Ikhbar.com: Manusia tidak hanya memiliki tanggung jawab untuk menjaga hablum minallah (hubungan dengan Allah) dan hablum minannas (hubungan dengan sesama manusia). Satu hubungan yang patut pula dijaga menyertai keduanya ialah hablum minal alam (hubungan dengan alam).
Demikian dikatakan Penulis Mantra Penolak Bencana (2023), Agung Firmansyah. Ia menyebut, kualitas hubungan yang tidak baik dengan alam akan berbuah kerugian bagi manusia.
“Bahkan, toxic relationship (hubungan tidak sehat) antara manusia dengan alam itulah yang membuahkan bencana,” kata Agung, Jumat, 14 Juli 2023.
Pemahaman dan kualitas yang rendah terhadap pentingnya menjaga hubungan dengan alam ini tidak hanya muncul dari ketidaktahuan, tetapi juga lebih cenderung disebabkan keserakahan.
“Karena kita sering menganggap alam sebagai benda mati dan berfungsi sebagai pemenuh hasrat manusia belaka. Akibatnya, pemanfaatan sepihak manusia terhadap alam terjadi tanpa memperhatikan kepentingan alam itu sendiri,” katanya.
Jika pun benar bahwa penciptaan alam ialah sebagai anugerah untuk dimanfaatkan manusia, akan tetapi, lanjut Agung, hal itu tidak dimaknai secara berkesinambungan.
“Padahal itu mencakup kepentingan manusia sendiri untuk jangka waktu yang panjang,” ungkapnya.
Baca: Teladan Kaum Adat Lestarikan Lingkungan
Di sisi lain, bencana yang datang kerap kali hanya dianggap sebagai ketentuan takdir dari Allah Swt. Padahal, bencana juga bisa terjadi lantaran buah dari perilaku manusia. Allah Swt berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41).
Syekh Mutawalli As-Sya’rawi dalam Tafsir As-Sya’rawi menjelaskan, ayat tersebut mengindikasikan bahwa saat kecurangan mewabah dan menyebar, Allah akan menampilkan dampaknya kepada manusia. Pada saat itu, tidak seorang pun yang dapat melawan efek dari kerusakan yang ditimbulkan. Allah Swt sengaja campur tangan untuk membuka kedok para perusak dan menimbulkan efek dari apa yang mereka kerjakan.
Sementara, dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Imam Ibnu Katsir menyebutkan, salah satu dampak yang paling mencolok adalah dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyaknya perbuatan maksiat (perusakan alam) yang dikerjakan manusia.
Meski begitu, tidak keseluruhan manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan perusakan alam. Allah Swt menciptakan jenis manusia berdasar pada dua pilihan, yaitu berbuat baik atau buruk. Allah Swt berfirman:
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ
“Lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya.”

Pakar Tafsir Al-Qur’an, Prof. KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, kata alhamaha dari lafaz al-lahm, bermakna menelan sekaligus. Dari akar kata tersebut, lahirlah kata ilham.
“Memang, ilham atau intuisi datang secara tiba-tiba tanpa disertai analisis sebelumnya. Bahkan, kadang-kadang tidak sempat terpikirkan,” tulis Prof. Quraish.
Menurutnya, ilham datang bagaikan kilat dalam sinar dan kecepatannya sehingga manusia tidak dapat menolaknya, sebagaimana tak dapat pula mengundang kehadirannya. Ia menilai, potensi tersebut ada pada setiap insan, walaupun peringkat dan kekuatannya berbeda antara seseorang dan yang lain. Alhasil kesadaran untuk menjaga hubungan yang baik dengan alam termasuk ilham yang penting dimiliki manusia demi mengurangi potensi bencana.