Tafsir QS. Al-Isra Ayat 1: Keistimewaan Predikat Hamba dalam Peristiwa Isra Mikraj

Posisi sujud merupakan penanda puncak penghambaan manusia kepada Allah Swt. DOK ISTOCKPHOTO

Ikhbar.com: Rajab termasuk salah satu bulan mulia bagi umat Muslim. Di dalam bulan tersebut terdapat peristiwa yang luar biasa berupa isra mikraj Nabi Muhammad Saw.

Peristiwa yang kemudian melahirkan kewajiban salat lima waktu itu disebutkan jelas dalam QS. Al-Isra: 1. Allah Swt berfirman:

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Imam Fakhruddin Al-Razi dalam Tafsir Mafatih Al-Ghaib menjelaskan ayat tersebut dengan mengutip riwayat dari Syaikh Sulaiman al-Ansari, bahwa ketika Nabi Muhammad telah sampai di derajat yang tinggi pada saat mikraj, Nabi Saw ditanya Allah Swt, “Wahai Muhammad, dengan apa aku memuliakanmu?” Beliau menjawab, “Ya Rab, cukup dengan hubunganku pada-Mu sebagai seorang hamba.”

Baca: Hikmah Isra Mikraj: Tak Semua Harus Masuk Akal

Keutamaan hamba

Penjelasan Imam al-Razi juga ditegaskan Syekh Abu ‘Ali Al-Daqqaq dalam Al-Risalah al-Qushairiyah. Ia mengatakan, tidak ada sesuatu yang lebih utama dari pada sebuah penghambaan dan tidak ada kata yang lebih utama bagi seorang Mukmin selain sifat tersebut.

Senada, Syekh Sayyid Muhammad dalam Al-Anwar al-Bahiyyah menjelaskan, label hamba merupakan derajat paling mulia. Tidak ada yang lebih mulia bagi seorang mukmin selain sebuah ‘ubudiyah (penghambaan kepada Allah).

“Oleh karena itu, Al-Qur’an sering menggunakan kata tersebut di berbagai tempat, seperti QS. Al-Kahfi: 1, QS. Al-Furqan : 1, QS. An-Najm: 10, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Sementara itu, Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menegaskan, kata “al-‘abd” (hamba) dalam QS. Al-Isra: 1 meliputi roh dan jasad.

“Allah memberi sifat hamba kepada Muhammad Saw karena menghamba kepada Allah merupakan kedudukan yang paling mulia. Dalam posisi sebagai penerima wahyu, Allah juga menyebutnya dengan sifat yang sama yaitu sebagai hamba,” katanya.

Baca: Isra Mikraj di Mata Sains: Seperti Melompati Ujung Huruf U

Kehendak Allah

Ulama ahli tafsir Al-Qur’an, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan, penggunaan huruf “ba” pada kata “abdihi” mengisyaratkan bahwa perjalanan isra terjadi di bawah bimbingan Allah Swt dan taufik-Nya.

“Penggunaan kata ini menjadikan Nabi Saw bukan saja diisrakan lalu dilepas begitu saja, tetapi Isra dilakukan Allah di bawah bimbingan-Nya secara terus-menerus, bahkan ditemani oleh-Nya,” jelas Prof. Quraish.
 
Menurutnya, perjalanan Nabi Muhammad Saw itu bukanlah atas kehendak dirinya sendiri dan tidak juga terjadi atas dasar kemampuan pribadi, melainkan atas kehendak Allah Swt.

“Allah yang mengisrakan, yakni yang melakukan perjalanan itu untuk Nabi Muhammad Saw,” tegasnya.

Atas dasar itu, jelas Prof. Quraish, dari awal, ayat tersebut mengingatkan semua manusia bahwa isra mikraj harus dikaitkan dengan kehendak dan kekuasaan Allah Swt.

“Sungguh keliru jika seseorang mengukur peristiwa itu dengan ukuran kemampuan makhluk,” jelas dia.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.