Ikhbar.com: Tidak semua orang yang dekat secara fisik adalah sahabat sejati. Dalam lingkar pertemanan yang luas, seseorang bisa saja memiliki banyak kenalan, tapi hanya segelintir yang benar-benar hadir saat dibutuhkan.
Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Dr. KH Muhammad Nuruzzaman menyebut sahabat sejati bukan yang datang ketika sedang bersinar, tetapi yang muncul ketika seseorang sedang dirundung masalah.
“Sahabat atau teman sesungguhnya itu adalah ketika dia datang ketika ada masalah. Kalau kita sedang kesusahan, dia hadir dan bantu. Kalau tidak bisa membantu langsung, ya minimal menemani dan memberi dukungan,” ujar pria yang akrab disapa Kang Zaman tersebut, dalam program Sinikhbar | Siniar Ikhbar bertajuk “Merawat Jaringan Lintas Zaman” diIkhbar TV, dikutip Selasa, 10 Juni 2025.

Baca: 5 Tips Memperkuat Networking untuk Anak Muda Muslim
Menurutnya, itulah sahabat yang layak diperjuangkan. Bukan karena manfaat sesaat, bukan pula karena akses tertentu, melainkan karena ketulusan yang tulus dan tidak berpamrih.
Sosok yang dikenal memiliki banyak pengalaman di bidang networking ini menyinggung fenomena yang sering terjadi dalam lingkungan sosial. Di antaranya, ketika seseorang berada di posisi tertentu, semua orang mendekat, mengaku saudara, bahkan menawarkan bantuan. Tapi ketika posisi itu hilang, semua menjauh.
Bagi Kang Zaman, ini menjadi pengingat untuk lebih selektif dan menyadari siapa yang benar-benar bernilai dalam pertemanan.
“Gula itu selalu didatangi semut. Kalau kita berada di posisi tertentu, semua orang akan datang,” ungkapnya.
Kondisi ini menurutnya tak bisa dihindari. Tapi bisa diantisipasi dengan membangun relasi secara jujur, sederhana, dan tidak manipulatif. Ia menekankan bahwa keikhlasan dan niat baik adalah fondasi utama dalam membangun lingkar pertemanan.
Sahabat sejati juga memiliki fungsi lain, yakni saling mengingatkan dan saling menguatkan. Dalam hal ini, Kang Zaman menyebut peran sahabat sebagai penjaga nilai dan akhlak. Ketika seorang sahabat tergelincir dalam kesalahan, yang lain hadir bukan untuk menghukum, tetapi untuk mengingatkan dan membimbing.
“Kalau teman kita melakukan kesalahan, ya kita datang. Mengingatkan, menemani, agar kesalahannya tidak dilakukan lagi. Itu bagian dari merawat jaringan,” tuturnya.
Kang Zaman juga mengingatkan bahwa tidak semua orang dalam jaringan sosial adalah sahabat. Ada yang datang hanya karena ingin memanfaatkan. Bahkan tak jarang menggunakan kedekatan sebagai alat untuk keuntungan pribadi. Meski demikian, ia memilih bersikap lapang.
“Saya tahu orang ini manfaatin saya, ya sudah. Selama tidak melanggar hukum, saya biarkan saja. Tapi kalau sudah berulang, capek juga. Mulai jaga jarak,” jelasnya.
Ia percaya bahwa waktu akan menunjukkan siapa yang tulus dan siapa yang tidak. Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga niat dalam berteman dan tidak berlebihan dalam ekspektasi.
Baca: Urgensi Membangun dan Merawat Jaringan dalam Islam
Dalam situasi yang lebih rumit, seperti ketika sahabat terlibat dalam konflik atau krisis, Kang Zaman memilih hadir, bukan pergi. Ia percaya bahwa kehadiran, meski hanya dalam bentuk doa atau pendampingan, bisa menjadi sumber kekuatan.
“Kalau teman sedang kena masalah, kita datang, tanyakan keadaannya. Kalau bisa bantu, bantu. Kalau enggak bisa, ya temani. Itu sahabat,” ucapnya.
Sikap ini bukan hanya bentuk solidaritas, tetapi juga cara menjaga jaringan tetap hidup. Terlebih di tengah masyarakat yang makin cepat berubah dan sering kali lebih fokus pada pencapaian individu daripada relasi sosial yang dalam.
Kang Zaman menutup pandangannya dengan pesan sederhana, jangan terlalu berharap pada banyak orang, tapi rawat sedikit sahabat sejati yang hadir dengan ketulusan.
“Yang penting itu bukan jumlahnya, tapi kehadirannya saat kita benar-benar butuh. Sahabat itu yang tahu proses kita. Bukan cuma hasilnya saja,” pungkasnya.