna memperingati HUT Kemerdekaan RI. Pemandangan yang lazim ditemukan sejak awal Agustus itu dianggap sebagai salah satu bentuk ekspresi kecintaan rakyat Indonesia terhadap Tanah Air.
Aturan soal bendera negara terdapat dalam Pasal 7 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
“Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.” bunyi pasal tersebut.
Baca: Jusuf Hamka Tagih Utang Negara Ratusan Miliar sejak 1998, Siapa Bertanggung Jawab Menurut Fikih?
Lantas, bagaimana hukum memasang bendera merah putih dan dalil cinta negara menurut Islam?
Hukum menghormati bendera
Dalam Fatawa Al-Azhar, mantan Ketua Majelis Fatwa Al-Azhar, Mesir, Syekh Athiyah Shaqar menghukumi penghormatan terhadap bendera sebagai sesuatu yang diperbolehkan.
فتحية العلم بالنشيد أو الإشارة باليد في وضع معين إشعار بالولاء للوطن والالتفاف حول قيادته والحرص على حمايته، وذلك لا يدخل فى مفهوم العبادة له، فليس فيها صلاة ولا ذكر حتى يقال : إنها بدعة أو تقرب إلى غير الله
“Menghormati bendera dengan lagu atau isyarat tangan dalam situasi tertentu itu menunjukkan kesetiaan pada Tanah Air, berkumpul di bawah kepemimpinannya, dan komitmen untuk mendukungnya. Sikap itu tidak masuk dalam pengertian ibadah kepada bendera itu. Penghormatan bendera bukanlah salat atau zikir sampai ada yang bilang itu bid’ah atau ibadah pada selain Allah.”
Bendera bukan hal yang baru diterapkan sebagai simbol suatu negara. Dikisahkan, Rasulullah Muhammad Saw pernah menggunakan panji-panji di dalam peperangan untuk membangkitkan semangat berjuang.
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم أخذ الراية زيد فأصيب ثم أخذها جعفر فأصيب ثم أخذها عبد الله بن رواحة فأصيب وإن عيني رسول الله صلى الله عليه وسلم لتذرفان ثم أخذها خالد بن الوليد من غير إمرة ففتح له
“Dari Anas Ra, ia berkata bahwa Rasulullah Saw menceritakan bagian dari perang Mu’tah, ‘Panji perang dipegang oleh Zaid, lalu ia gugur. Panji perang kemudian diambil alih oleh Ja‘far bin Abi Thalib, ia pun kemudian gugur. Panji diraih oleh Abdullah bin Rawahah, ia pun gugur [sampai di sini kedua mata Rasulullah Saw berlinang air mata, kata Anas]. Panji perang lalu diambil Khalid bin Walid dengan inisiatifnya. Ia maju menghantam pasukan musuh hingga mereka takluk di tangannya.” (HR Al-Bukhari).

Dalil cinta Tanah Air
Islam menganjurkan setiap Muslim untuk mencintai tanah kelahirannya. Hal itu seperti yang tercantum dalam QS. Qasas: 85. Allah Swt berfirman:
اِنَّ الَّذِيْ فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لَرَاۤدُّكَ اِلٰى مَعَادٍ ۗقُلْ رَّبِّيْٓ اَعْلَمُ مَنْ جَاۤءَ بِالْهُدٰى وَمَنْ هُوَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
“Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Nabi Muhammad untuk menyampaikan dan berpegang teguh pada) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tuhanku paling mengetahui siapa yang membawa petunjuk dan siapa yang berada dalam kesesatan yang nyata.”
Prof. KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menyebut ada perbedaan pendapat di antara ulama tafsir terkait makna “ma’ad” pada ayat tersebut. Sebagian dari mereka ada yang menafsirkan kata tesebut sebagai Makkah, akhirat, kematian, hari kiamat, dan padang mahsyar.
“Pendapat yang mengatakan kata tersebut adalah Makkah bukan tanpa alasan. Mereka berdasarkan riwayat yang menyatakan bahwa ayat itu turun ketika Rasulullah Saw sedang berada di Al-Juhfah dalam perjalanan berhijrah ke Madinah. Dengan demikian, ini merupakan janji bahwa, meskipun kini beliau meninggalkan kota kelahirannya, Allah akan mengembalikan beliau ke sana,” kata Prof. Quraish.
Pendapat kata “ma’ad” menunjukkan kota Makkah disepakati Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam Mafatih Al-Ghaib. Sedangkan Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi dalam Ruhul Bayan menjelaskan, ayat tersebut justru merupakan suatu suatu petunjuk atau isyarat bahwa cinta Tanah Air sebagian dari iman.
“Rasulullah Saw dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah banyak sekali menyebut kata ‘tanah air, tanah air’,’ kemudian Allah Swt mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah),” jelas Syekh Ismail.
Dalam menjelaskan ayat tersebut, Syekh Ismail juga mengutip ungkapan Sahabat Umar bin Khattab yang menunjukkan kecintaannya terhadap Tanah Air.
لَوْلاَ حُبُّ الوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَانُ
“Seandainya tidak ada cinta Tanah Air, hancurlah negara yang terpuruk. Dengan cinta tanah air, negara akan berjaya.”
Baca: Khalifah Umar Tolak Fasilitas Negara
Ayat lain yang menunjukkan dalil cinta Tanah Air terdapat pada QS. An-Nisa: 66. Allah Swt berfirman:
وَلَوْ اَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ اَنِ اقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ اَوِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ مَّا فَعَلُوْهُ اِلَّا قَلِيْلٌ مِّنْهُمْ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ فَعَلُوْا مَا يُوْعَظُوْنَ بِهٖ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَاَشَدَّ تَثْبِيْتًاۙ
“Seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik), ‘Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu,’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Seandainya mereka melaksanakan pengajaran yang diberikan kepada mereka, sungguh itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).”
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj menjelaskan, penggalan ayat “awikhruju min diyarikum” merupakan isyarat akan cinta Tanah Air. Selain itu, kalimat tersebut juga menunjukkan ketergantungan seseorang dengannya. Menurutnya, orang berkhianat dari Tanah Airnya sebanding dengan bunuh diri.
Dalam Tafsir Al-Wasith, Syekh Az-Zuhaili juga menegaskan bahwa penggalan ayat tersebut memiliki isyarat yang jelas akan ketergantungan hati manusia dengan negaranya.
“Ayat tersebut juga terdapat isyarat bahwa cinta Tanah Air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan dengannya. Karena Allah Swt menjadikan keluar dari kampung halaman dan tanah air, setara dan sebanding dengan bunuh diri. Kedua hal tersebut sama beratnya. Kebanyakan orang tidak akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya manakala mereka dihadapkan pada penderitaan, ancaman, dan gangguan.” jelasnya.