Ikhbar.com: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) mencatat sebanyak 251 kasus bullying (perundungan) terhadap anak terjadi pada 2023.
“Angka tersebut terjadi pada rentang Januari hingga April 2023. Para korban tersebut merupakan anak berusia 6-12 tahun dengan presentase 142 anak perempuan dan 109 laki-laki,” tulis Kemen-PPPA.
Banyaknya kasus perundungan terhadap anak tentu membuat para orang tua merasa prihatin. Sebab, anak-anak yang sangat mereka kasihi dan lindungi justru harus merasakan pahitnya bullying.
Baca: Benarkah Bullying Justru Pererat Keakraban?
Ayat-ayat anti-bullying
Sudah barang tentu, Islam melarang keras tindakan bullying. Di dalam Al-Qur’an, perundungan disebutkan dengan berbagai term, mulai dari “sakhara, istahza’a, dan lamiza.”
Salah satu pembahasan larangan bullying yang termuat dalam kosa kata “sakhara” adalah QS. Al-Hujurat: 11. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik699) setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”
Imam At-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an menjelaskan, melalui ayat tersebut Allah Swt secara tegas melarang umat Muslim untuk saling mem-bully dengan segala bentuk ejekan.
“Tidak halal bagi seorang mukmin untuk mengejek mukmin lainnya, baik karena kemiskinannya, cacatnya, atau hal lainnya,” jelas Imam At-Thabari.
Lebih dari itu, kata Imam At-Thabari, Allah Swt melarang umat Muslim untuk saling memanggil dengan gelar-gelar buruk. Misalnya, memanggil seseorang dengan nama atau sifat yang tidak dia sukai.
Sementara itu, Imam Al-Biqai dalam Al-Mu’jam al-Mufakhras Lafdzil Qur’anil Karim mengatakan, kata “Istahza’a” di dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 23 kali. Salah satunya pada QS. Al-Anbiya: 36. Allah Swt berfirman:
وَاِذَا رَاٰكَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ يَّتَّخِذُوْنَكَ اِلَّا هُزُوًاۗ اَهٰذَا الَّذِيْ يَذْكُرُ اٰلِهَتَكُمْۚ وَهُمْ بِذِكْرِ الرَّحْمٰنِ هُمْ كٰفِرُوْنَ
“Apabila orang-orang yang kufur itu melihat engkau (Nabi Muhammad), mereka hanya menjadikan engkau bahan ejekan. (Mereka mengatakan) ‘Inikah orang yang mencela tuhan-tuhanmu?’ Padahal, mereka orang yang ingkar mengingat (Allah) Yang Maha Pengasih.”
Dikutip dari Tafsir Kementerian Agama (Kemenag), dalam ayat tersebut Allah Swt menerangkan sikap dan kelakuan orang-orang kafir terhadap Nabi Muhammad Saw, yaitu bahwa setiap kali mereka melihatnya, maka mereka menjadikan Nabi sebagai sasaran olok-olokan dan seraya berkata kepada sesamanya, “Inikah orangnya yang mencela tuhan kamu? Padahal merekalah orang-orang yang ingkar dari mengingat Allah.”
“Demikianlah ejekan mereka terhadap Rasulullah Saw. Dan mereka tidak menginsafi bahwa yang sebenarnya merekalah yang selayaknya menerima ejekan karena telah menyembah patung dan berhala,” tulis Tafsir Kemenag.
Sedangkan kata “Lamiza,” menurut Imam Al-Biqai, disebutkan sebanyak empat kali di dalam Al-Qur’an, salah satunya pada QS. At-Taubah: 79. Allah Swt berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ الْمُطَّوِّعِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى الصَّدَقٰتِ وَالَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ اِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُوْنَ مِنْهُمْ ۗسَخِرَ اللّٰهُ مِنْهُمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Orang-orang (munafik) yang mencela orang-orang beriman yang memberikan sedekah dengan sukarela, (mencela) orang-orang yang tidak mendapatkan (untuk disedekahkan) selain kesanggupannya, lalu mereka mengejeknya. Maka, Allah mengejek mereka dan bagi mereka azab yang sangat pedih.”
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim menjelaskan, ayat tersebut menguraikan tentang sejumlah sifat orang-orang munafik. Salah satunya mereka selalu mencela dan mengejek orang lain.
“Bahkan orang-orang yang suka bersedekah pun tidak lepas dari celaan orang-orang munafik tersebut,” kata Imam Ibnu Katsir.
Jika ada salah seorang yang suka bersedekah datang dengan membawa harta yang banyak, maka orang-orang munafik akan mengatakan: “Dia melakukan hal itu karena riya” Dan jika ia membawa pemberian yang sedikit, maka mereka akan mengatakan: “Allah tidak membutuhkan sedekah ini.”
Baca: Bullying dalam Al-Qur’an, Ciri Khas Pembangkang dan Pelaku Kezaliman
Cara menghindari watak bullying
Ulama terkemuka KH. Abdul Malik Amrullah atau Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menguraikan begitu rinci soal bullying. Ia menegaskan, perbuatan tersebut termasuk tindakan yang dilarang Allah Swt.
Buya Hamka menyebut, mengolok-olok, mengejek, dan menghina merupakan tindakan yang sangat tidak layak dilakukan bagi orang yang mempunyai iman.
“Orang yang melakukan perilaku seperti adalah orang yang sombong, karena orang tersebut merasa bahwa dirinya serba-lengkap, serba tinggi, dan serba cukup. Padahal sesungguhnya orang tersebut serba kekurangan,” kata Buya Hamka.
Ia menilai, orang yang suka mem-bully berarti ia mempunyai penyakit jiwa yang cukup berat. Hal yang sama juga berlaku bagi seseorang yang gemar mengumpat, mencela, dan memberi gelar buruk kepada orang lain.
“Perbuatan tersebut tentu sangat tercela di hadapan manusia dan di harapan Allah. Pengumpat adalah orang yang suka membusuk-busukkan orang lain, dan merasa dia saja yang paling benar,” katanya.
Buya Hamka menggolongkan perbuatan mengumpat, mencaci, dan menghina tergolong pada jenis perilaku bullying verbal.
Untuk menghindari perilaku itu, Buya Hamka menganjurkan agar manusia selalu melakukan introspeksi diri.
“Melakukan introspeksi diri artinya seseorang melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan. Manusia yang melakukan evaluasi diri akan menemukan kekurangan dirinya. Sehingga dia sadar bahwa dirinya bukan orang yang sempurna,” jelas dia.
Setelah mengetahui bahwa dirinya bukan orang yang sepurna, maka akan timbul rasa qana’ah, yaitu tidak layak untuk menjelek-jelekkan orang lain, karena di dalam dirinya juga penuh dengan keburukan.
“Setiap manusia sudah sepantasnya untuk melakukan mahasabah diri, sehingga dia akan menemukan jati dirinya dan kehalusan budi pekertinya,” ujar Buya Hamka.
Menurutnya, sangat tidak layak apabila seorang Muslim saling mencaci dan memaki. Pasalnya, sesama umat Islam adalah saudara dan bagaikan satu tubuh.
“Jika bagian tubuh yang satu sakit, maka bagian tubuh yang lain akan merasakan sakit juga,” katanya.
Oleh karena itu, kata Buya Hamka, semua Muslim wajib untuk menghindari dan menjauhi perilaku buruk tersebut sebagai wujud kepatuhan kepada Allah. Menjunjung budi yang luhur dan baik, berarti seseorang telah menolong agama Allah dan telah mengembangkan kehidupan yang baik.
“Dengan demikian, diharapkan akan tercipta masyarakat yang sejahtera dan hidup saling menghargai, sehingga bersama-sama untuk mengabdi kepada Allah,” tandasnya.