Ikhbar.com: Hoaks alias kabar bohong di jagat maya masih menjadi momok menakutkan. Sebab, berawal dari sebuah disinformasi seperti itu, sebuah kegaduhan bisa terpicu.
Ancaman tersebut kian menganga setelah Reuters Institute menunjukkan hasil riset yang tak terduga. Dalam penelitian berjudul Digital News Report 2023 itu, mereka menyebut masyarakat dunia saat ini lebih memilih untuk mencari informasi melalui media sosial (medsos). Sedangkan medsos sendiri dinilai kerap menjadi ladang tumbuh-suburnya berita-berita bohong.
Selaras dengan hal tersebut, Al-Qur’an telah jauh hari menganjurkan agar umat Muslim tidak gampang termakan hoaks. Berikut ini beberapa cara untuk menanggulangi kabar bohong berdasarkan tuntunan Al-Qur’an:
Kroscek
Salah satu jurus ampuh agar terhindar dari hoaks adalah dengan meneliti ulang kebenaran informasi yang diterima. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Wajiz menjelaskan, ayat tersebut berisi imbauan kepada orang beriman saat mendapatkan sebuah kabar dari orang-orang fasik. Az-Zuhaili menyarankan agar umat Islam tidak langsung menelannya bulat-bulat sebelum mencari tahu secara lebih pasti tentang fakta sebenarnya yang terjadi di lapangan.
Baca: Kiat Merawat Persaudaraan di Tahun Politik
“Karena dikhawatirkan orang-orang yang beriman ikut terkena imbas buruk dari kabar bohong yang tersebar,” jelasnya.
Sedangkan Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim menerangkan, Allah Swt memerintahkan umat Islam untuk memeriksa ulang dengan teliti berita-berita tersebut. Selain itu, ia hendaklah bersikap hati-hati demi menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan.
Putus penyebaran berita
Cara lain untuk membendung arus berita hoaks adalah dengan memutus mata rantai penyebarannya. Hal itu seperti yang disinggung QS. An-Nur: 15. Allah Swt berfirman:
اِذْ تَلَقَّوْنَهٗ بِاَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُوْلُوْنَ بِاَفْوَاهِكُمْ مَّا لَيْسَ لَكُمْ بِهٖ عِلْمٌ وَّتَحْسَبُوْنَهٗ هَيِّنًاۙ وَّهُوَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمٌ ۚ
“(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut; kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun; dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu masalah besar.”
Mufasir Indonesia, KH Abdul Karim Amrullah atau Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa firman tersebut merupakan salah satu ayat yang menegaskan tentang larangan menyebarkan berita bohong.
Menurutnya, ayat tersebut turun tidak terlepas dari peristiwa tuduhan keliru yang menyasar Siti Aisyah Ra, istri Rasulullah Muhammad Saw, hingga Allah Swt menurunkan QS. An-Nur: 11-18 sebagai sebuah klarifikasi atas tudingan tersebut.
“Ayat ini mengandung informasi yang amat kaya untuk mengetahui apa yang dinamai ‘ilmu jiwa masyarakat’ atau mass psychology. Tukang provokasi yang menyebarkan kabar-kabar bohong di zaman perang dahulu dinamai ‘Radio Dengkul.’ Tidak tentu dari mana pangkalnya dan apa ujungnya, kabar-kabar bohong itu disebarkan melalui lisan saja, sambut-menyambut dari lisan ke lisan. Kadang-kadang timbullah kebingungan dan kepanikan dari penyebaran tersebut,” jelas Buya Hamka.
Buya Hamka menilai, orang yang hendak dirugikan dengan menyebarkan berita itu kadang-kadang tidak diberi kesempatan berpikir sehingga dia sendiri pun kadang-kadang ragu akan kebenaran pendiriannya.
“Orang-orang yang lemah jiwa, yang hidupnya tidak mempunyai pegangan mudah terjebak kepada provokasi yang demikian. Tetapi orang-orang yang masih sadar, karena teguh persandarannya kepada Tuhan, hanya sebentar dapat dibingungkan oleh berita itu,” tulisnya.
“Di sini tampaklah kebesaran pribadi Aisyah. Dia yakin bahwa dia tidak salah, hingga akhirnya kemudian ayat tersebut turun membersihkan namanya dari tuduhan yang nista itu,” tegasnya.
Jangan mudah percaya
Tidak langsung percaya atau menolak sebuah berita merupakan langkah lain yang dapat dilakukan dalam memerangi hoaks. Hal itu sejalan dengan prinsip yang diajarkan QS. Al-Isra: 36. Allah Swt berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
“Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
Imam At-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an menjelaskan, makna “la taqfu” pada ayat di atas diartikan sebagian ulama ahli ta’wil dengan “janganlah berbicara sesuatu yang tidak kamu ketahui.” Sebagian lainnya mengartikan, “janganlah menuduh seseorang atas sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya.”
Imam Al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi menegaskan bahwa ayat tersebut sangat penting dijadikan prinsip hidup.
“Dan demikian adalah pedoman yang mencakup banyak aspek dalam kehidupan, maka dari itu para mufasir banyak memberikan pendapat-pendapatnya pada ayat ini,” tulisnya.