Ikhbar.com: Rombongan bhante atau biksu yang tengah melakukan perjalanan dari Thailand menuju Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah telah disambut ribuan warga di sepanjang pantura Pulau Jawa.
Warga Cirebon, misalnya, yang terdiri dari anak-anak hingga warga lanjut usia (Lansia) tampak memadati sejumlah ruas jalan. Mereka yang bahkan telah menunggu sejak pagi buta itu sebagian besar merupakan penganut Islam yang taat.
Warga yang menunggu melintasnya rombongan biksu itu tidak hanya akan menyapa, mereka juga akan memberikan makanan dan minuman.
Apa yang dilakukan warga Cirebon dan wilayah lainnya dalam menyambut tradisi Thudong atau ritual jalan kaki ribuan kilometer yang dilakukan 32 biksu itu merupakan sedikit cerminan sikap toleransi keberagamaan masyarakat Indonesia. Selain itu, sikap tersebut juga secara tidak langsung sebagai wujud implementasi QS. Al-Hujurat: 11. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”
Baca: Hukum Sedekah ke Biksu Peziarah Borobudur
Pakar tafsir Al-Qur’an, Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menyebutkan bahwa, ayat di atas diturunkan untuk memberi petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian.
Dalam tafsir tersebut, Prof Quraish Shihab menjelaskan kata yaskhar/memperolok-olok dilakukan dengan menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan baik dengan ucapan, perbuatan, atau tingkah laku.
Ulama lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir itu mengatakan, surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut secara tegas melarang mengejek sesembahan orang lain.
Menurutnya, redaksi tersebut dipilih untuk mengisyaratkan kesatuan dan bagaimana seharusnya seseorang merasakan bahwa penderitaan dan kehinaan yang menimpa orang lain menimpa pula dirinya sendiri.
Prof Quraish menilai, jika seseorang mengejek sesembahan orang lain, bisa jadi ejekan itu kembali kepadanya. Larangan ini memang ditujukan kepada masing-masing dalam arti jangan melakukan suatu aktivitas yang mengundang orang menghina dan mengejek karena itu seperti mengejek diri sendiri.
Sementara dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Imam Ibn Katsir menyebutkan, Allah melarang dari mengolok-olok orang lain, yakni mencela dan menghinakan mereka.
“Orang-orang yang mengolok dan mencela orang lain, baik laki-laki dan perempuan, maka mereka itu sangat tercela dan terlaknat. Kata Al-Hamz (QS. Al-Humazah: 1) berarti celaan dalam bentuk perbuatan. Sedangkan kata Al-Lamz berarti celaan dalam bentuk ucapan,” tulis keterangan Tafsir Ibn Katsir.
Imam Ibn Katsir menegaskan, mencela orang lain dan menghinakan mereka dengan sewenang-wenang dan berjalan ke sana kemari untuk namimah (mengadu domba), maka tindakan itu termasuk celaan dalam bentuk ucapan.
Maka dari itu, Cendekiawan Muslim, Zuhairi Misrawi dalam Al-Qur’an Kitab Toleransi (2007) menuliskan, Allah Swt mengingatkan umat Islam agar tidak menebarkan kebencian dan hinaan terhadap kelompok dan individu Muslim yang lain.
“Tidak sepantasnya hal tersebut dilakukan orang yang mengaku dirinya beriman. Sebab, orang yang dibenci bisa jadi ia lebih baik daripada yang menebar kebencian,” ungkap dia.