Ikhbar.com: Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) memaknai Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli di setiap tahunnya sebagai momentum bagi para orang tua dan guru atau ustaz untuk menguatkan tekad perlindungan terhadap anak.
Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) JPPRA, Kiai Yoyon S. Amin mengatakan, Hari Anak Nasional sudah semestinya diperingati sebagai sarana untuk menguatkan ikhtiar membangun masa depan Indonesia menjadi lebih baik.
“Hari Anak Nasional bisa kita jadikan sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran tentang betapa pentingnya proses perlindungan bagi anak-anak. Melindungi anak-anak sejatinya merupakan anjuran agama. Selain itu, mendukung tumbuh kembang anak berarti menyelamatkan generasi masa depan bangsa Indonesia,” katanya, dalam Hiwar Ikhbar #11 bertema “Tempa Akhlak di Pesantren Ramah Anak” bersama Ikhbar.com pada Ahad, 23 Juli 2023, kemarin.
Menurut Kiai Yoyon, bagi lembaga-lembaga pendidikan, terlebih pondok pesantren, proses perlindungan dengan menerapkan sistem pendidikan yang ramah anak ini kian menjadi penting. Pasalnya, selama ini pesantren memang dikenal sebagai ruang bagi generasi untuk menempa akhlak berbasis keteladanan para kiai dan ustaz di dalamnya.
“Oleh karena itu, sikap hangat, ramah, dan kelembutan para pengajar di dalamnya pun akan sangat berdampak manfaat bagi para santri,” katanya.
“Selain itu, dengan mengayomi dan melindungi mereka secara maksimal, berarti kita telah memberikan teladan yang baik kepada anak-anak,” katanya.
Baca: Piagam Ketitang, Komitmen Pesantren Cegah Kekerasan Anak
Anak menurut Al-Qur’an
Menurut sosok yang juga mengemban amanat sebagai Ketua Majelis Riayah Santri Pondok Pesantren Ketitang Cirebon tersebut, memberikan fokus terhadap perlindungan anak juga bagian dari perintah Allah Swt. Setidaknya ada empat fungsi anak yang harus dipahami para orang tua dan pendidik, sebagaimana tertera di dalam Al-Qur’an.
Pertama, anak bisa menjadi perhiasan dunia. Dalam artian, selayaknya perhiasan atau kekayaan, anak mesti diperlakukan, dijaga, bahkan disayang sebaik-baiknya oleh para orang tua dan para guru. Hal itu, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Kahfi: 46. Allah Swt berfirman:
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amal kebajikan yang abadi (pahalanya) adalah lebih baik balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Baca: Cara dan Manfaat Pesantren Gabung di JPPRA
Kedua, lanjut dia, anak sebagai penyejuk jiwa. Hal ini sebagaimana terungkap dalam QS Al-Furqan: 74. Allah Swt berfirman:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Dan, orang-orang yang berkata, ‘Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Ketiga, anak sebagai ujian atau fitnah. Keterangan ini sebagaimana yang diungkap dalam QS. At-Taghabun: 15. Allah Swt berfirman:
اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah (ada) pahala yang besar.”
“Terakhir, anak bisa juga menjadi musuh. Hal itu diungkap dalam At-Taghabun: 14,” kata Kiai Yoyon.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ وَاِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan, menyantuni, dan mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Kiai Yoyon menyebut, sebagian mufasir menjelaskan maksud anak sebagai musuh adalah karena bisa berposisi sebagai sesuatu yang menghalang-halangi jalan ketaatan terhadap Allah Swt.
“Maka, semuanya harus bijak, berhati-hati, dan memusatkan tujuan hanya untuk menjalani ketaatan kepada Allah Swt saat mendidik, mengayomi, dan melindungi anak-anak di sekitar kita,” katanya.