Ikhbar.com: Al-Qur’an diturunkan ke bumi kurang lebih selama 23 tahun. Para ulama berpendapat, ketentuan ini diambil Allah Swt guna membimbing umat manusia secara bertahap sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan psikologis mereka.
Dengan cara ini, Al-Qur’an mampu merespons berbagai situasi yang dihadapi Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya, memberikan solusi atas permasalahan yang muncul, serta menguatkan hati kaum Muslim dalam menghadapi tantangan dakwah.
Pendekatan bertahap ini juga untuk memastikan bahwa ajaran Islam dapat dipahami, diamalkan, dan tertanam secara mendalam dalam kehidupan umat. Sehingga transformasi spiritual dan sosial terjadi secara alami dan berkelanjutan.
Kebijakan Allah Swt dalam menurunkan Al-Qur’an ini secara jelas tergambar pada QS. Al-Furqan: 32.
Allah Swt berfirman:
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا
“Orang-orang yang kufur berkata, ‘Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?’ Demikianlah)agar Kami memperteguh hatimu (Nabi Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan, dan benar).”
Baca: 3 Amalan Istimewa di Malam Nuzulul Qur’an
Alasan gradualisasi wahyu
Menurut Imam Thanthawi dalam Tafsir Al-Washit, Al-Qur’an sejatinya diturunkan secara keseluruhan dari Lauh al-Mahfuz ke langit dunia. Barulah setelah itu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw mealui Malaikat Jibril As secara berangsur-angsur dan perlahan.
Menurutnya, alasan diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur karena menyesuaikan kebutuhan dan peristiwa yang dialami umat saat itu. Semua itu terjadi dan diterima Rasulullah Saw selama 23 tahun, tepatnya 22 tahun, 2 bulan, 22 hari.
Senada, Imam Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim berpendapat, penurunan Al-Qur’an secara bertahap memiliki hikmah yang mendalam untuk membimbing umat manusia.
Proses ini dianggap memudahkan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat dalam menghafal dan memahami wahyu, mengingat masyarakat Arab saat itu umumnya tidak mengenal baca tulis.
Sementara itu, Imam At-Thabari dalam tafsirnya menyebut bahwa wahyu yang turun secara berangsur-angsur memungkinkan respons langsung terhadap peristiwa atau pertanyaan yang muncul di kalangan sahabat. Cara ini dianggap mampu memberikan bimbingan ilahi yang relevan dengan situasi konkret yang mereka hadapi.
Menurutnya, pendekatan gradual ini juga memperkuat hati Nabi dan para pengikutnya dalam menghadapi tantangan dakwah, serta memudahkan penerapan hukum-hukum Islam secara bertahap dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, kebijaksanaan di balik gradualisasi wahyu mencerminkan perhatian Allah terhadap kondisi psikologis dan kebutuhan umat dalam menerima dan mengamalkan petunjuk-Nya.
Penurunan wahyu secara bertahap memiliki relevansi signifikan dalam konteks perubahan sosial. Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan, pendekatan ini memungkinkan internalisasi nilai-nilai sosial seperti kasih sayang, tanggung jawab, dan keserasian hidup secara efektif dalam masyarakat.
Dengan demikian, pewahyuan bertahap tidak hanya memudahkan pemahaman dan penerapan ajaran, tetapi juga berperan dalam transformasi sosial yang harmonis dan berkelanjutan.
Selain itu, penurunan wahyu secara bertahap memungkinkan respons langsung terhadap peristiwa atau pertanyaan yang muncul di kalangan sahabat. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukan hanya sekadar kitab suci, tetapi juga pedoman hidup yang turun dengan kebijaksanaan ilahi, sesuai dengan kebutuhan umat manusia.
Baca: Rekam Jejak Penulisan dan Cara Baca Al-Qur’an, Penjelasan Kiai Ahmad Zaini Dahlan
Hikmah dalam kehidupan modern
Prinsip bertahap dalam penurunan wahyu mengajarkan bahwa perubahan yang efektif membutuhkan proses yang terstruktur dan berkelanjutan. Dalam konteks kehidupan modern, prinsip ini dapat diterapkan dalam penyelesaian berbagai problem sosial dan kemasyarakatan, seperti kemiskinan, ketimpangan pendidikan, serta reformasi hukum dan kebijakan publik.
Misalnya, dalam menangani kemiskinan, solusi bertahap yang dimulai dari pendidikan dan pemberdayaan ekonomi berkelanjutan akan lebih baik dibandingkan bantuan instan yang hanya bersifat sementara.
Demikian pula dalam upaya mengatasi ketimpangan sosial, kebijakan harus diterapkan secara bertahap agar masyarakat memiliki waktu untuk beradaptasi dan menerima perubahan dengan lebih baik.
Prinsip ini juga relevan dalam reformasi kebijakan publik, yakni perubahan yang dilakukan secara bertahap memungkinkan evaluasi dan penyesuaian sebelum diterapkan secara menyeluruh. Dengan memahami bahwa perubahan tidak bisa instan, masyarakat dapat mengembangkan strategi yang lebih realistis dan efektif dalam membangun kehidupan sosial yang lebih adil dan harmonis.
Prinsip yang sama juga perlu diterapkan umat manusia dalam menghadapi disrupsi era artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan di dunia kerja. Solusi bertahap seperti pelatihan ulang tenaga kerja dan pendidikan digital lebih efektif dibandingkan kebijakan yang terlalu drastis.
Demikian pula dalam penyebaran teknologi AI pada pelayanan publik. Penerapan bertahap memungkinkan masyarakat beradaptasi dengan sistem baru tanpa menimbulkan resistensi yang besar.
Baca: ‘Jurnalisme Al-Qur’an,’ Tips Menulis Artikel Tafsir Kontekstual ala Pemred Ikhbar
Di sektor pendidikan, penggunaan AI dalam pembelajaran juga perlu diimplementasikan secara bertahap. Hal ini dilakukan agar guru dan siswa dapat menyesuaikan diri dengan metode baru.
Dengan memahami bahwa transformasi teknologi harus berjalan secara progresif, masyarakat dapat lebih siap menghadapi perubahan tanpa kehilangan nilai-nilai sosial dan etika. Sehingga upaya tersebut berpotensi dalam mendukung kehidupan yang lebih harmonis.