Ikhbar.com: Ibadah puasa bukanlah sekadar pekerjaan menahan diri dari makan dan minum. Lebih dari itu, pengertian puasa adalah mengekang dari segala perbuatan dan ucapan yang diharamkan oleh Allah Swt.
Tidak terasa, kurang lebih dalam hitungan sebulan lagi, bulan suci Ramadan kembali dijelang. Di bulan ini, setiap umat Muslim diwajibkan untuk menjalankan rukun Islam yang keempat, yakni puasa Ramadan.
Kewajiban berpuasa pada bulan Ramadan disebutkan jelas dalam QS. Al-Baqarah: 183, Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Baca: Ahli Gizi Inggris Putuskan Mualaf usai Terkesima Keajaiban Puasa
Syarat wajib
Dalam ibadah puasa, ada beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi setiap Muslim yang hendak menjalankannya. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, maka gugurlah tuntutan kewajiban itu kepadanya.
Pertama, Islam. Seseorang yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat maka wajib menjalankan ibadah puasa karena telah menjadi bagian dari rukun keislamannya.
Hal itu, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Turmudzi dan Imam Muslim, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ
“Islam didirikan dengan lima hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya salat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya haji di Baitullah, dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadan.”
Kedua, baligh. Yakni bagi laki-laki yang pernah mengeluarkan mani atau sperma dari kemaluannya, baik dalam keadaan tidur atau terjaga, atau pun perempuan yang sudah haid. Syarat keluar mani dan haid tersebut pada batas usia minimal 9 tahun. Namun, bagi yang belum keluar mani dan haid, maka batas minimal ia dikatakan baligh adalah pada usia 15 tahun.
Ketiga, memiliki akal yang sempurna atau tidak gila. Hal ini mencakup gila karena cacat mental atau pun mabuk. Seseorang yang tidak mempunyai akal yang sempurna maka tidak diwajibkan untuk berpuasa. Namun, jika seseorang yang mabuk dengan sengaja, maka ia wajib menjalankan ibadah puasa dikemudian hari (mengganti di hari selain bulan Ramadan alias qada).
Keempat, kuat atau mampu menjalankan ibadah puasa. Apabila tidak mampu, maka diwajibkan mengganti dibulan berikutnya atau membayar fidyah.
Adanya kemampuan merupakan salah satu syarat wajib berpuasa dasarnya dalam QS. Al-Baqarah ayat 184, Allah Swt berfirman:
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Kelima, mukim (menetap). Ketika seorang Muslim sedang menempuh perjalanan jauh (musafir), maka diberikan rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa.
Apabila ia masih tahan (mampu) berpuasa selama perjalanan itu, maka hal tersebut lebih baik daripada membatalkan puasanya. Dan apabila seorang musafir tidak tahan (tidak mampu ) berpuasa maka membatalkan puasanya lebih utama dari pada menahannya.
Baca: Muhammadiyah Tetapkan Awal Ramadan 1445 H Jatuh pada 11 Maret 2024
Fardu puasa
Sementara itu, Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam Fathul Qarib Al-Mujib menjelaskan, puasa Ramadan juga memiliki kefarduan yang meliputi pada empat perkara.
Pertama, niat dalam hati. Niat puasa harus dilakukan di waktu malam hari. Apabila yang dikerjakan puasa wajib seperti Ramadan dan Nazar, maka wajib mentakyin (menentukan) puasa yang dikerjakan, sedangkan sempurnanya niat dengan melafalkan kalimat berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَـدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَّةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin an ada’i fardi Ramadani hadzihi as-sanati lillahi ta’ala.
“Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadlan tahun ini karena Allah ta’ala.”
Kedua, menahan diri dari makan dan minum meski hanya sedikit. Apabila seseorang secara tidak sengaja makan dan minum karena lupa atau tidak tahu hukum berpuasa, maka dihukumi tidak membatalkan. Dengan syarat, orang tersebut awam dalam hal agama atau jauh tempatnya dengan seorang ulama.
Ketiga, menahan diri dari jimak (bersetubuh) dengan disengaja. Apabila tidak disengaja maka hukum tersebut sama dengan lupa makan dan minum pada saat berpuasa (tidak batal).
Keempat, menahan dari muntah (disengaja). Maka seandainya seseorang mempunyai kebiasaan muntah yang tidak sengaja, maka puasanya dihukumi tidak batal.