Ikhbar.com: Islam mengajarkan manusia untuk hidup secara sederhana, secukupnya, dan hemat atau tidak berlebih-lebihan. Dalam QS. Al-A’raf: 31, Allah Swt berfirman:
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
Baca: ‘Frugal Living’ Mendadak Tren, Bagaimana Menurut Islam?
Demi keberlanjutan
Anjuran hidup hemat bukan hanya bertujuan untuk menguji kemampuan manusia dalam mengendalikan hawa nafsu. Lebih dari itu, anjuran-anjuran untuk tidak berlebihan juga diperlukan demi keberlanjutan hidup manusia. Terlebih lagi, di bidang pendayagunaan energi.
Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
أَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ بِاللَّيْلِ إِذَا رَقَدْتُمْ وَغَلِّقُوا (وَأَغْلِقُوا) الْأَبْوَابَ وَأَوْكُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ قَالَ هَمَّامٌ وَأَحْسِبُهُ
“Matikanlah lampu-lampu pada malam hari ketika kalian hendak beristirahat, dan tutuplah pintu-pintu, tutuplah bak-bak air, tutuplah makanan dan minuman.” (HR. Bukhari).
Melalui hadis tersebut, Rasulullah Saw mengajarkan umatnya untuk selalu hemat energi. Di samping itu, hadis itu juga diturunkan dalam rangka peringatan dini untuk menghindari musibah, misalnya, kebakaran, akibat penggunaan sumber daya yang tidak terkontrol.
Larangan hidup berlebihan pun dianjurkan Nabi Saw hingga dalam sisi ibadah. Nabi melarang umatnya melakukan pemborosan, apalagi dengan menggunakan dalih keagamaan.
Rasulullah Saw bersabda:
عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما، أن النبي صلى الله عليه وسلم: مر بسعد وهو يتوضأ فقال: ما هذا السرف يا سعد؟ قال: أفي الوضوء سرف؟ قال: نعم، وإن كنت على نهر جارٍ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasannya Rasulullah Saw pernah melewati Sa’ad ketika ia sedang berwudu. Nabi Saw bersabda, ‘Mengapa kamu memakai air banyak sekali, ya Sa’ad?,’ Lalu Sa’ad berkata, ‘Apakah ketika berwudu tidak boleh memakai air terlalu banyak Rasulullah Saw bersabda, ‘Iya, walaupun kamu berwudu di sungai yang mengalir sekali pun.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Baca: Tafsir QS. An-Nahl Ayat 14: Mensyukuri Kekayaan Laut
Larangan privatisasi
Selain berhemat, Islam juga tidak memperkenankan manusia melakukan monopoli terhadap penggunaan sumber energi yang berkaitan dengan orang banyak.
المسلمون شركاء في ثلاث في الماء والكلأ و النار وثمنه حرام
“Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga hal, yakni air, rerumputan, dan api.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud).
Syekh Muhammad Syams Al-Haq Al-‘Adzim Abad dalam ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud menjelaskan, kalimat “persekutuan kaum Muslim” menunjukkan larangan bagi manusia untuk memonopoli tiga hal. Pertama, air yang mengalir, seperti sungai, danau, laut, dan sumber mata air lainnya. Kedua, rerumputan, yang tumbuh di mawat al-ardl (tanah mati tanpa pemilik) demi kemaslahatan para penggembala. Ketiga, nyala api, artinya seseorang tidak boleh mencegah orang lainnya saat mereka memanfaatkan api sebagai sarana penerangan atau menghangatkan diri.
Air sebagai poros kehidupan sudah sejatinya dikelola dan digunakan bersama-sama, tanpa ada kepemilikan prioritas di antara satu orang dengan lainnya.
Gambaran tentang anjuran ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ. قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ.
“Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah Saw dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi pun memberikan tambang itu. Namun, ketika Abyad telah pergi, seorang lelaki berkata kepada Nabi Saw, ‘Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya al-maa’ al-‘idd (air mengalir).’ Ibnu Al-Mutawakkil berkata, ‘Lalu Rasulullah mencabut kembali pemberian tambang garam itu.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Syekh Abdul Qadim Zallum dalam Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah menegaskan, hadis tersebut merupakan dalil bahwa barang tambang dengan deposit yang melimpah adalah milik umum dan tidak boleh dimiliki individu.
Menurut Syekh Zallum, larangan itu tidak hanya berlaku pada tambang garam, melainkan pada seluruh sumber energi yang dibutuhkan untuk menopang kehidupan masyarakat umum.